0.6| Giovenos
"Now Or Never!"
****
Hari selanjutnya, setelah libur satu hari di hari minggu. Kini para siswa memadati lapangan sekolah untuk melaksanakan upacara. Karena kondisi langit pagi ini cukup cerah dibanding minggu lalu.
Upacara telah dimulai 5 menit yang lalu. Tetapi Argan baru saja sampai. Ia mendesah kecewa melihat gerbang telah tertutup rapat. Argan tidak bisa meminta tolong untuk membukakan gerbang. Yang ada nanti ia terkena hukuman.
Argan memutar balik sepeda motornya ke arah Warung Bang Mamat. Belum sempat menjalankan sepeda motornya, Argan melihat seorang perempuan yang tak asing sedang berlari ke arah gerbang.
Napasnya tersengal-sengal serta peluh membasahi kening gadis itu. Ia berpegang pada tembok di sebelahnya.
"Sabitha?" Sabitha mengangkat kepalanya.
"Lo telat juga?" tanya Argan.
Sebelum membalas, Sabitha menarik napas panjang. "Iya, gue naik bus, jadinya telat."
"Bukannya lo bareng Thalitha?"
Sabitha menelan salivanya. "Gue telat bangun, jadinya di tinggal."
Gadis itu menarik napas panjang, lalu berkata, "Ini kita bisa masuk nggak?" Mata Argan bergulir ke kanan-kiri. Ia mengintip dari pagar sekolah.
Sepertinya aman, kedua satpam itu sedang mengobrol sambil minum kopi. Mereka sedang lengah, saatnya mengambil kesempatan.
"Kalau lewat sini tentu nggak bisa. Kita harus lewat belakang." ujar Argan.
"Hah? Lewat belakang? Panjat tembok dong?!" tanya Sabitha terkejut.
"Yaelah Tha, tembok pendek kayak gitu. Bisa lah! Udah ayok. Tapi gue titip motor dulu di warung belakang sekolah itu." kata Argan. Kalau sudah begini Sabitha hanya bisa menurut. Ia pun tidak mau terkena hukuman kalau memaksa lewat depan.
"Naik, Tha. Cepetan!" kesal Argan melihat Sabitha masih diam ditempat.
Gadis itu menaiki motor besar dan melaju ke belakang sekolah. Argan memarkirkan motornya tepat di depan warung belakang sekolah. Warung itu semacam warkop yang menjual berapa sembako. Yang Sabitha tahu, warkop itu lebih sering dipakai anak-anak nakal di sekolahnya untuk membolos.
Berdiri sebuah tangga bambu yang bersandar pada tembok sedikit berlumut itu. Awalnya Sabitha ragu, tembok belakang sekolahnya cukup tinggi.
"Lo tunggu di sini, gue yang naik duluan. Biar lo bisa lihat gue dulu." ujar Argan. Sabitha hanya mengangguk.
Gadis itu melihat Argan menaiki tangga dengan lihai. Lalu lelaki itu loncat memasuki lingkungan sekolah.
Sabitha memandang tangga bambu itu ragu. Tetapi mendengar suara Argan yang menyuruhnya untuk cepat, Sabitha akhirnya menaiki tangga bambu itu dengan hati-hati.
Saat telah sampai pada tembok, Sabitha melihat ada kursi reok di bawahnya. Tetapi jaraknya terlalu jauh. Tembok itu terlalu tinggi.
"Ini gimana gue turunnya?!" tanya Sabitha setengah teriak.
"Lo duduk dulu di atas temboknya!" balas Argan.

KAMU SEDANG MEMBACA
THE HIRAETH
Teen Fiction[follow duls gaiseu biar berkah, kalau saya update jg ga ketinggalan] ** The Deep Nostalgic Feeling ** Ini bukan sekadar cerita anak SMA yang di mabuk cinta. Bukan juga kisah cinta klasik. Mungkin sedikit turun dari kata 'klasik'. Dan lebih cocok de...