0.7| Avoid

36 3 0
                                    

0.7| Avoid

"Terkadang menjauh bukanlah hal yang buruk."

****

Benar ternyata ucapan Sabitha kemarin. Perempuan itu tidak main-main dengan ucapannya. Lihat, sekarang perempuan itu benar-benar menjauhinya. Ia sudah menjaga rahasia ini dari siapapun, tapi tidak dengan Sabitha.

Perempuan yang sangat ia hindari untuk tahu siapa dirinya. Perempuan yang sangat ia jaga agar traumanya tidak kembali. Melihat Sabitha terjatuh dan dadanya yang terus dipegang erat, membuat Argan meninggalkan teman-temannya. Demi perempuan itu.

Sabitha memang tidak bertukar tempat duduk. Tapi selama pelajaran, ia terus diam tanpa berbicara sedikit pun. Argan paham kondisi Sabitha saat ini. Gadis itu hanya takut, jika Argan disekitarnya hal itu bisa terjadi kapan saja. Mengingat Argan salah satu dari geng yang Sabitha lihat kemarin. Menjauh satu-satunya cara agar Sabitha tidak semakin kalut dengan traumanya.

Kebetulan hari ini pelajaran olahraga. Murid duabelas IPS 4 sedang pemanasan di lapangan dengan terik matahari pagi. Setelah pemanasan, mereka disuruh untuk berlari mengelilingi lapangan tiga kali.

Materi kali ini permainan bola besar yaitu Bola Voli. Perempuan dan laki-laki bermain terpisah. Waktu pelajaran olahraga sudah selesai, tetapi mereka dibebaskan sebelum jam selanjutnya.

Sementara Sabitha karena sudah lelah dan kepanasan, ia menepi duduk dipinggir lapangan. Tangannya mengipasi wajahnya yang penuh keringat. Tiba-tiba satu botol air mineral dingin berada tepat di depan wajahnya.

"Buat gue?" tanya Sabitha.

"Terus buat siapa lagi?" Farah berbalik tanya.

Sabitha mengambil botol itu, "Makasih." katanya.

Farah berdehem menanggapi. Karena haus, Sabitha membuka botol tersebut lalu meminumnya setengah.

"Lo kemana kemarin nggak dateng?" tanya Farah to the point sambil menoleh menatap Sabitha.

Sabitha terkejut mendengar itu. Ia lupa tidak memikirkan alasan kemarin tidak datang.

Sabitha bergumam, ia sedang mencari alasan yang agak masuk akal, tapi sebenarnya tidak.

"Gue... Hape gue mati, Far." kata Sabitha dengan suara memelas.

"Tapi gue kirim serlok, lo centang biru. Harusnya centang satu. Dan lo bisa pesan ojol sebelum hape lo mati." jelas Farah yang jelas-jelas lebih masuk akal.

Sabith memalingkan wajahnya. Tidak, ia tidak bisa berbohong pada ketua Paskib ini. Farah benar-benar bisa mencari alasan yang lebih logis lagi.

"Lo bohong, Sa. Jujur aja, lo kemana setelah pulang sekolah kemarin? Lo bilang ada urusan, urusan apa kalau gue boleh tau?" tanya Farah.

Sabitha menghembuskan napasnya kasar, "Urusan gue kemarin, nyobain odengnya Lawson yang baru buka di jalan Cendana. Terus pas gue mau ke rumah lo, tiba-tiba ada tawuran dan gue nggak bisa lewat. Selesai." Sabitha menatap Farah yang memasang wajah datar.

Seketika wajah datar itu perlahan terlihat terkejut. "Lo suka odengnya Lawson?" tanya Farah terlihat menggebu.

Sabitha mengangguk, "Iya, kenapa emangnya?"

THE HIRAETHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang