0.8| Righteousness
"Friends as friends not as besties."
****
Langit sore ini sangat cantik. Berwarna oranye dengan awan yang terlihat seperti siluet dibagian barat. Sedangkan dibagian timur berwarna biru keunguan. Sabitha beberapa kali mengambil gambar langit senja sore ini. Ia lebih leluasa karena jalan komplek sore ini sepi.Saat sedang asyik mengarahkan kamera ponselnya, Sabitha justru tidak sengaja menangkap yang lagi-lagi sama. Tidak lain tidak bukan, Freza yang mengantarkan Thalitha pulang. Lelaki itu sangat jelas menyukai saudara tirinya. Tetapi masih denial dengan perasaannya sendiri.
Tetapi entah mengapa, untuk yang kedua kalinya Sabitha tidak merasakan hal yang sama pada pertama kali ia lihat. Sabitha memang terpaku ditempat, tetapi rasanya sudah biasa saja untuk sekarang. Tidak ada lagi rasa sesak yang menggerogoti hatinya. Mungkin perlahan, tetapi pasti bisa.
Sabitha melangkah mendekati mereka berdua. Tidak lagi lama berdiam diri seperti dulu. Ia dengan santai menghampiri Freza dan Thalitha yang mungkin segera mengucapkan kata perpisahan.
"Lo dari mana, Thal?" tanya Sabitha sambil menghampiri Thalitha.
Thalitha serta Freza serempak menoleh. Tetapi, Sabitha tidak memperdulikan Freza.
"Dari..."
"Dari tempat les," potong Freza.
Sabitha menoleh ke arah Freza begitu juga dengan Thalitha.
"Kita satu tempat les," sambung Freza.
Sabitha terdiam beberapa saat, setelah itu mengangguk mengerti. "Oh, gitu. Ya udah kalau gitu gue masuk duluan, ya." pamitnya.
"Lo dari mana, Sa?" tanya Freza dengan nada selidik.
"Gue dari sekolah," balas Sabitha.
"Bohong, kan, lo? Kenapa pulangnya sore banget?" tuduh Freza.
"Gue dari sekolah. Gue pulang naik bus, makanya agak telat." jawab Sabitha dengan kesal.
"Kenapa lo nggak minta jemput sopir aja?" tanya Freza. Pertanyaan itu tentu membuat Sabitha merasa heran.
"Emang kenapa sih, Za? Gue lagi pengin sendiri," balas Sabitha. "Udah gue masuk duluan, gue lagi males berantem." lanjutnya.
Belum sempat membuka pintu gerbang, Freza kembali membuka suara.
"Lo perbuat hal apa lagi sampai kantin jadi ramai kayak tadi?" tanya Freza yang membuat Sabitha menghentikan langkahnya. "Gue liat Joy marah-marah sama lo dan hampir nampar lo. Lo ngapain, Sa? Gue udah bil-" ucapan Freza terputus.
"Cukup! Udah Za! Lo nggak tau apa-apa! Lo nggak ada ditempat kejadian dari awal." pekik Sabitha. Suaranya lumayan kencang membuat Thalitha terlonjak kecil.
Freza terdiam cukup lama. "Lo ada hubungan apa sama Argan?" pertanyaan random itu keluar dari mulut Freza.
Sabitha menatap Freza dengan tatapan terkejut. "Kenapa? Mau larang gue deket-deket sama cowok lagi? Gue udah gede, Za. Jangan anggap gue masih anak-anak." balas Sabitha.
"Tapi lo belum sembuh,"
"Gue akan sembuh," balas Sabitha cepat. "Dan dia yang akan buat gue sembuh." lanjutnya.
Entah kenapa Sabitha spontan berbicara seperti itu. Padahal Sabitha tahu, jika ia berada di sekitar Argan, itu sama aja membuka luka dari masa lalu. Tetapi ketika Argan mengatakan akan menjaganya membuat Sabitha berpikir berkali-kali lagi. Sabitha sebetulnya tidak yakin, tapi firasatnya berbicara seperti itu. Meskipun Argan bagian dari geng itu, ia akan aman.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE HIRAETH
Teen Fiction[follow duls gaiseu biar berkah, kalau saya update jg ga ketinggalan] ** The Deep Nostalgic Feeling ** Ini bukan sekadar cerita anak SMA yang di mabuk cinta. Bukan juga kisah cinta klasik. Mungkin sedikit turun dari kata 'klasik'. Dan lebih cocok de...