Dimitri percaya pada sebuah kalimat yang mengatakan bahwa tempat paling aman adalah tempat yang paling dekat dengan musuh. Jadi alih-alih pulang ke rumahnya sendiri (yang kemungkinan Pram akan datang ke sana untuk menemuinya), dia justru datang ke rumah Pram untuk memasak dua bungkus ramen. Laki-laki itu pasti sekarang sedang sibuk wawancara dengan berbagai narasumber seperti apa yang pernah dikatakannya minggu lalu. Jadi untuk saat ini, Dimitri bisa bersantai sebelum ia pulang tengah malam nanti.
Tempat paling favoritnya di apartemen Pram adalah balkon dekat ruang tengah. Dari sana, Dimitri bisa menikmati ramennya sembari menikmati pemandangan kota Jakarta dan laut yang membentang luas. Pram telah mengeluarkan banyak uang untuk membeli 1 unit apartemen di kawasan ini, jadi sebagai pacar yang sedikit kurang ajar, dia ingin memanfaatkan segala fasilitas yang bisa ia manfaatkan.
Setelah ramennya benar-benar habis, Dimitri tiba-tiba kebingungan. Dia tidak tahu harus melakukan apa lagi di tempat tinggal Pram yang membosankan. Kalau saja dia di rumah, setidaknya dia bisa membuat jurnal rencana untuk tahun depan dengan gambar cowok kpop favoritnya. Atau dia bisa mulai memindahkan bayi-bayi sukulen yang ia tanam beberapa bulan yang lalu. Karena tidak ada yang bisa ia lakukan, Dimitri hanya terdiam dan terus memandang betapa birunya laut di depan sana.
Dalam keterdiaman itu ia teringat bagaimana ia bertemu dengan Pram untuk pertama kalinya. Itu sekitar 7 tahun yang lalu ketika Pram masih kuliah dan dia masih berstatus pelajar kelas 1 SMA. Pram datang ke rumah sebagai teman bermain Ares--kakaknya yang saat ini menetap bersama mama dan papa di New York. Dia bahkan sempat berpikir, satu-satunya alasan kenapa Pram masih mempertahankan dirinya mungkin karena permintaan orangtuanya yang dengan semena-mena menitipkan dirinya pada Pram.
Dimitri jelas tahu kalau Pram tahu soal perselingkuhannya. Selama hampir 5 tahun, Pram adalah seorang jurnalis, jadi bukan sesuatu yang sulit untuk mengetahui tabiat buruknya selama 1 ke belakang. Tapi sampai saat ini, Pram masih bersikap seolah tidak pernah terjadi apa-apa dalam hubungan mereka. Pram seakan tutup mata dengan segala hal yang dia lakukan di luar sana. Lalu ketika Dimitri menyandarkan kepalanya pada punggung kursi, ia menarik napas panjang. Jujur, dia juga kelelahan. Omong kosong kalau Dimitri berkata bahwa dia sudah tidak mencintai Pram, tapi bukan berarti dia sanggup bertahan dalam hubungan yang sudah jelas-jelas tidak sehat ini.
Braks!
Dimitri terjingkat, dan ia terkejut bukan main saat menemukan Pram berjalan ke ruang tengah setelah masuk sembari membanting pintu. Laki-laki itu menyambar tas Dimitri, mengeluarkan ponsel gadis itu dan membantingnya ke lantai hingga benda itu porak-poranda.
"PRAM!!" Gadis itu jelas terbelalak. Saat ia berlari ke arah Pram dan menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana ponselnya hancur, ia nyaris tidak bisa mengatakan apapun.
"Ini kan yang kamu mau?" Tanya Pram. Kali ini laki-laki itu menatapnya dengan sorot mata paling dingin yang pernah Dimitri temukan.
"Pram! Kamu udah gila ya? Ini gimana kalau Pak Ari--"
"Harusnya aku yang nanya gitu, Dimitri!" Pram memekik hingga membuat Dimitri terlonjak ke belakang, "Kamu pikir selama ini aku diam aja aku nggak marah? Aku marah! Tapi aku pikir kamu akan menyelesaikan sendiri semua hal yang udah kamu mulai sampai hari ini. Nyatanya apa? Makin gila kamu!"
Dimitri jelas mendengus, "Kamu pikir aku jadi kayak gini gara-gara siapa, hah?!"
"Aku, kan?" Pram menunjuk dirinya sendiri, "Kamu bakalan bilang kalau gara-gara kesibukan aku, kamu jadi selingkuh. And for God sake! NGGAK ADA SATU PUN PEMBENARAN UNTUK YANG NAMANYA SELINGKUH, DIMITRI! JADI STOP UNTUK BERSIKAP MANIPULATIF!"
Beberapa waktu lalu, Dimitri pernah berharap bahwa Pram akan mendatanginya untuk marah-marah dan memperhatikan keberadaannya jauh lebih serius dari sebelumnya. Tapi ketika laki-laki itu benar-benar marah padanya, Dimitri tidak pernah menduga bahwa kemarahan Pram akan terlihat semenyeramkan ini. Pram bukannya tidak pernah marah, tapi biasanya Pram hanya akan mendiamkan dirinya selama berminggu-minggu jika kemarahannya adalah serius. Jadi tidak heran jika Dimitri nyaris tak bisa bernapas saat Pram bersuara keras di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pramoedya [PREVIEW]
Romance[Sudah tersedia di toko buku] Dimitri kembali pulang, tapi di tengah perjalanan, ia menyadari bahwa pulangnya tidak lagi terasa sama. Yang dibawanya bukan hanya koper dan kenangan dengan kota New York, tapi juga rindu. Rindu yang sampai mati pun ia...