Dukung story ini dengan kritik, saran yang membangun, dan komentar-komentar semangat lainnya. Happy reading!
***
Teresa hampir tidak ingat kapan terakhir kali dia berkutat di dapur dengan adonan kue dan hawa panas dari pemanggang roti. Aroma mentega yang baru saja dilelehkan, suara mixer, atau taburan tepung yang terbawa angin ke udara menjadi distraksi dari betapa sibuknya ia belakangan ini.
Baru jam setengah 3, cukup siang bagi Teresa untuk berada di rumah dan berkutat dengan adonan kue kering yang baru saja ia cetak. Karena biasanya, dia baru akan pulang jika mendekati jam 6 sore. Tapi untuk hari ini, ia memberi ruang untuk dirinya sendiri dari berbagai macam kesibukkan. Mengenakan sandal jepit, daster batik yang pernah ia beli sewaktu pergi ke Jogja, rambut yang akhirnya bisa ia kuncir kembali (karena kemarin-kemarin memang cukup pendek), dan wajah tanpa riasan yang terlihat jauh lebih segar ketimbang hari-hari biasanya.
"Mi, kita jadi liburan, kan?" Lalu Alexa datang. Masih dengan seragam golf berwarna pink favoritnya dan topi berwarna sama pemberian Opa.
"Liburan?" Teresa bertanya keheranan.
"Iya, tadi Papi bilang kita mau pergi liburan bulan ini." Tak lama setelah itu, Bastian datang dengan penampilan yang tak jauh berbeda dari kakaknya.
Lagi-lagi Teresa termangu dan mengabaikan kuning telur yang seharusnya ia oleskan ke atas adonan yang sudah dicetak. Ia tidak tahu menahu soal rencana liburan yang anak-anak bicarakan. Jangankan berpikir soal liburan, memikirkan cara berbaikan dengan Antonio saja dia masih bingung.
"Mi? Jadi, kan?" Alexa mengulang pertanyaan sekali lagi, tepat ketika Antonio datang dan membawa tas golf di pundaknya.
"Kalau nggak jadi lagi, Babas mau pergi aja dari rumah. Bete!"
"Sama! Kakak juga!"
"Babas mau tinggal di rumah Oma aja!"
"Bener! Kakak juga ikut!"
Lagi-lagi Teresa dibuat kebingungan. Apalagi saat Antonio meliriknya dengan senyum miring sebelum laki-laki itu menaiki tangga dan menghilang di ujungnya.
"Mi, ayo dong! We don't even have time to hang out together." Kata Alexa, lengkap dengan tatapan kecewanya.
Lalu setelah Teresa menarik napas panjang, ia bertanya, "Emangnya Papi ngajak liburan kemana?"
"Keliling Eropa!"
Teriakan Bastian kembali membuat Teresa terdiam. Kali ini bukan karena dia kebingungan, tapi ini soal Eropa dan kenangan yang tak sempat tersimpan dari berbagai tempat yang ia kunjungi di sana. Gara-gara itu, ia jadi mengabaikan rengekan Bastian dan Alexa perihal kepastian mereka untuk berlibur ke Eropa.
"Mami!" Keduanya berteriak dengan wajah sewot.
"Iya, iya! Mandi sana. Minta bantuan Mbak Raya ya? Mami mau ke kamar dulu." Ucapan Teresa jelas seperti putusan paling sakral yang ditunggu-tunggu. Anak-anak itu berteriak kegirangan menuju kamar masing-masing.
Selama perjalanan menuju kamarnya, Teresa terus-terusan bertanya. Bagaimana mungkin mereka pergi ke Eropa sementara hubungannya dan Antonio berada di ambang kehancuran. Bahkan setelah penjelasannya perihal Pram beberapa waktu lalu, masih tidak ada kata damai yang terucap dari bibir keduanya. Antonio bahkan tidak mengatakan apapun setelah Teresa memberi penjelasan tentang bagaimana ia sering bertemu dengan Pram beberapa waktu terakhir ini.
Sesampainya di kamar, ia menemukan Antonio baru saja keluar dari kamar mandi. Masih lengkap dengan bathrobe abu-abunya, laki-laki itu mengeringkan rambut basahnya sambil berjalan ke arah walk in closet. Tidak lupa melirik istrinya yang masih mematung di belakang pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pramoedya [PREVIEW]
Romance[Sudah tersedia di toko buku] Dimitri kembali pulang, tapi di tengah perjalanan, ia menyadari bahwa pulangnya tidak lagi terasa sama. Yang dibawanya bukan hanya koper dan kenangan dengan kota New York, tapi juga rindu. Rindu yang sampai mati pun ia...