Dengan tangan gemetar, Dimitri terlihat susah payah menyapukan bedak ke seluruh wajahnya. Bahkan tangannya semakin tak terkendali saat mengoleskan lipstik berwarna sweet brown ke bibirnya. Lalu ia terengah, tidak sanggup menahan betapa dahsyatnya rasa sakit itu menyerang perutnya. Ada sensasi seperti ususnya tengah dipotong-potong dari dalam.
"Udah tahu punya darah rendah sama asam lambung, harusnya lo nggak pacaran sama Pramoedya siala itu, Di!" Ia menatap pantulan wajahnya dengan nyalang. Seakan sasaran kemarahannya saat ini bukan lagi Pram dan kalimat-kalimat menyakitkan yang laki-laki itu ucapkan semalam, melainkan dirinya. Ini salahnya kenapa dia begitu mencintai Pram dan menerima bagaimana laki-laki itu memperlakukannya selama ini.
"Yang ada lo bisa mati muda." Dia menggerutu sekali lagi sebelum akhirnya beranjak ke arah kasur. Setelah meraih tas slempangnya, ia mengambil satu anak panah dart yang tergeletak di lantai. Kemudian ia melayangkan anak panah itu pada papan dart dimana foto Pram sudah lebih dulu tertancap di sana.
"Cowok kalau nggak homo, ya brengsek! Dan lo," kali ini dia menunjuk ke arah foto itu dengan pandangan berapi-api, "Lo brengsek, Pram!!"
Dimitri tahu, dari awal Pram memang agak-agak brengsek--setidaknya Ares selelu memperingatinya begitu, tapi Dimitri berusaha menerima laki-laki itu apa adanya. Tidak peduli orang lain mau menilai Pram seperti apa, Dimitri hanya akan menilai Pram dengan kacamatanya sendiri. Dan memang sama saja sebenarnya, Pram tetap brengsek.
Setelah puas memaki foto Pram yang tersenyum ke arahnya, Dimitri berlalu dengan terseok-seok. Bahkan ketika dia merasa hampir seperti orang sekarat saat ini, ia tetap memaksakan diri untuk mengemudikan mobilnya. Dia tidak akan menghubungi Pram dan merengek pada laki-laki itu meskipun perutnya terasa seperti akan meledak.
Jam 8 pagi, ia melajukan mobilnya di jalan protokol yang ramai dengan keadaan tubuh menggigil. Keringat dingin bercucuran sepanjang pelipis, sementara wajarnya berubah semakin pucat. Jika asam lambungnya kambuh dan tak tertolong seperti ini, dia akan mengbubungi Pram dan laki-laki itu akan datang secepat kilat. Tapi kali ini tidak, Dimitri tidak akan menghubungi Pram sebelum laki-laki itu datang lebih dulu padanya.
"Gue buktiin sama lo kalau gue bisa mandiri, Pram! Lo lihat aja entar!"
Sejujurnya, sampai sekarang Dimitri tidak tahu kenapa dia bisa sejatuh cinta itu pada Pramoedya. Padahal sejak awal Dimitri tahu bahwa Pram adalah laki-laki irit bicara. Tidak seperti laki-laki yang pernah dekat dengannya, Pram memiliki tatapan mata yang jauh lebih dingin. Orang-orang yang belum kenal dekat dengan Pram pasti akan mengira bahwa laki-laki itu sedang mengintimidasinya, meskipun sebenarnya tidak begitu. Tapi dalam dinginnya mata Pram, Dimitri selalu menemukan segala hal yang dicarinya di sana. Mungkin alasan mutlak kenapa Pram bisa membuat Dimitri jatuh cinta adalah, laki-laki itu memenuhi segala hal yang memang ingin ia dapatkan sejak awal.
Hanya Pram yang selalu memberikan apresiasi ketika ia berhasil melakukan sesuatu. Hanya Pram yang datang padanya untuk mengomel meskipun sesepele dia makan Indomie 4 kali dalam seminggu. Hanya Pram yang tidak pernah menghakimi dirinya ketika ia menceritakan segala pelik yang ia rasakan. Apapun itu, Dimitri hanya akan menemukan Pramoedya di sana. Tapi itu dulu, dulu sekali sebelum akhirnya Pram semakin bergelut dengan kesibukannya.
Pram yang sekarang terlalu jarang memberikan apresiasi. Pram yang sekarang tidak begitu peduli meskipun dia makan Indomie 7 kali dalam 7 hati. Pram yang sekarang juga tidak pernah lagi mendengarkan cerita-cerita yang ia miliki. Dimitri tahu, ada pepatah yang mengatakan bahwa manusia pasti akan berubah. Tapi gadis itu benar-benar tidak tahu bahwa definisi itu serius bisa terjadi. Pram berubah, dan Dimitri tidak tahu apakah kekasihnya itu akan kembali seperti dulu, atau justru tidak sama sekali.
Setibanya di pelataran rumah sakit, Dimitri menarik napas susah payah. Dadanya terasa jauh lebih panas dan sakit ketimbang semalam. Jadi dengan langkah yang tidak stabil, ia berjalan menuju instalasi gawat darurat. Sambil sesekali menyumpahi Pram agar laki-laki itu menggelinding dari tangga apartemennya sampai ia hilang ingatan. Kalau sudah begitu, Dimitri bisa balas dendam. Dia bisa mengeruk semua harta benda laki-laki itu hingga habis tanpa sisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pramoedya [PREVIEW]
Romansa[Sudah tersedia di toko buku] Dimitri kembali pulang, tapi di tengah perjalanan, ia menyadari bahwa pulangnya tidak lagi terasa sama. Yang dibawanya bukan hanya koper dan kenangan dengan kota New York, tapi juga rindu. Rindu yang sampai mati pun ia...