Sebelumnya, Dimitri tidak pernah akrab dengan kehidupan malam. Tapi ketika Antonio menyeretnya ke Blowfish pertengahan agustus tahun lalu, Dimitri mulai kecanduan musik-musik berisik dan tarian erotis yang membuat sisi liarnya bangkit seketika. Tenggorokannya mulai berteman baik dengan rum atau minuman-minuman haram lainnya. Begitu juga dengan gaya pakaiannya yang mulai berubah drastis, dan andai orang-orang terdekatnya tahu kebiasaan barunya ini, Dimitri yakin bahwa mereka pasti tidak akan pernah percaya.
Ketika bersama dirinya sendiri--atau bersama sisi dirinya yang bingung pada jalan hidupnya, gadis itu memang terlihat tak lagi sama. Pagi sampai sore, dia hanyalah mahasiswi semester akhir yang sibuk mengejar-ngejar dosen pembimbing demi kelarnya skripsi. Malamnya, dia adalah jalang bermuka seribu. Antonio--si selingkuhan sekaligus sugar daddy andalannya kerap memanggilnya begitu. Karena Dimitri memang pandai sekali menipu orang-orang, termasuk pacarnya sendiri, Pramoedya Anggara Mukti.
Malam ini, di sudut kemerlap Blowfish yang ramai, Dimitri duduk seorang diri. Ada segelas rum dingin di atas meja, tapi yang ia sentuh hanya sebatang rokok merek mahal pemberian Antoni tadi sore. Sekelilingnya berisik bukan main, tapi jauh di dalam hati dan kepalanya justru terdengar jauh lebih berisik. Dua bagian itu sibuk bersiteru, berusaha mengalahkan satu sama lain dengan alasan-alasan paling logis yang mereka bawa.
Ini masih soal kekasihnya, Pram. Semakin lama, Pram itu seperti rumah kosong. Dimitri sadar bahwa hubungannya dengan laki-laki itu sudah mulai terasa hambar. Pertama, sejak berpacaran dengannya 4 tahun yang lalu, Pram nyaris tidak pernah mengatakan cinta padanya. Kedua, laki-laki itu terlalu cuek sampai-sampai Dimitri melakukan penelusuran besar-besaran hanya untuk membuktikan apakah pacarnya itu selingkuh dengan wanita lain atau tidak. Ketiga, Pram sering membatalkan janji di antara mereka hanya demi pekerjaan yang sebenarnya tidak gawat-gawat sekali. Keempat, belakangan ini laki-laki itu justru seringkali lupa pada banyak hal. Lupa mengabari, lupa menjemput, lupa tanggal anniversary, lupa bahwasanya Dimitri alergi dengan coklat. Pokoknya, Pram itu pacar paling menjengkelkan yang pernah Dimitri punya.
Namun tidak peduli betapa jenuhnya Dimitri dengan hubungan antara dirinya dan Pram, dia tidak ingin mengakhiri hubungan itu begitu saja. Pertama, mereka sudah berpacaran selama 4 tahun--hampir 5 tahun malah. Kedua, keluarga mereka bahkan sudah mengenal dengan baik satu sama lain. Ketiga, dia jelas-jelas masih mencintai laki-laki itu meski tak sebanyak dulu. Keempat, hubungan mereka sudah terlalu jauh untuk diakhiri begitu saja. Terlalu sayang. Apalagi rutinitas semacam Netflix and Chill bukan sekali-dua kali mereka lakukan. Dimitri sadar bahwa mungkin, hubungan dia dan Pram akan berlanjut ke babak yang jauh lebih serius. Entah mengapa, dia yakin bahwa Pram pasti akan mengajaknya menikah. Mungkin tidak tahun ini, bisa jadi 1 atau 2 tahun kedepan--atau ketika dia sudah menemukan pekerjaan yang cocok dengan passionnya, yang jelas itu masih nanti. Kelima, mereka bahkan sudah punya tabungan bersama demi membeli rumah yang akan mereka tinggali suatu hati nanti.
Tapi masalahnya, Pram terlalu buruk untuk bisa ia cintai jauh lebih besar dari sebelumnya. Hari ini saja, laki-laki itu tidak menghubunginya sama sekali. Jangankan telepon, whatsapp saja tidak. Makanya makin lama, Dimitri mulai berani melunjak dan bersikap bodo amat dengan Pram. Sebelum bertemu Johnny Antonio Gramm dan menjadi sugar baby dari laki-laki beristri itu, Dimitri sudah pernah berkali-kali selingkuh. Dan yang menjengkelkannya, ia tidak pernah ketahuan. Atau lebih tepatnya, Pram terlalu bodoh untuk menyadari bahwa ia telah berubah--sedikit lebih nakal.
Sesekali Dimitri berharap bahwa kenakalannya selama setahun belakangan ini akan diketahui oleh Pram. Ia penasaran, apakah laki-laki itu akan marah dan memaki-maki dirinya atau justru sebaliknya? Tapi kalau-kalau Pram mengetahui semua kelakuannya selama ini dan berakhir marah besar, maka Dimitri hanya perlu menghakimi laki-laki itu. Siapa suruh dia jadi pacar yang tidak pernah peduli? Siapa suruh dia terlalu addict dengan pekerjaan yang sebenarnya bisa dijadikan nomor sekian? Dimitri bisa balik menyalahkan Pram, tentu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pramoedya [PREVIEW]
Romance[Sudah tersedia di toko buku] Dimitri kembali pulang, tapi di tengah perjalanan, ia menyadari bahwa pulangnya tidak lagi terasa sama. Yang dibawanya bukan hanya koper dan kenangan dengan kota New York, tapi juga rindu. Rindu yang sampai mati pun ia...