13. Doa Terbaik Untuk Dia yang Baik

8.2K 2.4K 223
                                    

Jika menginap di rumah Dimitri, tempat yang paling Pram suka adalah kamar gadis itu. Di langit-langit kamarnya, ada bintang-bintang glow in the dark yang ia pasang beberapa tahun yang lalu--ketika dia belum menjadi siapa-siapa bagi gadis itu. Ketika ia masih kerap datang sebagai sahabat baik kakaknya. Dan sampai hari ini, bintang-bintang imitasi itu masih menempel di sana. Merekat begitu kuat seolah mereka memang benar-benar terlahir di sana. Seperti malam ini, ketika ia berbaring di atas kasur Dimitri, Pram melihat bintang-bintang itu bersinar begitu terang.

"Di, bukannya bintang-bintang tempelan kayak gini tuh nggak bisa tahan lama ya nyalanya? Harusnya udah pada redup nggak sih? Ini udah berapa tahun coba?"

Sesaat setelah menutup pintu kamar, Dimitri mendongak. Gadis itu memperhatikan bagaimana bintang-bintang itu masih bercahaya dalam gelap kamarnya saat ini. Untuk waktu yang begitu lama, Dimitri baru menyadari ini. Gadis itu bahkan tidak bisa berpikir apa-apa saat ia turut berbaring di samping Pram--memperhatikan bintang-bintang itu sama seperti yang dilakukan kekasihnya.

"Kok aku baru nyadar ya, Pram?" Gadis itu akhirnya memberi komentar. "Iya, ya? Harusnya udah pada copot juga nggak sih?"

"Ini kalau masuk di bagian novel, pasti bakalan dinyinyirin sama pembaca."

Dimitri menoleh cepat, "Kenapa?"

Lalu sesaat setelah terkekeh, Pram berkata, "Nggak masuk akal aja. Mana ada stiker glow in the dark yang bisa bertahan sampai bertahun-tahun? Kedengaran kayak omong kosong."

"Tapi buktinya beneran ada, kan? Kali aja ini emang mukjizat Tuhan." Ucap Dimitri, hanya untuk membuat Pram tertawa terbahak-bahak setelahnya. "Emangnya mukjizat Tuhan hanya datang untuk anak-anaknya? Mungkin stiker ini kecipratan dikit."

"Atau mungkin..." Pram menarik napas panjang. Laki-laki itu bergegas merentangkan tangannya dan membawa Dimitri untuk hangat dalam pelukannya. "...stiker-stiker itu mewakili aku untuk selalu temenin kamu. When you feel something inside you is so dark and neglected, you have to remember that I'll always be with you--any way."

Dimitri yang biasanya suka berkomentar, malam itu memutuskan untuk tidak mengatakan apapun. Ia hanya diam, menikmati betapa hangat dan nyamannya pelukan yang diberikan Pram. Selama hampir setahun ia merasa sepi dan kehilangan, akhirnya ia kembali merasa penuh saat pelukan itu mampu untuk kembali ia temukan. Dan tidak ada yang bisa Dimitri sampaikan selain pelukan dan tepukan singkat pada punggung lelah laki-laki itu.

"Pram, kalau buat kamu aku berharga, kasih tahu aku semua kekhawatiran kamu. Kasih tahu aku kapan pun kamu capek dan butuh tempat buat istirahat." Katanya, nyaris seperti orang berbisik. Tapi Pram cukup mampu untuk mendengarnya dengan sangat jelas.

Mereka seolah larut dalam keheningan. Remangnya keadaan kamar, hujan deras yang turun sejak jam 8 malam, dan lagu Dust in The Wind yang mereka putar secara berulang-ulang. Kalau saja Pram tahu bahwa keadaan dirinya akan berakhir seperti ini, mungkin dia hanya akan menjadi pengagum gadis itu dari sudut pandang paling jauh. Dia tidak akan pernah memberi perhatian hanya supaya Dimitri jatuh hati. Atau dia tidak akan pernah datang ke rumah Ares dan membuat 1000 ketidaksengajaan hanya untuk bertemu gadis itu. Lagi-lagi soal, "seandainya ia tahu," Tapi katanya, selalu ada alasan untuk segala hal yang diterima oleh umat manusia. Dan Pram mencoba untuk percaya, barangkali memang ada alasan paling baik yang Tuhan beri dari segala rasa sakit yang ia alami.

"Pram?" Di tengah keheningan itu, Dimitri bersuara kembali dan Pram hanya menjawabnya dengan suara deham yang terlampau serak. "Kenapa harus nunggu aku lulus dulu supaya bisa nikah sama kamu? Apa bedanya sama sekarang?"

Pram tersenyum. Dari lama sekali dia sudah tahu, suatu saat, Dimitri pasti akan bertanya tentang masalah ini. Begitu pelukan yang mereka berikan terlepas satu sama lain, Pram terdiam. Ia membelai wajah Dimitri begitu lembut, menatapnya seperti ia akan kehilangan gadis itu keesokan paginya.

Pramoedya [PREVIEW]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang