1·1

118 23 0
                                    


P

Sebuah pesan singkat, padat , dan jelas. Kubiarkan pesan dengan nomor tak dikenal itu selama beberapa detik.

P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P
P

Aku berdecak, malas menghdapi tipe orang yang suka nge-spam. Maka aku meninggalkan room chat, dan kembali berselancar di media sosial.

+62xxxxxxxxxx is calling

Buset!. Aku langsung menggeser tombol merah untuk menolak panggilan tersebut. Dalam hati aku menggerutu, orang ini maunya apa sih?.

Sorry kepencet

Sepertinya orang ini harus segera kuladeni.

Maaf, ini sp? Maunya apa?

Ini org kyknya agak jutek ya?

Apakah perangai seseorang bisa dinilai dari sebuah pesan singkat pada room chat? Salah besar, dan orang ini-entah siapa- bisa-bisanya menilaiku seenaknya sendiri. Bikin gak mood aja.

SERIUS GUE NANYA, LO SP DAN MAUNYA APA?!
KLO MSH NGOMONG YG ANEH-ANEH LG GUE BLOKIR INI NMR!

Untuk seseorang yang diseberang sana, maaf, aku harus memakai huruf kapital alias capsloks karena sudah terlanjur kesal dengan teror yang dilakukan oleh nomor tak di kenal ini.

Hehe, maaf 😅
Sv nmr ini, gue Putra. Mohon bantuannya ya selama masa jabatan
Sekali lg maaf, soalnya lo asik dikerjain🤪

Aku segera membanting ponselku dan menutup wajahku dengan bantal. Tolong, gue malu banget!.

***

Aku menatap skateboard yang tengah diberdirikan pada pagar sekolah. Semua orang pasti sudah tahu siapa pemiliknya, dan sekarang kemana pemiliknya itu pergi?

Iseng, aku menaiki skateboard itu dan mencoba mengendarainya di atas trotoar depan sekolah.

"Hehe, Sandra! Lu ngapain naik skateboard-nya Putra?!" Aurel, teman sekaligus sepupuku itu berseru dari gerbang sekolah. Aku yang sudah menjauhi gerbang sekolah hanya membalas ucapan Aurel dengan cengiran.

Putra-lah pemilik skateboard itu, seseorang yang telah membuatku over thinking semalaman berkat peristiwa pada room chat tempo lalu. Semua orang juga sudah mengetahui, jika lelaki itu selalu menaiki skateboard kesayangannya itu kemana-mana. Baik berangkat sekolah bahkan ke kantin, skateboard-nya itu seakan tak pernah bosan dengan sol sepatu Putra yang selalu menapakinya. Putra juga bisa melakukan gerakan akrobatik dengan skateboard-nya itu, oleh karenanya ia tergabung dalam sebuah klub para peminat skateboard.

GUBRAK!

Aku meringis kala mendapati sikutku yang tergores akibat tergesek aspal jalanan. Berkat aku yang tak bisa menjaga keseimbangan, skateboard yang tengah kukendarai oleng dan akhirnya keluar dari jalur trotoar depan sekolah. Membuatku harus beradu dengan aspal karena letak badan trotoar yang lebih tinggi dari aspal jalanan.

"Udah tau gak bisa, masih aja dinaikin. Gak pake ijin lagi" Aurel menggerutu sambil menjulurkan tangannya untuk membantuku berdiri. Aku segera meraih tangannya itu.

KRAK..

Aku dan Aurel sama-sama menoleh ke arah sumber suara patahan, yang ternyata berasal dari skateboard yang patah terlindas bus.

APA?! Skateboard-nya patah? Skateboard Putra-

Wajahku dan Aurel seketika pias saat tiba-tiba pemiliknya datang mengambil skateboard-nya yang sudah terpatah menjadi dua bagian. Ekspresinya tak bisa dijelaskan dengan kata-kata, dan matanya yang menatap sekeliling menangkap raut wajah kami yang sudah seperti pencuri ketangkap basah.

"Sandra, ini tadi gue balik lagi buat ngambil flashdisk lo yang ketinggalan. Tapi malah skateboard gue yang gue tinggal" ucapnya sambil tersenyum kecil, kemudian melenggang pergi sambil menenteng skateboard kebanggaannya yang sudah ringsek.

"Udah ngerusakin skateboard-nya, gak bilang terima kasih lagi. Untung rumahnya deket, jadi gak kasian kalo jalan kaki" Aurel masih lanjut menggerutu, sambil memikirkan kembali kenapa sepupunya yang ceroboh bisa menjadi wakil dari ketos sekeren Putra?.

"Diem gak tuh! Gua yang kena kok lu yang sewot" Aku yang sudah kesal segera menarik tangan Aurel menuju angkot jurusan daerah rumah kami yang telah tiba.

***

"Dari lo?" tanya Putra yang tiba-tiba datang ke kelasku saat jam istirahat. Untung suasana kelas sedang sepi karena semua orang lebih memilih mengisi perut di kantin.

Aku menelan ludah, lebih memilih menatap kotak berwarna cokelat yang telah terbuka. Memperlihatkan berbagai macam snack serta secarik kertas bertuliskan permintaan maaf.

Aku mengangguk, "Gua minta maaf"

"Gak perlu minta maaf, juga gak perlu ngasih beginian. Gak akan guna" ucapnya menusuk.

Lha terus aku harus apa?. Padahal bingkisan itu sebagai bentuk permintaan maafku.

"Tapi gua ambil ini ya? Trims" Putra mengambil gantungan kunci skateboard yang kubungkus bersama snack-snack. Lalu melenggang pergi ke luar kelas sambil memasukkan ganci itu ke dalam saku celana.

"Apakah ini pertanda..." Aurel yang muncul tiba-tiba di sampingku mencomot salah satu snack dalam kotak cokelat itu, lantas membukanya.

"Pertanda apaan?" balasku sambil ikut mencomot snack lainnya, toh juga yang dikasih malah menolak.

"Putra mulai ngasih kode-kode, masa gak peka sih?"

Aku memutar bola mataku dengan malas, memutuskan mengabaikan Aurel yang terus berkicau.

Aku memutar bola mataku dengan malas, memutuskan mengabaikan Aurel yang terus berkicau

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Snack with packaging

.
.
.
.

Ini menjadi yang pertama bagiku dalam perjalanan mengarungi lautan penuh cerita di dunia jingga. Segala kritik dan saran, bahkan hujatan akan aku tangkap dengan jaring kelapangan hati. Pun dengan komentar dan vote akan aku jadikan sebagai pendorong agar "kapal" ku terus melaju. Sekian 💝

Bilang kalo ada typo!

Memeluk Bintang JatuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang