Telah empat kali Praha mendapat jadwal PTM, namun empat kali itu pula ia tidak pernah lagi melihat si Kakak Kelas 12 Pemilik Mata Belo itu. Di satu sisi Praha merasa bersyukur, sebab usahanya untuk melupakan dan bersikap normal agaknya akan selesai dalam waktu dekat. Namun di sisi lain, entah kenapa Praha selalu mencari keberadaan si Kakak Kelas 12 Pemilik Mata Belo itu. Terkadang menyebabkan usahanya untuk melupakan sedikit tergoyah.
Praha sedang labil dengan keputusannya sendiri.
"...Jika kalorimeter berisi enam liter air dan kalor jenis airnya empat koma dua joule per gram derajat celcius, tentukan entalpi pembakaran gas metana." Bu Nila si Guru Kimia sedang suntuk membacakan soal ketiga dalam empat menit terakhir.
Praha menulis soal yang dibacakan dengan malas. Entahlah, menurutnya belajar kimia sungguh tidak menarik. Selama belajar di semester satu kelas sebelas ini, tidak ada satupun materi kimia yang Praha mengerti─begitu pula dengan pengakuan teman sekelasnya yang lain.
"Sudah?" Tanya Bu Nila, memastikan murid-muridnya telah selesai menulis soal nomor 3.
Selepas menatap seisi kelas yang telah kompak mengangguk sebagai konfrmasi, perempuan kepala empat itupun kembali melanjutkan.
"Lanjut soal keempat."
Praha kemudian merasakan kursinya didorong secara perlahan dari arah belakang. Laki-laki itu kemudian menoleh. Edwin dengan wajah masamnya tampak ingin protes.
"Ini dikasih berapa soal sih anjir?" Keluhnya.
Praha menggeleng kemudian terkekeh.
"By the way, Pra, nanti jangan pulang dulu, ya. Temenin gue dulu nyiram taneman di taman belakang."
"Oke."
Kemudian keduanya kembali fokus menulis sebelum indra pendengaran mereka tertinggal menangkap tuturan Bu Nila.
***
Pukul 11:25.
Waktunya pulang.
Sebetulnya, sebelum bel berbunyi pun beberapa kelas telah ditinggalkan penghuninya, untuk kemudian memenuhi koridor dan semangat meninggalkan ruang kelas mereka sembari membicarakan banyak hal.
Tidak seperti siswa lainnya yang beranjak menuju parkiran, Praha dan Edwin justru berjalan sebaliknya. Sesuai permintaan Edwin tadi, kini Praha menemani sahabatnya itu untuk menyiram tanaman di taman belakang. Bukan tanpa alasan, Edwin melakukan ini karena ia menjadi salah satu anggota ekstrakurikuler pertamanan─simple-nya dipanggil 'tukang kebun sekolah tapi nggak digaji'.
Taman belakang sekolah sebetulnya tidak terlalu besar, namun cukup untuk memuat beberapa tanaman, seperti pohon belimbing wuluh─yang seringnya dicuri siswa untuk dijadikan rujak, beberapa kaktus, semak belukar yang memenuhi pojok taman, dan cantiknya kumpulan anggrek.
"Ed?"
"Hm?"
Praha memandang kawannya itu yang sedang menyiram anggrek menggunakan semprotan. "Lo pernah nggak, sih, suka sama orang, tapi lo nggak tahu siapa namanya." Tutur Praha.
Edwin menghentikan gerakan jemarinya yang sedang menekan tuas semprotan. "Siapa orangnya, Pra?"
Praha mengernyit. "Maksudnya?"
"Siapa orang yang lo maksud?"
Praha menghembuskan napasnya, "Kalau gue tau nggak mungkin gue nanya pendapat lo, nyet."
Edwin tertawa pelan. "Coba sebutin informasi yang lo tau tentang dia, deh."
"Dia kelas dua belas di sekolah ini. Udah, itu aja yang gue tau."
KAMU SEDANG MEMBACA
[BxB] Playlist; SECRET ADMIRER
Teen Fiction⚠️WARNING!⚠️ Cerita ini bergenre boyslove, untuk yang anti bisa meninggalkan lapak ini. ☑️ [CERITA LENGKAP] Menjadi beda bukanlah sesuatu yang mudah. Bagi Praha, mencintai orang yang segender dengannya adalah sebuah beban, sebab ia tidak bisa bertin...