Dua jam berlalu.
Dan kini Praha masih belum bisa menunjukkan pergerakan apapun untuk artikelnya. Selepas pulang dari Tirta Sport Center, Praha bergegas membuka laptopnya berniat menyelesaikan artikelnya, agar malamnya ia bisa berlarut bersama novel fiksinya. Namun, setelah jarum panjang menunjuk angka delapan, dan langit juga sudah memuram, tidak ada kalimat lain yang bisa Praha ketik selain (JUDUL) di bagian atas. Alias Praha belum mengetik apapun sejak dua jam terakhir-bahkan belum menentukan judul.
Semua orang tahu, pikirannya sedang melayang, untuk kemudian mendarat di guratan bulan sabit milik kakak kelasnya. Senyum itu bahkan masih bisa Praha ingat, masih terlukis dengan sangat jelas.
"Sialan! Kenapa jadi mikirin dia terus, sih?" Gerutu Praha sembari menangkup wajahnya. "Padahal daritadi gue udah usaha biar nahan semua rasa penasaran gue buat nyari tahu akun instagramnya, biar bisa nyelesaiin artikel ini..." Lanjutnya gamang.
Kini, selepas dua jam lebih tak ada pergerakan sama sekali, mata Praha sudah menunjukkan rasa perihnya. Tangan kanannya yang sejak tadi memegang tetikus juga mulai bergetar halus. Ia keroncongan.
"Whatever." Kata Praha sembari bangkit dari duduknya dan mengambil ponselnya, untuk kemudian berlari ke lantai bawah rumahnya yang sepi.
Beberapa bulan terakhir, kedua orang tuanya lebih sering bekerja. Papanya yang sedang memiliki project besar dengan kliennya itu seperti sedang dimabuk asmara, sibuk mementingkan pekerjaannya apapun keadaan dan halangannya. Sedangkan Mamanya yang mendapat gelar dokter sembilan belas tahun yang lalu, memang selalu sibuk di rumah sakit.
Praha sendirian. Di rumah yang cukup untuk menampung tiga manusia.
Jujur, tak ada yang bisa Praha jelaskan lagi perihal isi hatinya, sebab semuanya sudah terpapar dengan jelas pada novel ataupun cerita fiksi yang menggambarkan tokohnya 'sendirian di rumah ditinggal bekerja oleh orang tuanya'.
Andai Kak Shalyne disini...
Entahlah, kakak perempuannya itu telah satu tahun terakhir meninggalkan rumah. Bukan. Bukan kabur atau semacamnya. Namun memang sudah waktunya Shalyne untuk bertumpu pada kedua kakinya sendiri. Ia telah bekerja di kota lain, hidup jauh dari keluarga rupanya membawa dirinya menuju kemandirian. Praha bangga dengan kakaknya itu, ikut bahagia ketika Shalyne bersemangat menceritakan gaji pertamanya. Namun, tetap saja, Praha tetaplah Praha yang sendirian. Ia membutuhkan seseorang di sisinya.
Melihat tidak ada lauk yang tersedia di meja makan, Praha memutuskan untuk membuka lemari pendinginnya. Kedua tangan kuning langsatnya itu bergegas meraih kemasan sereal dan susu, lantas ia mengadu keduanya di dalam mangkuk putih besar kesayangannya.
Ini sudah cukup, batinnya.
Duduk di meja makan sembari menikmati serealnya adalah sesuatu yang sering ia lakukan. Sendirian, tentunya. Tak apa, Praha sudah terbiasa dengan ini semua.
Selepas menyuap satu sendok penuh, kedua tangan Praha segera mengutak-atik ponselnya.
Membuka aplikasi instagram - scroll beranda sejenak - menuju explore - scroll lagi - mengklik pencarian - dan mengetik sebuah nama dengan perlahan.
A-K-A-S-A
I-M
Muncul sebuah akun di urutan paling atas.
@akasa_ip
Praha mencermatinya lama. Ada banyak keraguan yang terlintas. Pertama, akun tersebut tidak menyediakan sebuah foto profil sebagai pengenal. Kedua, Praha takut akan banyak kemungkinan yang bisa ia temukan di akun yang selama ini ia cari-cari itu. Siapa tahu si Pemilik Akun menyertakan sebuah akun lain di bio-nya? Dan akun yang ditautkan ternyata adalah akun perempuan? PACARNYA?
KAMU SEDANG MEMBACA
[BxB] Playlist; SECRET ADMIRER
Tienerfictie⚠️WARNING!⚠️ Cerita ini bergenre boyslove, untuk yang anti bisa meninggalkan lapak ini. ☑️ [CERITA LENGKAP] Menjadi beda bukanlah sesuatu yang mudah. Bagi Praha, mencintai orang yang segender dengannya adalah sebuah beban, sebab ia tidak bisa bertin...