Part 2

396 28 4
                                    

Jam sudah menunjukan lewat pukul satu malam, Yora yang merasa pegal pun merenggangkan ototnya.

Sepi banget anjir, batinnya bergidik.

Di samping tempat tidur ibu Yora ini kaca transparant tanpa ada gorden, jadi viewnya langsung ke pohon pete yang menjulang cukup tinggi.

Yora kembali melongok pasien ibu-ibu tadi, ternyata anak laki-lakinya masih belum tidur. Ia sedang menonton tv dengan volume yang sangat kecil. Karena Yora cukup penat dengan kerjaannya, ia pun menghampiri anak laki-laki tersebut guna mengusir kepenatan yang ia rasakan.

Saat mendekat, Yora merasa bahwa ada hawa yang berbeda yang mengedar di sekeliling anak tersebut. Yora sedikit terkejut mendapati anak laki-laki itu menonton tv bergaris. Ia merasa aneh, lalu perlahan menepuk pundak laki-laki itu.

" Hei! Lu nonton apa ? kan itu TV bergaris, emang gapusing nontonnya ? " pelan-pelan anak laki-laki itu pun menengok ke arah Yora. Pucat. Muka anak laki-laki itu sangat pucat.

" Ngga mba." Lalu tak lama ia tersenyum lebar tapi tak sampai mata. Tatapan matanya kosong. Yora memberanikan diri untuk duduk di sampingnya.

" Gue Yora." Ujar Yora sambil menjulurkan tangannya.

" Sandi. " balas uluran tangannya dengan mata kosong dengan senyum yang lebar terus menatap Yora.

Astaga dingin banget tangan nih bocah, batinnya begidik.

Buru-buru ia melepas genggaman tangan anak laki-laki yang bernama Sandi itu. Tapi ternyata Sandi menahan tangannya. Perlahan Sandi pun mulai memajukan wajahnya dengan tatapan kosong dan senyuman yang lebar. Entah hanya perasaan Yora saja atau memang mata Sandi ini berubah warna, dan... mukanya selain pucat tambah membiru.

Yora yang saat itu sudah sangat takut, sekuat tenaga melepaskan cengkraman tangan Sandi. Dan buru-buru kembali ke tempat tidur sang ibu dan memilih untuk tidur. Tak peduli tentang kerjaanya lagi.

***

"Aduh..." ringis Yora sambil memeluk perutnya. Ia melihat jam masih menunjukan pukul tiga pagi dan sialnya ia ingin buang air besar.

" Aduh pengen pup." Yora segera bangun dan berniat ingin membangunkan ibunya, tapi melihat raut wajah ibunya yang lelah membuat Yora enggan untuk membangunkannya. Terpaksa ia harus ke toilet seorang diri.

Sebelum keluar kamar, ia melewati tempat tidur ibunya Sandi. Di lihat hanya ada ibunya yang tertidur lelap. Yora pun bersyukur ia tak perlu melihat Sandi si muka pucat itu kembali.

" Aduhh... mana dah ini WC nya. Mana mules banget lagi. Bisa-bisanya toilet kepisah sama kamar. " gerutunya sepanjang jalan.

" Mana nih lorong gelap banget lagi. Kenapa sih bisa-bisanya lampu lorong dimatiin begini. Kalo ada lobang gimana ? bisa jatoh kan orang yang lewat. " ia pun menghampiri meja perawat. Kosong. Tak ada satu orang pun.

" Anjir.. kosong lagi. Gue nanya ke siapa kalo begini." Ia pun perlahan menelusuri lorong-lorong yang minim pencahayaan tersebut.

Angin berhembus pelan melewati tengkuknya, ia pun hanya bisa bergidik sambil mengelus tengkuknya. Bulu kuduk Yora pun mulai berdiri. Merinding. Entah karena kebelet pup atau karena hal lain.

Toilet Wanita

" Ahhh.. akhirnyaaa.." seru Yora langsung bergegas memasuki bilik toilet. Untungnya lampu di dalam Toilet ini cukup terang, jadi sedikit membuat hati Yora tenang.

Saat sedang asik pup, Yora mendengar suara langkah kaki memasuki bilik sebelahnya dan terdengar suara ramai wanita berbincang. Yora kembali lega karena ia pikir bahwa ia tak sendirian di toilet ini.

Seutas BatasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang