Part 4

25 1 0
                                    

Setelah kepergian Yora, Yura hanya bisa menghela nafas dan termangku sedih menatap pintu. Hatinya diliputi rasa takut dan gelisah. Pikirannya bercabang kemana-mana, takut kejadian kemarin malam terulang lagi. Tapi seperti yang Yora sampaikan sebelum pergi bahwa dia tidak boleh takut, melamun dan berpikiran kosong. Ia hanya perlu menarik selimut, berdoa lalu tidur. Yura harusnya merasa tenang karna sebelum pergi Yora telah membuat pagar ghoib untuk menjaga dirinya. Tapi entah kenapa itu tetap tidak bisa membuatnya tenang.

" Hahhh... kenapa gue gak bisa tidur juga woii!! " Yura membulak balikkan badannya mencari posisi yang enak. " Harus minum obat tidur apa ya gue biar bisa tidur malam ini. " Yura mendudukkan dirinya karna tidak juga berhasil masuk ke alam mimpi. " Aduh mana mau kencing lagi. Sial banget dah gue. " gerutunya.

Karna sang hajat tidak bisa terlalu lama ia bendung. Dengan keberanian yang secuil biji jagung Yura memberanikan diri untuk ke kamar mandi.

Saat menapakan kakinya ke lantai, hawa dingin menyergap. Lantainya sangat dingin, seperti ia berjalan di tumpukan es. Pelan-pelan ia dorong penyangga infusan menuju kamar mandi, saat sudah dekat dengan pintu kamar mandi ia mendengar suara seperti benda yang dibenturkan ke plafon.

DUK!! DUK!! DUK!! DUK!!

Dengan rasa takut serta penasaran, Yura membuka pintu kamar mandi dengan hati-hati. Tangannya sangat bergetar kala membuka pintu kamar mandi itu.

Yura mengintip dari balik pintu untuk melihat sumber suara tersebut dan ternyata, ia melihat sesosok makhluk dengan tubuh yang sangat tinggi mencapai langit-langit kamar mandi dan dibalut kain kafan berwarna coklat tanah serta terlihat beberapa warna merah seperti darah yang mengering di kainnya sedang menyundul-nyundulkan kepalanya ke langit-langit kamar mandi.

Yura yang melihat itu sontak terkejut dengan tubuh yang bergetar, ia menarik selang infus ditangannya tanpa memperdulikan darah yang keluar mengalir dari bekas infusan itu. Ia berlari sekuat tenaga menuju meja perawat untuk meminta pertolongan.

" Sus.. sus.. susterr!! Tolong saya sus!! " dengan raut panik serta ketakutan, Yura memukul-mukul pelan meja perawat.

Dari balik tembok muncullah perawat dengan memakai Nurse Cap dengan seragam yang berbeda dibanding dengan perawat-perawat yang ia lihat sebelumnya.

Wajahnya juga tidak menunjukan bahwa ia orang Indonesia tapi Yura tidak peduli yang terpenting saat ini dia tidak sendirian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Wajahnya juga tidak menunjukan bahwa ia orang Indonesia tapi Yura tidak peduli yang terpenting saat ini dia tidak sendirian.

Segera ia meraih tangan perawat tersebut berharap agar perawat itu dapat menolongnya. Ia sudah ketakutan setengah mati.

" Ada yang bisa saya bantu ? " saat mendengar suara perawat itu Yura mendengakkan kepalanya. Yura merasa aneh dengan suster itu. Tangan yang dingin, raut wajah datar, bibir yang sangat pucat serta tatapan mata yang kosong.

Perlahan Yura melepaskan tangannya dari tangan perawat tersebut. " Sus.. kalau boleh tau perawat yang lain kemana ya? " ia melihat kesekeliling sangat sepi hanya ada mereka berdua. Tak sengaja matanya melihat jam yang tertempel di dinding, menunjukan pukul 12.00, tapi dentingnya tidak berdetak.

" Ada yang bisa saya bantu ? " ulangnya. Kali ini mata perawat itu tidak lagi menatap lurus kedepan tapi sedikit melotot dan tersenyum lebar menatap Yura dengan kepala yang sedikit tengleng.

Yura memundurkan kakinya dan bergeleng. Sebelum menjauh tangan perawat itu berhasil menangkap lengan Yura. " Tanganmu berdarah. Mari saya bersihkan. " Yura yang sangat ketakutan itu tidak sadar bahwa tangannya sudah berdarah-darah.

" Pe..perawat Rena kemana ya sus? Sa..saya mau dibersihkan olehnya saja sus. " Yura sangat bergetar.

" Mereka sudah pulang. Ini giliran saya yang berjaga. " masih dengan senyum lebarnya perawat dengan name tag Annae Rasyellie membelai lembut pipi Yura. Lalu ia menuntun Yura untuk kembali ke tempat tidur.

Saat menoleh ke kamar mandi ternyata pocong itu sudah tidak ada lagi disana. Hanya tersisa pintu kamar mandi yang terbuka dengan penyangga infusan yang tergeletak dilantai serta dikelilingi oleh tetesan darah yang berasal dari infusannya.

" Saya bersihkan dan pasangkan kembali ya infusannya. " suaranya mengalun lembut dengan tangan yang sangat telaten memasangkan infusan ditangan Yura.

Yura hanya bisa diam dengan merapalkan doa dalam hati, berharap Tuhan melindunginya kali ini. " Jika sudah jam 12, lebih baik kamu tidak turun dari tempat tidur. Itu lebih baik dibandingkan kamu harus menapakkan kakimu dilantai yang dingin ini. " Yura menatap perawat tersebut dengan heran. " Bukankah temanmu sudah memberitahumu untuk tidur setelah ia pulang? Mengapa tidak kamu turuti? " Yura hanya bisa diam, lidahnya kelu untuk berbicara.

" Sudah selesai. " lalu perawat itu menarikkan selimut sampai batas leher Yura dan melangkahkan kakinya pergi keluar kamar.

" Aku tau.. " langkah perawat itu terhenti. " Aku tau bahwa kamu bukan manusia dan ini, ini bukan alam ku. " dengan penuh ketakutan Yura mengatakan itu.

" Hi..hi..hihihi... kamu sudah tau ya. " perawat itu memutar kepalanya 180 derajat. Yura tersentak kaget, Yura mengeratkan selimutnya ketakutan.

" Kalau sudah tahu kenapa tidak langsung tidur anak manis... ini sudah lewat tengah malam ha..ha..hahahaha... " mata perawat itu mengeluarkan darah, kepalanya tengleng memperlihatkan tulang kerongkongannya yang hampir putus lalu berlari secepat kilat menuju tempat tidur Yura.

" Kamu kenapa tidak tidur manis hihihihihi... " sambil mendekatkan kepalanya ke kepala Yura.

Yura hanya bisa menangis dan meringkuk seperti bayi dibalik selimut. " Hahahahaha.... " suara tawanya menggema diseluruh ruangan. Yura menutup telinganya kuat-kuat.

" Pergi!! Pergi!! Pergi!! Gue mohon pergi!! Mamaaa takutttt tolonggg!! " Yura terisak kencang. Tapi tawa itu tidak juga kunjung hilang. Lalu ia teringat ponselnya. Ia mengeluarkan tangannya meraba-raba dan mencari letak ponsel yang ia taruh disamping bantal.

Lalu.. dapat. Tapi, " Mencari ini manis? " Yura mengeluarkan kepalanya dan ternyata perawat itu masih di depannya dengan menjulurkan lidah, menjilat lengan Yura.

" AAAAAAAAA MAMAAA!!! " Yura kembali mencopot infusannya dan berlari ke arah pintu bangsal yang terbuka.

BLAM!!

Pintunya seketika tertutup saat selangkah lagi Yura bisa keluar dari bangsal terkutuk ini. Yura menggedor-gedor pintu bangsalnya, berteriak, menjerit meminta pertolongan. Tapi tetap tidak bisa membuat pintu itu terbuka.

TAP!! TAP!! TAP!! SRETT!! TAP!! TAP!! TAP!! SRETTT!!

Terdengar suara langkah kaki yang terseret mendekat kearahnya. Pelan-pelan Yura membalikkan tubuhnya dan matanya melotot terkejut melihat banyaknya makhluk dengan berbagai bentuk mengepungnya.

Ada yang tanpa kepala, badan berbulu dengan mata merah, suster ngesot, perawat yang mengobatinya tadi dan masih banyak lagi. Mereka mengepung Yura yang sudah kesulitan bernapas.

Matanya mulai buram tertutup oleh air mata dan juga sepertinya kesadarannya akan terenggut. Di detik-detik sebelum ia menutup mata, ID panggilan dari Yora memasuki panggilan handphonenya.

Yura yang sudah tidak ada tenaga lagi hanya bisa jatuh terduduk lemas dan mengangkat telepon dari temannya itu.

" Yora... " suaranya sangat pelan seperti berbisik.

" YURA DEMI TUHAN!! Tunggu, sebentar lagi aku sampai bangsalmu. Tolong bertahan Yura! " Tapi belum sempat Yura mendengar sampai habis ia sudah jatuh pingsan. Karna sejengkal sebelum makhluk itu menyentuh Yura, Yura sudah tidak sadarkan diri.

END.

***
Oke berhubung imanjinasiku dan mood menulisku sudah balik jadi khusus hari ini aku up 2 part yaaa. Semoga kalian enjoy dan ga bosen baca cerita ku😆ku tunggu kritik dan sarannya ya^^

Seutas BatasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang