part 6

1.6K 104 0
                                    

Bismillah 

        "Istriku Kuyang"

#part_6

#by;Ratna Dewi Lestari.

    "Begini ... cepat kau bawa kayu ini dan juga bawang merah ini," sahut Ayah seraya menyerahkan sebuah kayu berukuran sejari kelingking orang dewasa dan bawang merah. Aku menerimanya dengan kening yang mengkerut, bingung

   "Jangan banyak tanya, ini penangkal kuyang. Ia tidak akan bisa mencelakaimu," jelas Ayah kemudian. Ia lalu memelukku erat. Usapan tangannya lembut menyentuh punggungku.

   "Terimakasih, Ayah," ucapku lirih. Air mata sempat mengalir tanpa bisa kutahan. Perih memikirkan nasib rumah tanggaku.

    "Maafkan Ayah, Nak. Sebenarnya Ayah sangat menyayangimu. Bagiku kamu menantu yang Ayah idam-idamkan. Itulah mengapa Ayah merahasiakan jati diri Arini," sesal Ayah.

   "Sekarang pergilah sebelum fajar tiba, biasanya saat seperti itu Arini dan Ibunya pulang," lanjut Ayah lagi.

    Aku mengangguk pelan dan berkata," baik Ayah, terimakasih banyak untuk kebaikan Ayah," jawabku tulus.

   Kami pun beranjak dari gubuk bersama. Melangkah dengan cepat sembari memburu waktu karena hari mulai menginjak waktu tengah malam lebih.

    Kami melangkah beriringan. Ayah menggandeng tanganku erat seolah ini lah gandengan terakhir untukku. Ya, ayah Arini memang tak banyak bicara. Namun aku tahu pasti ia sangat menyayangiku .

    Kami menyusuri semak yang di penuhi ilalang. Sinar bulan berpendar menjadi penerang bagi kami di malam yang gelap dan keadaan sunyi di sekitar.

    Akhirnya kami tiba di halaman rumah Arini. Sial bagi kami. Belum sempat beranjak masuk ke dalam mobil yang terparkir, kepala melayang itu terbang rendah ke arah kami dengan sinar merah yang menyala kedap-kedip.

    Kepala dengan usus terburai dan organ dalam itu kini menghadang jalanku dan Ayah. Mereka menyeringai sangat mengerikan. Membuat langkahku terhenti seketika.

    "Hentikan, Arini!" bentak Ayah.

    Arini dan ibunya yang kini tinggal kepala terbang beserta jeroan itu tetap mendekat dan menghembuskan udara ke arah Ayah. Ayah yang semula marah tiba-tiba jatuh dan tertidur.

    Brukkkkk!

    Pria paruh baya itu jatuh di atas tanah yang di tumbuhi rerumputan liar.

   Tubuh gemetar hebat. Takut yang luar biasa. Dalam kekalutan doa sempat kupanjatkan. Tapi sayangnya dua kuyang itu hanya nyengir seolah mengejek diriku.

     "Percuma, Bang! kau tak akan bisa mengusirku, karena aku bukan hantu! He-he-he," ucapnya dengan melihatku tajam.

    Ia semakin mendekat, jarak kami mungkin hanya sekitar sepuluh meter. Bau anyir darah mulai tercium menyengat hidung. Aku berangsur mundur.

    "Terima saja keadaanku, aku tak akan mencelakaimu, aku sungguh mencintaimu," pintanya mengiba.

    Aku tetap diam terpaku. Walaupun aku sangat mencintai Arini, tapi tetap saja yang kulihat di hadapanku ini adalah sosok hantu. Dan aku tak ingin hidup bersama hantu.

   "Maaf Arini, sepertinya jodoh kita sampai di sini. Izinkan aku pergi ,"ucapku lirih mengharap belas kasih Arini.

   "Tidak! jika kau tak ingin bersamaku, maka kau harus mati dan menjadi santapanku!" pekik Arini membuat bulu kudukku merinding.

     Arini hampir saja menghembuskan udara yang akan membuatku tertidur sama seperti Ayahnya tadi. Namun dengan sigap tanganku meremas bawang merah dan ia berangsur menjauh.

isteriku kuyangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang