TEROR KUYANG PART 6
Pov Dini
Ia selalu menganggapku seperti anak kecil. Tidak boleh masak, mencuci, dan yang lebih membuatku geram yaitu aku dilarang keras pergi sendiri walaupun siang hari.
Berlebihan sekali, bukan? aku yang terbiasa bekerja sendiri, masak,mencuci dan pergi ke mana-mana seorang diri menjadi bosan dan uring-uringan.
Itulah kenapa malam ini aku memaksa Mas Yusuf untuk makan malam dan jalan-jalan. Suntuk di rumah. Baru seminggu tinggal di sini berasa setahun karena di kurung terus.
Lagi-lagi ketemu orang-orang yang seolah melarang kami untuk pergi. Ya, tempat ini kurasa sangat aneh. Banyak sekali pantangan yang harus di patuhi.
Memang, sedari datang ke desa ini, aku merasa ada hal aneh dan berbau mistis. Orang-orang di sini sangat jarang keluar setelah magrib. Semua tampak sepi dan lengang.
Tak sama seperti kota ku yang 24 jam selalu ramai. Di sini sangat jauh berbeda.
Padahal desa yang ku tempati amatlah asri. Pepohonan tinggi menjulang dan banyak hutan serta sungai. Hewan-hewan ternak dan burung-burung masih sangat gampang di temui. Sawah pun tak jauh dari tempatku tinggal saat ini.
Rasa keingintahuanku amatlah besar. Sebagai mantan penjelajah dan juga pemburu dunia gaib, aku hampir tak mengenal rasa takut. Jiwa petualang dan keras kepalaku bisa tertutup dengan wajah manis dan sifat kalemku, menurut orang-orang dekatku.
Sedari kecil, aku sudah mengikuti banyak olahraga beladiri. Aku suka berkelahi sedari SD. Teman-temanku dulu menjulukiku tomboy.
Namun, semua itu perlahan berubah ketika aku sadar jika kodratku sebagai perempuan harus lebih kalem dan manis. Setelah selesai sekolah SMA aku pun mulai menata diri.
Seiring berjalannya waktu,sikap keras kepala dan jiwa petualangku tak bisa di hilangkan. Hingga saat ini. Rasanya ingin sekali berpetualang kembali. Menyusuri sungai dan masuk kehutan atau sekedar berjalan-jalan di pinggir sawah.
Tiba-tiba aku teringat Mas Yusuf. Ke mana saja suamiku ini. Sedari tadi ku suruh menutup pintu, tapi tak jua masuk ke dalam kamar. Dengan sedikit kesal aku beranjak dari ranjang dan keluar dari kamar mencari Mas Yusuf.
Kulihat lelaki itu sedang berdiri terpaku di depan pintu seolah melihat sesuatu yang mengerikan. Matanya lurus ke depan tak berkedip sedikitpun.
"Mas, ngapain sih di situ. Lelet banget! cepatan pintunya di tutup!" ucapku dengan sedikit menggerutu. Jujur aku kesal dengan sifat suamiku yang terkadang lelet dan kurang gesit.
Mas Yusuf hanya melihatku sekilas tanpa sedikit pun menyahut. Setelah menutup pintu ia pergi ke toilet dan akupun kembali masuk ke dalam kamar.
Kakiku tiba-tiba bergetar hebat begitu ku lihat di luar jendela sesuatu berbentuk seperti bola api hendak mendekati kamarku. Walaupun aku sudah terbiasa melihat hal gaib, tapi ini auranya sangat berbeda.
Ruangan tempatku berdiri terasa sangat dingin. Suaraku rasa tercekat di kerongkongan. Tubuhku gemetar hebat. Untuk pertama kalinya di lima tahun terakhir, aku bisa sedekat ini dengan makhluk tak kasat mata.
Napasku menderu hebat. Aku tak ingin kalah dengan rasa takut. Bukankah aku seorang wanita yang pemberani?
Energi positif tiba-tiba hadir di pikiranku . Aku mulai mengatur napas. "Aku tak takut," lirihku.
"To-- Tolongggg!" akhirnya aku bisa mengeluarkan suara sebelum bola api itu semakin mendekat ke jendela kamarku.
"Mas--Mas Yusuf, tolong!" pekikku sembari menutup mata dengan kedua tangan.
Bukkkkk!
Suara seperti orang terjatuh membuat ku tersentak. Perlahan kubuka mata dan makhluk itu sudah hilang entah kemana
Dengan segera kulangkahkan kaki keluar kamar membiarkan jendela kamar yang belum tertutup hordennya.
"Astagfirullah, Mas Yusuf," pekikku .
Jantungku seolah berhenti berdetak melihat suamiku yang telah terbaring lemah tak jauh dari toilet . Lantai nya sedikit basah mungkin karena itulah Mas Yusuf terpeleset.
Ku gapai gawai yang sedari tadi masih berada di kantong bajuku. Segera ku telpon bi Inah untuk meminta bantuan. Airmataku tak berhenti berderai , takut suamiku kenapa-napa.
Beruntung bi Inah segera datang beserta keluarganya. Kami akhirnya bisa membawa Mas Yusuf kerumah sakit di temani dengan bi Inah dan keluarganya.
"Nya, apa ada yang tidak beres , Nya? bibi tadi sempat mencium bau seperti daun terbakar. Apa ada yang bakar sampah malam-malam?" selidik bi Inah sewaktu kami dalam perjalanan menuju rumah sakit. Mobil dikendarai keponakan bi Inah .
"Iya, Bi. Tadi aku sempat melihat bola api ingin mendekatiku, aku teriak. Mungkin karena itu Mas Yusuf tergesa ingin menolongku dan ia akhirnya terpeleset ," paparku sembari menangis terisak.
Bi Inah terdiam sejenak. Ia kemudian menatapku tajam seolah memberi peringatan tegas.
"Nyonya sudah di tandai. Berhati-hatilah, itu kuyang yang sedang mengintai Nyonya ," ucapnya.
"Kuyang?"
Ckittttttt!
Belum sempat bertanya apa itu kuyang, mobil sudah berhenti di depan rumah sakit. Terpaksa kami menunda pembicaraan. Kami lebih fokus untuk memberi pertolongan kepada Mas Yusuf.
Mas Yusuf segera di bawa perawat dan aku menunggu di luar ruangan. Bi Inah masih setia mendampingiku.
Setelah mendapat laporan dokter, Mas Yusuf di bawa ke ruangan. Akupun akhirnya tidur di sampingnya. Walaupun tidur dengan posisi terduduk aku tak ingin jauh darinya.
***
Aku begitu terpukul ketika suamiku menyebut mantan istrinya kala pertama kali matanya terbuka dan ia mulai sadar.
Bagaimana bisa ia mengingat wanita yang sudah tiada? aku ini siapa?
Belum sempat aku meminta penjelasan lagi-lagi ia mengeluh sakit kepala dan membuatku iba. Setelah di suntik ia pun tertidur kembali menyisakan tanya di hatiku.
***
Selama setahun menjalin hubungan dengannya,tak sekali pun ia menyebut nama Arini di hadapanku . Ibu mertuaku pun tak pernah mengungkit dan bercerita lebih jauh tentang Arini. Yang aku tahu ia cuma mantan istri Mas Yusuf dan sudah lama meninggal .
Mas Yusuf pun mengaku jika ia lupa ingatan. Ia pun tak tau secara detail siapa itu Arini, mantan istrinya . Dan hari ini? mungkinkah Mas Yusuf sudah ingat semuanya?
***
Disaat Mas Yusuf sadar untuk kedua kalinya ,barulah ia mengingatku . Aku memeluknya erat takut untuk kehilangannya .
Betapa terkejutnya aku , Mas Yusuf bercerita panjang lebar siapa itu Arini dan kenangan kelam bersamanya. Itu sebabnya orang tua Mas Yusuf melarang keras kami untuk pindah kesini.
Darahku berdesir hebat ketika Mas Yusuf mengajakku segera pindah. Tak mungkin kami harus pergi dari kota ini. Sedangkan Mas Yusuf punya tanggung jawab penuh di sini. Aku pun tak ingin Mas Yusuf melepaskan jabatannya saat ini .
Jiwaku menolak untuk kalah. Jika pergi pun saat ini, pasti suatu saat akan bertemu kembali . Aku seolah tertantang untuk menang. Aku yakin aku bisa mengalahkannya .
Dengan dada terbusung ke depan ku katakan dengan mantap jika aku tak takut dan ingin melawannya. Peperangan ini harus segera di akhiri. Dan aku akan mendampingi Mas Yusuf sampai akhir. Kuyang, tunggu pembalasan ku nanti .