part 13

1K 70 3
                                    

Bismillah 

          "TEROR KUYANG"

# part_5

#by: Ratna Dewi Lestari.

 Pov: Wingsih, ibu Arini.

     Sore yang teduh. Langit berwarna jingga. Angin semilir menerpa wajah senduku. Airmata ku tak henti mengalir, walaupun sudah lima tahun Arini pergi meninggalkanku selamanya.

   Namun, ada yang berbeda dengan sore ini. Angin semilir membawa bau yang sangat aku hafal. Bau tubuh Yusuf, menantu biadab yang telah menewaskan Arini, anak perempuanku satu-satunya.

   Jantungku berdegup kencang. Ku hirup udara sebanyak-banyaknya. Ya, bau tubuh Yusuf tercium sangat dekat. Berarti ia tak jauh dari kediamanku.

     Senyum tersungging di wajahku yang mulai keriput. Semenjak kematian Arini, aku sudah sangat jarang berburu dan menghisap darah. Aku tak semangat lagi menjalani hidup. Memangsapun itu sangat terpaksa. Akibat dari tuntutan ilmu hitam yang di turunkan dari nenekku dahulu.

     Aku terpaksa menerima ilmu keturunan ini yang sebenarnya sangat menyiksa jiwa dan ragaku. Nenek kala itu harus hidup dalam ketersiksaan karena ilmu kuyang yang di milikinya. Setelah berbulan-bulan sakit keras, hingga badan tinggal tulang, sulit bernafas dan tak bisa makan, tapi tubuhnya tetap bugar.

    Kini, akulah penerus ilmu kuyang dari keluargaku. Harapanku jika Arini bisa mewarisinya kini tinggal kenangan belaka. Semua gara-gara Yusuf sialan yang sudah membalikkan tubuh Arini kala itu. Salah satu pantangan yang membuat nyawa melayang.

   Dengan lemah aku beranjak dari dudukku dan melangkah keluar rumah. Ku tatap suamiku yang asik bercengkrama dengan ayam-ayam peliharaannya. Semenjak Arini tiada, suamiku sangat berubah. Ia jarang berbicara. Anak bungsuku pun di bawanya pindah ke pesantren luar kota. Jauh dari jangkauanku.

    Perlahan kudekati suamiku. Ia hanya diam melihatku berdiri di samping nya. Pandangan nya tetap tertuju pada ayam-ayam peliharaannya.

    "Aku mencium bau Yusuf di sekitar kita, kurasa ia telah kembali datang mengantar nyawanya untuk kita," ujarku dengan senyum terulas lebar.

     Suamiku tertegun. Ia lalu berdiri dan menatap tajam ke arahku seraya berkata," maksudmu apa? biarkan ia hidup tenang. Ia bukan lagi menantu kita!" semburat kemarahan memancar di wajahnya yang mulai mengeriput.

    " Ia memang bukan menantu kita lagi, tapi ia yang membunuh Arini! aku akan menuntut balas! Ia harus membayar semua perbuatannya pada kita!" ucapku geram. Tak terasa airmata mulai membanjiri pipiku saat ini.

    "Yusuf tak salah! ia hanya membela diri. Perbuatan kalian yang harus di akhiri! kau yang kejam, Wingsih!" bentak suamiku. Mata nya merah menahan marah.

     "Maksudmu, apa? kau sudah tau semua rahasiaku , hah?" cecarku.

     "Ya, aku tau kau kuyang, begitu juga Arini, anak kita. Tapi aku tak bisa melawan. Rasa takutku membuatku tunduk padamu. Tapi tidak kini, Wingsih. Aku sudah muak dengan semua yang kau lakukan! kau seperti iblis!" ucap suamiku. Kata-katanya sungguh membuatku sakit hati. Ingin rasanya ku bunuh dan ku hisap darahnya. Namun, teringat pada anak bungsuku , aku memilih sabar dan mendiamkannya.

      Aku tak ingin banyak pikiran. Saat ini yang kuinginkan hanya menuntut balas. Ya, balas dendam. Yusuf, kau harus mati di tanganku.

***

      Malam itu bulan bersinar sangat terang. Wangi tubuh Yusuf tiba-tiba hadir mengganggu indra penciumanku. Ya, sebagai kuyang aku memang bisa mencium bau mangsa hingga berkilo-kilo meter jauhnya.

    Tak menunggu lama, aku pun menunggu ke datangannya di balik pohon. Setelah ritual pelepasan kepala dan usus dengan tubuhku yang dibiarkan terbaring di semak-semak tak jauh dari jalan. Sengaja ku cari tempat yang tersembunyi dan kurasa aman agar tubuhku tak di temukan orang. Bisa bahaya. Apalagi jika tubuh ku di masukkan beling atau sebangsanya . Bisa tamat riwayatku nantinya.

    "Hmmmmmm ku rasa bau Yusuf semakin mendekat, mmmm ...., tunggu bau apalagi ini? calon bayi! ah, Yusuf membawa istri dan calon anaknya juga! beruntungnya aku," ucapku girang ketika dari jauh kulihat sebuah mobil berwarna hitam mulai mendekat.

    Aku segera bersembunyi di balik pepohonan akasia yang terkenal rimbun untuk menutupi ususku yang terburai. Menjijikkan memang. Tapi, apa mau di kata. Inilah aku yang sesungguhnya.

      Brummmmm !

      Mobil mendekat dan sengaja aku menabrakkan diri agar Yusuf terpaksa berhenti dan balas dendamku terpenuhi. Air liurku terasa menetes mencium bau darah wanita hamil dan bayi yang di kandungnya. Itu pasti sangat nikmat.

       Ckitttttt!

      Mobil berhenti dan akupun kembali melesat pergi ke arah rerimbunan pohon tak jauh dari mereka.

     Tak lama Yusuf pun keluar. Aku tak ingin gegabah . Sengaja ku perhatikan Yusuf dan menunggu waktu yang tepat.

      Yusuf tak banyak berubah. Darahku berdesir melihatnya. Ingin sekali segera kumangsa. Begitu ku ingin mendekat , tiba-tiba ...

     Dari arah jalan setapak kulihat segerombolan bapak-bapak sedang patroli membawa senter di tangan. Mereka seperti mencari sesuatu.

     "Ah, sial! mereka pasti mencariku!" sungutku kesal. Tak mau cari mati akhirnya aku terbang menjauh ke dalam semak untuk bersembunyi. 

    Penduduk asli tentunya sudah hafal bagaimana cara berhadapan denganku. Dan aku pasti akan kalah.

     Setelah kurasa keadaan aman, mobil ku dengar menderu. Secepat kilat ku ikuti mobil Yusuf yang ternyata berputar balik. 

    Dengan senyum tersungging di wajahku , kuikuti mobil Yusuf, terbang tinggi di atas mobilnya tanpa ia tahu kehadiranku.

    Ketika ia berhenti di sebuah rumah yang lumayan bagus, aku sengaja betengger di pohon kelapa tak jauh dari rumahnya.

      Yusufpun sempat melihatku yang sudah menjadi seperti bola api. Aku sengaja menerornya dalam bentuk yang berbeda. Namun, sial. Tak lama ia menutup pintu seolah acuh dengan kehadiranku.

     Aku sengaja mengelilingi rumahnya dan berputar di dekat jendela kamarnya yang belum tertutup horden . Begitu kulihat istrinya memasuki kamar, sengaja aku ingin mendekat . Wanita itu sempat teriak. Teriakannya begitu kencang membuatku ragu untuk melanjutkan aksiku . Takut semua orang terbangun dan mengepungku . 

     Aku memilih pergi meninggalkan rumah Yusuf dan mencari tubuh ku . Biarkan malam ini Yusuf tau kehadiranku . Karena aku akan terus mengusik hidupnya sampai nyawanya melayang di tanganku. Begitupun juga istri dan calon anaknya akan kujadikan santapan.

"Huh, menyebalkan! gara-gara hal sepele, aku jadi gagal makan malam di luar!" sungutku ketika masuk ke dalam kamar. 

    "Sebenarnya kuyang itu apa?" pikirku. Ku rebahkan paksa tubuhku ke ranjang. Lupa kalau sedang mengandung. Perlahan ku elus si utun di dalam perut. "Maafkan mama, ya Nak," lirihku.

    Semenjak datang ke kota ini, orang-orang yang bertemu denganku selalu mewanti-wanti untuk menjaga diri, termasuk Mas Yusuf dan juga bi Inah. Bi Imah orang yang paling cerewet kepadaku. 

    Ia selalu menganggapku seperti anak kecil. Tidak boleh masak, mencuci, dan yang lebih membuatku geram yaitu aku dilarang keras pergi sendiri walaupun siang hari.

     Berlebihan sekali, bukan? aku yang terbiasa bekerja sendiri, masak,mencuci dan pergi ke mana-mana seorang diri menjadi bosan dan uring-uringan.

    Itulah kenapa malam ini aku memaksa Mas Yusuf untuk makan malam dan jalan-jalan. Suntuk di rumah. Baru seminggu tinggal di sini berasa setahun karena di kurung terus.Aku...

isteriku kuyangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang