10. Pesona yang Aneh

42 9 1
                                    

Jogja City Mall tampak megah, ditopang oleh pilar-pilar raksasa. Sepulang sekolah, Aya terdampar di sini bersama Ning Amelia dan tentu saja, diantar oleh Kahfi yang selalu setia pada Kiai Ali dan sekeluarga.

Awalnya, Ning Amelia mau beli bahan baju di Toko Tekstil Niagara. Lalu, ia merasa perlu berjalan-jalan sebentar.

Aya jarang sekali memanfaatkan waktu libur untuk bepergian, sekalipun diajak. Akhirnya, hari ini, mereka akan berkeliling mall besar yang ada di Jalan Magelang, KM 6, Sleman.

Bangunan yang didominasi warna abu-abu dengan sentuhan warna putih begitu asing di mata Aya.

Ia sedikit takut untuk masuk ke sana. Kalau ada seseorang mengenalinya sebagai putri dari teroris, pastilah akan dituduh membawa bom.

Makanya, saat Ning Amelia berjalan masuk dengan riang, Aya berjalan pelan seraya menundukkan kepala.

"Aya, cepat sedikit jalannya!" panggil Ning Amelia tak sabar.

Yang dipanggil mendongak sedikit, lalu mempercepat langkah.

"Kamu kenapa jalan sambil nunduk? Nanti kalau kesandung, kaki kamu bisa luka," ucap Ning Amelia seraya menggandeng lengan Aya.

"Gak apa-apa, saya nunduk buat lihat jalan," jawab Aya cepat.

"Apa? Jangan cepat-cepat ngomongnya. Ini di tempat ramai. Saya ndak dengar."

"Saya nunduk buat lihat jalan."

"Oh, begitu. Eh, nanti kamu mau beli apa? Saya mau cari tas sama beberapa seprai tempahan. Ada beberapa teman saya mau menikah. Bagus ndak, kalau seprai tempahan jadi kado?"

"Bagus."

"Terus, apa lagi, ya? Jilbab kamu juga kurang banyak. Masa hanya ada tiga potong saja. Hitam, cokelat sama putih. Nanti saya belikan, ya? Kamu tinggal tunjuk saja."

"Gak usah, Ning."

"Harus mau. Kamu jalannya yang cepat, dong. Saya capek nyeretnya. Jangan nunduk juga!"

"Iya."

Kahfi berjalan paling depan guna menghindari masalah. Ia teringat pada kisah Nabi Musa yang membantu dua perempuan saat mereka berselisih dengan segerombolan pria di sumur.

Ketika diminta singgah di rumah, Nabi Musa menyetujui. Lalu, beliau berjalan di depan, untuk menghormati dua perempuan tersebut.

Walau berjarak beberapa meter dari Ning Amelia dan Aya, Kahfi tetap mendengar suara mereka. Ia paham betul alasan Aya memperlambat langkahnya.

Pastilah gadis itu merasa tak nyaman. Ini pertama kalinya bagi Aya, bepergian ke luar pesantren setelah dua tahun lamanya.

"Masyaallah, ternyata di dalamnya sangat bagus," gumam Ning Amelia memuji isi dalam Jogja City Mall.

Mereka naik eskalator dan mencari butik terbaik. Ning Amelia hendak memanjakan Aya. Sebagai sopir alias penjaga, Kahfi iya-iya saja.

Ketika menemukan butik bagus dengan potongan harga besar-besaran, Ning Amelia melesat dengan kecepatan tinggi. Matanya tampak berbinar-binar. Sebelum memilih, ia menyempatkan diri untuk berdoa.

"Ya Allah, semoga ndak ada keriyaan, apa lagi sifat mencintai dunia dengan berlebihan dalam diriku. Ini buat Aya, Ya Allah. Hadiah untuk gadis malang yang sedang bertarung melawan lelah saat menghadapi ujian!" gumamnya serius.

Sejurus kemudian, Aya sudah pusing dibuatnya. Ning Amelia terus memilih banyak jilbab dan baju. Lalu, ia menyuruh Aya mencoba satu-satu di ruang ganti.

Semangat Ning Amelia membara sekali. Sampai-sampai, delikan kesal Aya tak dihiraukan olehnya. Baju-baju Aya hanya sedikit. Itu pun kebanyakan baju-baju lama pemberian dari Ning Amelia.

I'm Not Terrorist [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang