Ya rabbi shalli 'alaa Muhammad, Yaarobbi shalli 'alaihi wasallim
Ya rabbi balighul wasiilah, yaa rabbi khush shahu bil fadhiilah
Ya rabbi wardha a'nishshahaabah, ya rabbi wardha a'nissulalah
Ya rabbi wardha a'nilmasyaayikh, ya rabbi farham waalidiinaa
Ya rabbi warhamnaa jamii'aa, yaa rabbi warhamkulla muslimShalawat barzanji yang dibawakan oleh santri-santri Ibtida putra dalam rangka menyambut pembukaan acara lomba menjelang hari Maulid Nabi Muhammad, menambah euforia warga pesantren dan para undangan yang hadir.
Para santri putra duduk dengan tertib di barisan depan. Di belakang tabir, berupa pagar besi memanjang, santri putri tampak berbisik-bisik riang. Mereka diam-diam melirik santri putra atau ustaz tampan incarannya.
Ketika tatapan mata saling bertemu, tak jarang ada yang tersenyum malu-malu. Ada juga yang terpekik lirih sembari mengusap-usap wajah. Takut bedaknya cemong, celak tak beraturan, atau ada belek lupa dibersihkan.
Intinya, semua tengah berbahagia di momen istimewa yang diadakan setahun sekali itu. Jarang-jarang mereka bisa berada dalam satu tempat, tanpa disekat kain seperti malam ini.
Tema pakaian yang diusung Pesantren Tetirah Zikir kali ini adalah putih suci. Jadi, semua santri dan santriwati memakai pakaian putih. Mau pakai baju putih, rok bunga-bunga, dan jilbab kuning pun boleh, asal ada putihnya.
Para santri kompak mengenakan koko putih dipadu sarung premium biru, sedangkan para santriwati memilih menggunakan jilbab kurung putih dan memakai rok hitam. Khusus malam ini dan malam acara Maulid, tidak boleh memakai sarung.
Baju para santriwati tampak warna warni seperti meises. Biasanya, baju perempuan memang banyak, biar bisa berganti-ganti model, tapi harganya murah.
Kalau pakaian laki-laki cenderung sedikit, tapi harganya selangit. Perbedaan yang cukup signifikan tersebut memang sering terjadi di pesantren.
Laki-laki tidak peduli pada model baju dan sarung. Asal suka, akan dipakai sampai lusuh. Toh, pakaian dengan harga mahal akan awet, yang penting dijaga saja agar tidak tersangkut kawat berduri.
Aya datang saat santri Ibtida hampir selesai dengan pertunjukannya. Tubuh mungilnya tampak cantik dibalut kaus kedodoran warna hitam, rok semi jeans warna biru tua, dan jilbab kurung berwarna putih.
Matanya menatap ke sana ke mari, mencari tempat duduk kosong. Namun, sepertinya penuh. Seharusnya, ia datang bersama Ning Amelia. Namun, putri sang kiai itu sangat bergembira, hingga berangkat seorang diri.
"Eh, ada anak teroris dan juga pengkhianat di sini!"
Suara itu mengusik ketenangan Aya. Duo Serigala sedang berdiri angkuh sembari berkipas-kipas ria.
"Ngapain, sih? Merusak pemandangan saja. Mentang-mentang diangkat jadi khadimah Ning Amelia, bukan berarti kamu bisa seenaknya berkeliaran di mana-mana. Atau jangan-jangan kamu bawa bom, ya?" tuding Bunga tanpa perasaan. "Oh, atau kamu mau lihat Kang Kahfi? Memang, ya, anak dari orang jahat itu susah dikasih tahu. Dasar kegatelan!"
Aya berusaha tidak peduli pada ocehan Bunga. Ia membiarkan Bunga berceloteh tanpa menanggapinya. Ia pura-pura tak mengetahui ada orang. Kalau ditanggapi, akan panjang masalahnya. Bisa-bisa, gara-gara Aya, acara malam ini jadi terkendala atau terhenti seketika.
Matanya tetap fokus mencari letak bangku kosong yang bisa didudukinya. Sebentar lagi acara lomba akan dimulai. Tak enak kalau ada santriwati berkeliaran, sedangkan di depan sana, santri Ibtida bershalawat ria.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not Terrorist [Tamat]
ChickLitTELAH TERBIT DI PENERBIT LOVRINZ "Jangan mendekat! Ada bom di sini! Tolong, suruh orang-orang menjauh!" Tiga puluh lima detik lagi. Aya sudah menyerah. Mustahil belitan tali tas itu bisa terlepas. Ia akhirnya memilih duduk sembari memejamkan mata...