8

761 122 43
                                    

Daisy

Mimpi buruk ini terus dan terus menjadi lebih buruk. Aku tahu menangis dan merajuk tidak akan membuat kenyataan hidupku menjadi lebih baik. Aidan telah mundur ke sudutnya sendiri sejak aku meringkuk ke dalam diriku. Otakku mengerti bahwa Aidan tidak akan menyakitiku jika dia bisa mencegahnya tapi aku tidak bisa menghentikan reaksiku.

"Maafkan aku," ucapku dengan suara kecil, aku tidak berpikir dia bisa mendengarku. Aku tidak berharap dia bisa mendengarku.

Untuk waktu yang sepertinya berlangsung selamanya hanya ada napas pendekku yang memecah keheningan. Aku takut untuk mengangkat kepalaku, aku takut untuk menghadapinya lagi. Aku berharap semua bisa menghilang, aku berharap aku bisa lenyap menjadi tidak ada. Tapi harapan hanya itu—harapan. Itu tidak bisa menjadi nyata begitu saja.

"Jangan meminta maaf," ucap Aidan, suaranya terdengar sangat keras di antara keheningan kami.

Aku menelan ludah. Perlahan aku mengangkat kepalaku, dan bertemu dengan tatapannya yang tajam. Sebelumnya aku tidak memperhatikan warna keemasan di sekitar irisnya yang gelap. Hitam seperti arang dengan tepi emas yang bersinar. Itu adalah mata terindah yang pernah aku lihat. Itu bukan mata iblis seperti setiap ciri tubuhnya yang lain. Itu bertentangan dengan sepasang tanduk kecil dan ekor berduri serta kulitnya yang merah seolah dilahirkan dari lubang terdalam neraka. Matanya harus berasal dari dunia yang benar-benar lain.

"Aku bereaksi berlebihan. Aku tidak bisa menyalahkanmu untuk apa yang mereka paksakan padamu."

"Itu masih tidak membenarkan apa yang harus aku lakukan," jawab Aidan. Ada kemarahan pahit yang memancar darinya, aku bisa merasakannya seolah itu adalah benda padat. Bisa diraba dan rasakan.

"Bagaimana kamu bisa berakhir di sini? Aku mengerti mereka ingin mencoba membiakkan jenismu," aku meringis pada kata-kata yang aku gunakan, "maaf, tidak bermaksud kasar."

"Tidak apa-apa," dia tersenyum kecil padaku, bahkan setelah reaksi histerisku dia masih mencoba membuatku merasa lebih nyaman, "bagaimana aku berakhir di tempat seperti ini, itu ... rumit."

"Apakah orang-orangmu yang menyerahkanmu pada Stroveix?"

Kepalanya tercambuk ke arahku dan dia menyipitkan matanya, jelas sekali dia tidak menerima pemikiran itu dengan baik. "Orang-orangku tidak akan pernah melakukan itu."

"Baik," jawabku dengan nada yang tidak yakin. Itu membuatnya mendengus dengan frustasi.

"Aku bodoh, ceroboh, dan tidak kompeten. Begitulah caraku berakhir di sini." Ketika aku masih menatapnya dengan pandangan meragukan dia menggerakkan giginya. "Varin menghargai setiap kehidupan. Kami tidak akan pernah secara sukarela menyerahkan makhluk hidup ke lubang busuk ini!"

"Bahkan jika itu berarti melestarikan jenismu? Aidan, aku melihatmu bertarung, aku melihat betapa mudahnya kamu merobek sayap alien yang mencoba mendatangiku. Bagaimana mereka bisa mendapatkanmu?"

"Aku ditipu."

Aku menunggu menit lain dalam keheningan tapi dia tidak mengatakan apa-apa lagi. Ketika aku berdiri dia melacak gerakkanku seolah aku binatang buas, seolah dia mengharapkan teriakan lain, tapi aku hanya pindah untuk duduk di sampingnya.

Sel kami benar-benar sunyi tanpa suara kami yang dipertukarkan, dan jika aku jujur aku agak menikmatinya. Kami tidak saling mengenal. Kami tidak tahu apa-apa tentang satu sama lain. Namun kami bisa mengerti bagaimana perasaan dari yang lain. Aku masih khawatir tentang apa yang harus kami lakukan, tapi jika itu bukan Aidan aku yakin alien kadal akan melemparkanku ke sel alien lain. Satu-satunya yang perlu aku fokuskan adalah bertahan hidup.

"Tempat ini sangat dingin." Aku menggosok lenganku, berharap mendapatkan sedikit kehangatan melawan dinding logam yang membekukan.

"Di Turia hangat sepanjang waktu."

"Turia? Apakah itu dari mana kamu berasal?"

Dia mengangguk, senyuman tipis yang lain menggerakkan bibirnya. Aidan tidak akan menjadi tampan dalam artian manusia. Namun senyumnya, sesuatu tentang senyumnya membuatku ingin tersenyum juga. Tidak ada yang baik dari situasiku saat ini. Diculik dan dipaksa untuk menjadi semacam percobaan pembiakan bayi alien terdengar persis seperti mimpi terburuk alam semesta tapi itu bisa saja lebih buruk.

"Bumi juga bukan tempat yang dingin meski di beberapa daerah memiliki musim salju. Aku tidak terlalu menyukai saat-saat itu. Semua warna putih dan dingin itu mengingatkanku kalau aku sendirian. Aku tidak punya siapa-siapa."

"Apa itu musim salju?"

"Itu saat di mana butiran-butiran es ditumpahkan dari langit. Semua es itu melapisi permukaan pohon, jalan, rumah segalanya hingga yamg bisa kamu lihat adalah warna putih tanpa akhir. Ada juga Natal, itu seharusnya menjadi saat kamu berkumpul bersama keluarga. Menghias pohon dengan lampu dan lonceng serta pernah-pernik yang berkilauan, berkumpul di perapian sambil minum sampanye terbaik, menonton film. Semua itu hanya menjadi alasan lain kenapa aku membencinya. Aku tidak punya siapa-siapa untuk merayakannya."

Yang mengejutkan, Aidan meletakkan telapak tangannya di atas milikku. Kulitnya panas seperti tungku perapian, seolah dia punya api pribadi di dalam dirinya yang selalu menyala.

"Aku tidak tahu apa itu Natal, dan tidak mengerti kenapa jenismu menghias pohon dengan lampu dan lonceng. Tapi jika kita pernah keluar dari lubung busuk ini dan kita masih bersama, aku akan melakukan semua hal yang kamu katakan tentang Natal ini. Kita akan merayakan hal Natal ini. Aku bersumpah Daisy."

Senyuman mengangkat sudut bibirku saat mataku menjadi lembab. "Mungkin bercinta denganmu tidak akan seburuk itu."

"Bercinta?" Dia menatapku dengan kebingungan yang hanya membuatku terkikik.

Jesus! Aku tidak percaya aku mampu terkikik saat nasibku mungkin bergantung pada keberhasilan pembuahan sel telurku. Atau mungkin aku hanya mulai gila.

"Itu adalah bagaimana kita membuat bayi."

"Maksudmu kawin?"

Aku tersedak dan tidak mampu menutupi merah di pipiku. "Ya itu."

"Aku tidak pernah ingin memaksamu." Dia terlihat benar-benar hancur. Mungkin itu sama buruknya untuknya sama seperti itu untukku. Mungkin baginya aku mengerikan. Untuk semua yang aku tahu kami sama-sama dipaksa ke dalam pelecehan ini. Dan itu membuat senyumku mencair. Tidak ada dari kami yang pantas untuk mendapatkan nasib seperti ini.

"Aku tahu, Aidan." Jawabanku sama sekali tidak mengurangi rasa bersalah di wajahnya.

"Aku akan mencari cara untuk menghentikan ini."

Aku mengangguk meski aku tidak mengatakan apa pun. Satu-satunya cara untuk menghindarinya adalah keluar dari sini tapi aku ragu itu akan terjadi dalam waktu dekat. Aku bahkan terkejut alien kadal itu belum menerobos ke sel kami dan mulai menuntutku untuk melebarkan kaki sehingga Aidan bisa menanam benihnya di rahimku. Hanya memikirkannya membuatku bergidik.

***

Bagaimana kabar kalian? Masih ada yang menunggu cerita ini? Aku ingin mengadakan sedikit vote untuk melanjutkan cerita itu jadi mohon bantuannya!

1. Apakah kalian tertarik untuk membaca menage romance? Di mana Daisy akan memiliki lebih dari satu jantan alien panas yang mencintainya.

Atau

2. Kalian terlalu mencintai Aidan sehingga membagi Daisy dengan alien Alpha lain akan menjadi kejahatan.

Tolong katakan mana yang akan membuat kalian lebih tertarik! Omong-omong aku juga sangat tertarik untuk menulis Reverse Harem tapi mungkin itu untuk buku lain.

Baik semoga kalian menikmatinya, aku berjanji plot akan menjadi lebih cepat setelah chapter ini, semoga aku bisa segera menulisnya.

Saved By AlienTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang