12

947 124 25
                                    

Daisy

Rasa takut adalah hewan buas yang menggeliat di dasar perutku. Mencakar dagingku dari dalam untuk merangkak keluar dalam kekacauan berdarah. Aku hanya makan beberapa potong buah dan sekarang aku tidak yakin bisa menahan makananku tetap di perutku. Aku ingin muntah.

Satu-satunya hal yang masih menambatkan diriku pada kenyataan ini adalah pegangan mantap jari Aidan di pinggangku. Mereka terasa hangat bahkan melalui kain tipis yang aku kenakan. Seperti sebuah jangkar. Tambatan yang menahanku agar tidak ditarik ke dalam cakar rasa takut. Menelanku ke jurang yang aku tidak bisa merangkak keluar. Pengingat tenang bahwa dia ada di sana, dan dia bersamaku.

Aidan bergeser di bawahku, mencondongkan tubuhnya ke depan sehingga bibirnya tepat di telingaku. Aku merasakan napasnya di kulit sensitifku, dan terlepas dari rasa takutku, tubuhku bersenandung pada kedekatannya. Menggigil melalui tulangku, kali ini karena alasan yang sama sekali lain. Bukan rasa takut atau kedinginan tapi pada begitu banyak kemungkinan yang bisa dia lakukan dengan mulutnya. Jesus aku pasti sudah gila.

"Aku tidak berpikir bisa makan lebih banyak," ucapku, perlu mengatakan sesuatu. Perlu keluar dari kebekuan sejak Feral meninggalkan meja kami. Aku perlu menemukan sesuatu untuk menarikku kembali tegak. Sebuah tujuan. Sebuah rencana. Itulah yang aku butuhkan.

"Aku berharap bisa menjanjikan keselamatanmu. Berharap bisa membuat janji untuk menjauhkanmu dari—" ucap Aidan begitu pelan di telingaku, bibirnya menyikat cangkang telingaku. Menggoda dengan hasrat yang seharusnya tidak aku rasakan di saat seperti ini, tapi mustahil untuk menyangkalnya.

Aku memiringkan kepalaku ke belakang, dan apa pun yang dia lihat di mataku itu membuat mata gelapnya berubah lebih gelap. Hitam tak berujung yang mungkin akan menyedotku untuk tersesat ke dalamnya. Apa pun yang dia lihat di wajahku itu membuatnya menghentikan kata-kata di bibirnya. Membuatnya menarik napas cepat sebelum melepaskannya dengan terburu-buru.

"Jangan," ucapku, sebuah permohonan. Sebuah perintah. "Aku tidak ingin kamu menjanjikan apa pun untukku Aidan. Aku hanya perlu kamu bersamaku. Kita akan melewati ini bersama. Kita akan mencari tahu, seperti yang sudah aku katakan sebelumnya."

Aku tidak berani mengangkat suaraku, tidak berani mengambil risiko orang lain untuk mendengar. Jadi aku menekan wajahku ke wajahnya. Pipiku di pipinya sehingga bibirku cukup dekat ke telinganya. "Maukah kamu mengambil risiko itu? Maukah kamu mempercayai Feral? Untuk melihat apakah rencana ini mungkin bekerja?"

Untuk sesaat aku takut dia akan menolak. Aku baru mengenalnya selama beberapa jam sekarang tapi pikiran dia tidak berada di pihakku membuatku panik. Ada sesuatu tentang Aidan yang membuatku lebih percaya diri. Mungkin itu aura mematikan di sekitarnya, atau itu bisa jadi ototnya yang mengancam. Aku tidak tahu apa itu, tapi keberadaannya saja terasa seperti balsem yang menenangkan.

"Aku tidak melihat ada cara untuk membujukmu," jawabnya, entah bagaimana membuat itu terdengar pasrah dan bertekad di saat bersamaan.

Sudut mulutku sedikit terangkat untuk tersenyum padanya, dan aku sangat ingin menciumnya tepat di mulutnya. Untuk mencari tahu akan seperti apa rasanya. Bagaimana dia akan bereaksi dengan ciuman seperti itu. Apakah dia akan kejam dan menuntut saat menghancurkan bibirnya ke bibirku. Atau dia akan lembut dan manis, menjelajah dengan kesabaran yang akan membuatku memohon untuk lebih? Sebagai gantinya aku mendorong kedua gambar itu menjauh dari kepalaku dan malah menekan bibirku ke pipinya. Pada kulit merah hangat yang terasa lebih halus dari yang aku bayangkan.

Aku menarik bibirku setelah itu, menjentikkan lidahku pada sisa rasa garam dan musky yang menempel di bibirku. Dia terasa seperti dosa itu sendiri, jika aku harus tidur dengan Alien aku tidak mungkin menemukan yang lebih baik dari Aidan. Tatapanku terangkat detik itu dan menggigil lain bergetar melalui tulangku.

Mata hitam yang sekarang dilingkari dengan warna emas cerah, menonjolkan kecemerlangan hingga tepi emas itu hampir terlihat bercahaya. Ada kelaparan di dalamnya. Kelaparan yang dia kekang begitu erat saat satu lengannya bergeser di bawah lututku dan yang lain di punggungku. Mengangkatku begitu mudah dengan otot yang membangunnya. Aku tidak berani mengalihkan pandangan dari wajahnya untuk melihat ke sekitar kami. Pada wajah ingin tahu yang aku yakin sedang menatap. Aku mengerti tampilan klaim yang ingin dia pertahankan di depan publik tapi apakah itu benar-benar perlu? Dan apakah aku akan mengeluh? Ternyata aku tidak.

Meski aku juga tidak bisa mendorong rasa ingin tahuku yang sekarang tumbuh. Untuk apa tampilan itu? Mengapa diperlukan jika kami pada akhirnya akan terkurung kecuali di waktu-waktu tertentu? Itu tidak seperti mereka akan bisa menyerangku begitu saja.

Aidan tidak mengatakan apa-apa dan tidak ada Alien yang bergerak untuk menghentikannya. Begitu kami keluar dari ruangan aku mengendurkan cengkeraman lenganku di lehernya. Tidak pernah menyadari aku telah memeluknya selama ini.

"Ke mana kita pergi?" ucapku ketika menyadari dia tidak membawaku kembali ke arah sel kami.

Koridornya hampir tidak dapat dibedakan. Terbuat dari logam perak yang membosankan, dan tanpa apa pun untuk menandainya. Setidaknya lebih banyak waktu menjauh dari sel, aku tidak akan mengeluh.

"Membersihkan, lebih baik pergi sekarang dari pada di jam makan pertama. Kebanyakan akan berada di pancuran saat itu."

Aku masih tidak tahu apakah jam makan pertama berarti sarapan dan berarti pagi hari atau itu hanya bagaimana Stroveix mengacaukan kepala kami tentang waktu. Aku belum tinggal di sini cukup lama untuk mencari tahu rutinitasnya tapi aku senang memiliki Aidan di sisiku. Setidaknya aku tidak dibiarkan tanpa petunjuk sama sekali.

"Membersihkan seperti mandi dengan air dan sabun? Shampo?"

Dia mengangguk dan hanya memikirkan air yang membasuh kulitku membuatku tersenyum dengan penuh syukur. Aku berharap bisa menggosok kulitku. Gosok semua kotoran yang aku tidak tahu telah berapa lama ada di sana. Aku tidak berbau mengerikan, aku juga tidak merasa sangat kotor tapi setelah semua yang terjadi, aku pikir aku memang membutuhkan mandi. Aku membutuhkan sesuatu yang akrab seperti itu.

"Kecuali jika manusia memiliki cara lain? Aku mendengar ada beberapa spesies yang melakukan dengan cara berbeda. Tapi kebanyakan mandi sama saja sejauh yang aku tahu."

"Dan mandi Varin?" tanyaku penasaran, dan sedikit tergoda untuk bertanya apakah dia akan bergabung. Pikiranku yang bodoh ternyata telah memutuskan untuk menjadi sangat kotor. Jika pada akhirnya kami dipaksa bercinta, kami mungkin juga menikmatinya.

"Menjadi sangat penasaran bukan?" balasnya dan aku menemukan kilau kekanakan bermain di balik matanya sekarang. Ohh aku berharap bisa melihat lebih banyak Aidan ini. Mungkin nanti. Setelah kami berhasil keluar hidup-hidup.

Saved By AlienTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang