14

1.3K 123 33
                                    

WARNING!
TERDAPAT BEBERAPA ADEGAN SPICY 😉 JIKA KAMU TIDAK MENGINGINKAN ITU TOLONG LOMPATI BAB INI

Daisy

Seumur hidupku aku telah mendengar begitu banyak orang berbicara tentang seks. Betapa itu bisa menjadi sangat menyenangkan, bahkan beberapa berpikir itu ajaib. Bukan untukku, atau setidaknya aku tidak pernah merasa seperti itu.

"Glinc! Daisy," ucap Aidan saat mulutku membungkus ketebalannya. Aku tidak berpikir dia sadar saat tangannya mengepalkan rambutku. Mendorong kepalaku lebih dekat untuk mengambil lebih banyak panjangnya. Dia mendorong ke tenggorokanku, dan terlepas dari keinginanku untuk mengambil seluruh kekerasannya ke mulutku, aku tidak bisa. Aku tersedak, membuat Aidan menarik dirinya begitu cepat.

"Glinc, maafkan aku. Apakah aku menyakitimu? Aku seharusnya tidak membiarkan ini." Aidan berlutut di depanku, tangannya menangkup wajahku saat aku terengah-engah. Mataku setengah berkaca-kaca karena tersedak.

"Tidak apa-apa, aku baik-baik saja, Aidan. Mari kita perlambat. Biarkan aku menyesuaikan diri sebelum kamu menyodorkan begitu dalam," ucapku dengan senyum miring.

Aku pernah memberikan blow job sebelumnya, tapi aku tidak pernah menikmatinya. Tidak pernah menginginkannya. Bukan seperti ini, hampir lapar untuk merasakan benihnya tumpah di lidahku. Untuk menghirup aroma musk yang liar saat aku membuatnya gila karena kebutuhan. Itu bukan diriku yang normal tapi aku tidak bisa menyangkal diriku dari kebutuhan itu.

"Tidak mungkin. Aku hampir membuatmu mati kehabisan napas." Aidan memegangi wajahku, menyisir rambutku ke belakang saat dia melihatku dengan penuh perhatian. Kelembutan yang dia tunjukkan hampir membuatku menangis seperti bayi. Aku tidak ingat kapan terakhir kali seseorang peduli padaku seperti cara Aidan peduli.

"Kumohon Aidan, biarkan aku memimpin. Aku ingin melakukan ini." Kata-kataku tenang dan rendah, aku menyentuh tangannya yang masih memegangi pipiku.

"Kenapa?" ucap Aidan, matanya menatapku dengan tidak mengerti. Aku tidak tahu bagaimana Alien melakukan seks atau apakah mereka bahkan melakukan hal yang sama dengan manusia. Atau mereka hanya melakukannya untuk berkembang biak demi kelangsungan ras mereka.

Aku mengedikkan bahu, pipiku memerah. Terlepas dari keinginanku yang tak tertahankan aku masih malu dengan sisi diriku yang baru aku temukan ini.

"Jika ini karena kamu merasakan kewajiban atau upaya untuk membujukku agar setuju dengan rencana gila Feral mak itu tidak perlu. Aku sudah berjanji untuk menjagamu, aku tidak akan berbalik dari kata-kataku," lanjut Aidan saat aku tidak mengatakan apa-apa.

"Bukan itu," sergahku, aku menemukan mata gelapnya begitu menarik, sangat menyesatkan saat aku menatap ke dalamnya. "Aku menginginkanmu. Aku mau kamu."

Aku bersumpah melihat lingkaran emas di sekitar irisnya berdenyut dengan cahaya sebelum kembali meredup selama satu detik. Aidan menghirup napas berat dan jarinya yang menyentuh pipiku menegang.

"Kamu benar-benar akan menjadi kematianku," desisnya melalui giginya yang terkatup, suaranya kasar dan serak seolah dia kesakitan.

Aku tersenyum kecil, menggoda dan merasa nakal. "Aku berjanji akan membuat itu berharga."

Dia tidak mengatakan apa-apa, juga tidak melepaskan tangannya dariku. Tatapan lapar yang dia berikan padaku membuatku maju, menyuntikkan keberanian cair yang jarang aku rasakan. Aku kembali meletakkan telapak tanganku ke dagingnya yang masih keras, masih licin karena air liurku dan awal dari gairahnya. Mataku terus memegangi tatapannya.

"Bersandarlah ke belakang," perintahku, suaraku terdengar serak dan asing di telingaku.

Perlahan tapi tanpa keraguan, Aidan melepaskan wajahku dan bersandar ke belakang, lengannya menopang di belakang tubuhnya sementara kakinya terbuka untukku. Lantainya terasa dingin tapi aku terbakar seperti api saat menatap tubuhnya seperti seorang Dewi yang mengamati persembahan dari pengikutnya.

Mataku menelusuri tubuhnya, dari perut tak berlemak, turun ke bentuk V dan mengarah ke porosnya yang saat ini aku genggam. Batangnya memiliki warna merah yang lebih gelap dari kulitnya yang lain. Ujungnya lebih kecil dan sedikit melengkung sementara pangkalnya memiliki tonjolan yang aku tidak bisa bayangkan apa fungsinya, aku pasti harus mencari tahu. Perlahan aku menggerakkan tanganku, mengujinya dengan pukulan dari pangkal ke ujungnya. Aidan mendesis dan seperti sebelumnya, menyodorkan pinggulnya ke atas seolah itu tidak cukup. Aku tahu itu tidak cukup.

"Aku akan menggunakan mulutku, bisakah kamu menahan diri untuk tidak menyentak?" tanyaku pelan saat aku menurunkan wajahku, lidahku menjentikkan ujungnya dan Aidan menggigil, tangannya mengepal erat tapi matanya memperhatikan bagaimana ujungnya menyentuh bibirku.

Satu-satunya jawaban yang aku dapatkan dari pertanyaan itu adalah anggukan tajam dan cepat. Itu juga satu-satunya persetujuan yang aku inginkan. Aku menurunkan mulutku ke batangnya yang lebar, ukurannya membuat rahangku sakit bahkan saat aku hanya memasukkannya setengah jalan. Aku menggunakan tanganku untuk menutupi sisanya, mengepalkan dan meremas saat mulutku memompa masuk dan keluar. Pipiku cekung setiap kali aku mengisap, ujungnya yang melengkung menabrak pangkal tenggorokanku pada setiap dorongan yang terlalu dalam.

Napas Aidan berubah menjadi lebih berat dan lebih cepat. Aku mengepalkan tanganku lebih erat, meningkatkan kecepatanku saat Aidan mulai menggumamkan kata-kata yang gagal diterjemahkan transmitorku. Jariku yang melingkari batangnya bergerak lebih tinggi, pada tonjolan yang dekat ke pangkalnya. Aku meremasnya dan Aidan mendorong pinggulnya ke atas membuatku tersedak tapi aku sudah setengah kesurupan untuk peduli atau berhenti. Aidan mendesis kata-kata lain yang hanya dia dan Tuhan yang tahu apa, matanya akhirnya terkulai, kepalanya tersentak ke belakang. Suara mendengkur datang dari dadanya, menggetarkan tubuhnya dan tanpa peringatan dia merenggut tanganku darinya. Mencabut porosnya dari bibirku saat jarinya yang besar dan merah mengepal dengan erat di sekeliling pangkalnya.

Aku menyaksikan dengan takjub dan terpesona saat tonjolan itu menjadi lebih besar. Saat cairan putih tumpah dari ujungnya ke perutku, melapisiku dengan benihnya. Aromanya seperti minyak kesturi dan musk yang liar, membuat mulutku berair. Aku agak kecewa karena dia tidak menumpahkannya di tenggorokanku tapi aku terlalu linglung saat Aidan terus mencengkeram pangkalnya, meremasnya hingga mungkin menyakitkan. Matanya berkedip-kedip, dan aku kembali melihat garis emas di sekeliling irisnya bersinar saat menatapku.

"Kamu Anjalie ... benar-benar akan menjadi kematianku," ucap Aidan serak, dadanya masih naik dan turun. Suaranya mengirimkan getaran gairah langsung ke intiku yang basah kuyup.

Aku meremas kakiku dan aku harus menggigit lidahku agar aku tidak memohon padanya untuk meniduriku di sini dan sekarang sampai aku gila. Sebagai gantinya aku tersenyum dan mulai melepaskan pakaianku yang sekarang basah karena benihnya. Aku perlu mencucinya entah bagaimana. Meski begitu aku tidak bisa menghilangkan perasaan puas dan hangat yang sekarang bersarang di antara tulang rusukku. Seperti matahari kecil pribadiku yang baru saja tumbuh.

"Kita berdua perlu membersihkan kekacauan ini," ucapku, berdiri sementara Aidan masih berada di posisinya. Pantatnya menyentuh lantai yang dingin, kakinya tertekuk dan terbuka dengan lengannya yang berotot meremas dagingnya yang masih bengkak. Akhirnya itu membuatku khawatir. "Apakah sakit?"

Aidan mendengus, seolah pertanyaanku konyol. "Simpulnya perlu waktu untuk pulih, itu seharusnya terkubur dalam kehangatanmu yang basah dan ...."

Mataku melebar karena pemahaman, tonjolan—simpul begitu Aidan menyebutnya. Itu seharusnya membuat kami terkunci satu sama lain dan menahan benihnya di dalam diriku. Mau tidak mau aku membayangkan bagaimana rasanya direnggangkan begitu penuh saat simpul itu membengkak di dalam diriku.

"Baiklah, sementara kamu menunggu untuk pulih, aku akan pergi mandi dulu," ucapku ringan dan aku berbalik ke arah pancuran, menggerakkan pinggulku dengan berlebihan dan puas saat mendengar geraman kasar yang berubah menjadi dengkuran yang dalam.

***

Maafkan aku karena sangat lama untuk melanjutkan ini tapi aku ingin membuat adegan yang sangat berbeda untuk Aidan dan Daisy. Sekali lagi aku minta maaf karena keterlambatannya.

Ohh dan aku ingin bertanya, dari skala 1-10 seberapa panas scane di atas 😉

Saved By AlienTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang