20

570 93 8
                                    

"Besok main lagi ya ka ? Aku masih mau main. Soalnya besok masih libur kan ? Jadi pasti masih boleh main sama mama, iya kan ka ? Boleh kan ?"
Celoteh Christy saat perjalanan pulang dari taman. Dhea, Jinan, Cindy dan Christy sudah menghabiskan tiga jam bermain di taman itu. Dan saat ini waktunya mereka untuk pulang. Lagi pula sudah mulai gerimis, jadi sebelum hujan mereka harus sampai di rumah.

"Main lagi main lagi. Kenapa sih main terus yang ada di kepala kamu, de ? Kamu tuh harus belajar juga"
Kesal Dhea.

"Emang kenapa kalau aku suka main ? Nggak boleh ? Sama ka seto nggak boleh ya ?"
Tanya Christy dengan polos. Dhea selalu membawa bawa ka seto bila menyangkut dirinya, jadi sekarang Christy terbiasa bawa bawa juga. Padahal nggak tahu orang itu siapa, dia tahu nya beliau adalah penyayang anak anak. Itu aja.

"Sama ka seto boleh, tapi jangan terlalu sering. Kamu harus seimbangin dengan belajar juga, de" ucap Cindy yang berjalan di belakang bersama Jinan tentunya.

"Emang iya ? Aku kan masih TK, belum banyak pr. Emang harus ya aku belajar ? Kan aku masih kecil"
Katanya kekeh dengan pendapatnya.

"Ya haruslah. Kan biar dede makin pinter"

"Kalau pinter harus belajar ya ? Ngak perlu sekolah ?"

"Ya perlu.. Sekolah kan juga belajar"

"Kalau aku sekolah harus belajar ?"

"Iya dedek"

"Ohh gitu. Iya iya besok belajar. Tapi abis belajar boleh main kan ? Boleh ya ?. Kan aku udah sekolah, nanti belajar. Jadi pasti boleh. Nanti kalau ka seto marah biar aku kasih tahu kalau aku udah belajar, pasti dia nggak marah"

"Terserah kamu dek!!"
Pasrah Dhea dan Cindy. Jinan mah terkekeh saja.

"Yey!!"

Kemudian mereka tiba di rumah. Dari depan sudah ada mobil yang berhenti. Itu bukan mobil milik Ara, karena milik Ara ada di bagasi teras rumah. Lalu ?.

"Nih...mobil om Shami"
Ujar Dhea.

"Kalian..."
Fiony muncul dari dalam rumah.

"Mama!! Christy tadi main!!"
Ucap Christy riang.

"Iya mama tahu. Yuk kita masuk dulu"

Keempatnya mengikuti Fiony masuk ke dalam.

Sesuai dugaan mereka, itu memang mobil milik Shami. Dia datang bersama dengan Gracia.

"Ka..bawa adek ke kamar ya ? Temenin mandi sekalian, bisa kan ?"
Ujar Fiony kepada Dhea. Dhea hanya mengangguk lalu membawa Christy untuk masuk ke dalam kamar.

Lalu Fiony menuntun Cindy sampai ke ruang tamu di susul Jinan yang seperti senang dengan kedatangan Gracia dan Shami. Dia pikir dia akan di jemput pulang setelah ini. Ini sudah lebih dari seminggu tinggal disini, jadi dia pikir dia bisa pulang.

"Cindy?"
Sapa Gracia lembut. Sosok itu berdiri dan lekas memeluk Cindy.

"Mama kangen. Maafin mama ya karena perginya lama dan kamu sampai jauh jauh kesini buat main. Maafin mama"
Ucap Gracia dalam pelukan itu. Setelah beberapa saat dia melepaskan pelukannya. Gracia hanya fokus ke Cindy, dia tidak sadar ada Jinan juga di belakang Cindy.

Jinan hanya diam dan terus berharap mamanya juga akan memeluknya. Tapi seperti nya tidak. Mamanya hanya fokus kepada Cindy.

Justru Fiony yang merangkulnya dan mengusap bahunya pelan. Usapan untuk menguatkan Jinan. Karena Fiony tahu betul apa yang sedang Jinan rasakan.

"Mama ngak salah kok, yang salah Cindy karena main kesini ngak pamit mama dulu, maaf ya ?"
Ungkap Cindy. Di lubuk hatinya dia takut. Takut akan dimarahi.

"Mama maafin kamu kok. Ya udah, kamu kan udah main seharian disini, sekarang kita pulang ya ?"
Ajak Gracia.

"Tapi ma, Cindy masih mau main disini. Kalau boleh juga Cindy mau menginap disini, semalam aja. Boleh ngak ma ?"
Pinta Cindy.

Gracia tidak menjawabnya. Namun Shami nampak berdiri lalu berpamitan ke pada Ara dan Fiony.

"Cindy, mainnya nanti lagi aja, ya ? Kalau nanti kamu mau main lagi boleh, kalau mau menginap juga boleh. Tapi sekarang kita pulang dulu ya ? Udah mau malam loh, ngak enak bertamu sampai malam"
Kata Shami membujuk Cindy untuk segera pulang ke rumah.

"Yah..."

"Kalau gitu kita pamit ya, Ara dan Fiony" pamit Gracia cepat. Agar Cindy tidak terlalu larut dalam rasa rindunya dan enggan berpisah.

"Iya, silahkan"
Ujar Ara.

Ara dan Fiony menemani Gracia dan Shami keluar sampai mereka tiba di mobil.

"Ma...?"
Panggil Jinan.

Ara dan Fiony sama sama menoleh kebelakang dimana Jinan berdiri disana dengan raut sedihnya.

"Jinan.."
Fiony lekas memeluk Jinan.

Ketiganya melihat mobil yang di bawa Shami pergi semakin jauh membawa luka di hati Jinan.

"Anak mama yang pinter, jangan sedih. Kan masih ada mama dan papa disini" ujar Fiony menguatkan Jinan.

"Jinan sedih karena mama Gracia ngak meluk Jinan. Jinan sedih karena sekarang papa ngak kenal sama Jinan. Jinan sedih karena sekarang mereka sudah lupa sama Jinan"

"Mereka ngak lupa kok sama kamu. Mana ada orang tua yang melupakan anaknya. Dan mereka itu bukan lupa sama kamu, tapi mereka tidak mau membuat kamu semakin sedih. Kalau mereka tadi meluk dan sapa kamu, apa yang akan kamu rasakan kalau mereka pulang ? Sedih kan ? Jadi, jangan sedih ya ? Masih ada papa disini buat kamu. Papa janji ngak akan lupain Jinan"
Hibur Ara. Dia juga merasa sedih karena kembali di hadapi perpisahan dengan putrinya. Dia bahkan tidak mau menatap wajah Cindy tadi agar dia tidak perlu membayangkan betapa sedihnya anaknya yang berpisah dengannya.

"Kamu juga masih punya mama disini. Mama akan selalu ada buat kamu. Jangan sedih ya ? Kamu itu bisa lewatin ini sama mama dan papa, oke ?"

"Oke. Janji ya jangan tinggalin Jinan sendirian?"

"Kami janji"

Ara dan Fiony memeluk Jinan bersamaan.

Tidak hanya Ara dan Fiony yang kembali di landa kesedihan. Bukti bahwa Gracia juga merasakan hal yang sama adalah dia juga tengah menahan tangisnya sejak tadi.

Dia hanya mampu meneteskan air matanya saat Cindy telah tertidur di jok mobil belakang. Dia menahan kesedihan nya agar Cindy tidak bertanya.

"Kita bisa" ujar Shami sembari meraih tangan Gracia untuk dia genggam erat.

"Iya. Tapi tetap saja berat. Aku tahu pasti sekarang Jinan merasa sakit hati dengan sikap kita. Dia pasti kecewa sama kita"
Itulah kesedihan terberat Gracia saat ini.

"Mau bagaimana lagi ? Kita harus lakuin itu supaya dia bisa hidup lebih baik disana. Dia akan terus merasa kehilangan kita kalau kita sapa dia bahkan peluk dia tadi"

"Tapi, tadi sudah cukup menyakitinya"

"Aku tahu. Setelah ini, kita harus ambil jalan berbeda"

"Maksud kamu ?"

"Kita akan pindah"

"Pindah ?"

"Iya. Berbeda negara mungkin bisa jadi opsi"












...




Jeng jeng jeng

Swapped PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang