Angkasa 29: Hanya Mau Meminta Maaf

70 23 7
                                    


"Bangsat!"

Satu pukulan itu telak Jonathan dapatkan, Brian pelakunya, menatap marah pada Jonathan yang juga sama sedang tersulut emosinya.

"Anak Davies pelakunya!"

"Tau dari mana? Hm? Tau dari mana bangsat!" potong Brian seraya mencengkram kerah baju Jonathan. "Jangan asal main hakim sendiri anjing!"

Brian menggertakan giginya. Sudah muak dengan tabiat Jonathan yang selalu berprinsip jika mata di balas mata, gigi dibalas gigi, nyawa dibalas nyawa.

Ia tau, Ian juga marah pada siapapun itu yang membuat Angkasa pergi. Tetapi tidak ada yang melihat kejadiannya, tidak ada yang memberikan kesaksian.

"Ga semuanya harus dibalas dendamin! Sabar, masih diselidiki pihak yang berwaj-"

"Siapa? Polisi? Masih percaya sama polisi?!" potong Jonathan mendorong Brian sekuat tenaga hingga pria itu terjatuh. "Anak Davies pelakunya, udah pasti mereka bangsat!"

Brian yang kini terduduk di atas rumput halaman rumah Jonathan, diam tidak kembali melawan. Menatap Jonathan yang berjalan penuh amarah menuju gerbang rumahnya.


"Bukannya Angkasa bilang jangan ikut campur lagi urusan dia ya?" ucap Brian dengan nada yang kini sedikit melunak, pria itu meneguk ludahnya, merasakan sesak di dadanya.

Sedangkan Jonathan yang sudah hendak melangkah melewati gerbang rumahnya, segera berhenti. Menoleh pada Brian yang masih terduduk seraya menatapnya dengan mata yang memerah. "Nggak segalanya harus dibalas dendamin, nggak segalanya harus dibalas pake kekerasan. Angkasa nggak bakalan setuju. Kamu tau? Alasan kenapa Angkasa berhenti untuk ikutan tauran?"

Jonathan kini terdiam, menunggu Brian untuk melanjutkan ucapannya.

"Dia ngerasa bersalah. Dia ngerasa bersalah pada setiap orang yang pernah dipukulinya."

Kedua lutut Jonathan melemas. Terduduk begitu saja dengan rasa sesak yang bercampur dengan perasaan merasa bersalahnya semakin menumpuk, sakit. Hatinya sakit.

Sekarang ia paham, mengapa segala sesuatu itu tidak harus selalu dibalas dendamkan, karena hal itu akan terus-menerus berjalan jika tidak ada yang menghentikannya. Maka biarlah semesta yang bekerja. Biarlah Tuhan yang membalasnya.

Brian melangkah, menghampiri Jonathan yang kini menjambak rambutnya sendiri frustrasi. "Maafin Angkasa ya?" ucapannya membuat luka pada hati Jonathan semakin terasa ngilu.

Harusnya Jonathan yang meminta maaf.

Jonathan yang terlihat angkuh nyatanya hanya seorang rapuh karena perasaan bersalahnya. Pun jua ia yang ada di sana.

Reno si manusia bejat pun juga nyatanya hanya seorang pria dengan hati yang terlampau kebas. Hati kebas yang pada akhirnya menjadi perasa kembali hanya karena sebuah kata 'tolong' dan 'terima kasih'.

Tidak ada yang tahu. Satupun tidak ada yang tahu bahwasanya pada malam itu Reno melangkah kembali pada jalur yang telah dilewatinya.

Melangkah kembali dengan niat untuk melanjutkan pertolongannya pada Angkasa.

Tetapi kau tau apa yang terjadi?

Reno terlambat. Saat kakinya menapaki jalan di depan rumah berpintu warna coklat itu, ia mendapati sebuah jeritan panik lengkap dengan tangisan Sahmura. Sebuah jeritan permintaan tolong dengan harapan Angkasa bisa diselamatkan.

Angkasa berhasil dibawa ke rumah sakit malam itu, tetapi semuanya sudah benar-benar terlambat. Angkasa sudah tidak dapat diselamatkan lagi.

Maka itulah hukuman yang diberikan semesta pada Reno atas kesalahannya pada masa lalu.

Raja Muda AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang