Angkasa meringis pelan, melihat pantulan dirinya di cermin. Tulang pipi juga rahang yang memar, ujung bibirnya yang robek, juga luka di pangkal hidungnya.
Tapi lukanya tidak seberapa sih, dulu ia pernah lebih parah lagi dari ini. Sekarang, justru lawannya saat tadi sedang tawuran yang lebih parah. Pukulan Angkasa memang tidak pernah main-main.
Yang Angkasa khawatirkan saat ini adalah Sahmura dan neneknya di rumah, bagaimana ia harus menyembunyikan lukanya? Bisa saja sih, dia tidak pulang sampai lukanya sembuh, dulu juga ia pernah tidak pulang selama satu bulan. Tetapi masalahnya, Angkasa sudah menjanjikan pulang hari ini untuk Sahmura.
Pria itu menghela napas, kemudian melangkah, keluar dari dalam kamar Jonathan. Melewati ruang tengah dan mendapati teman-temannya sedang berkumpul di sana.
"Kemana?" tanya Jonathan, si yang paling tua juga yang memimpin geng tawuran.
"Pulang," jawab pemuda Bumantara seraya menyambar ransel hitamnya di atas sofa tunggal.
Jonathan tidak lagi menyahuti, kembali memperhatikan televisi yang sedang menayangkan kartun Sofia the First.
Angkasa juga tidak peduli lebih, segera melangkah menuju ruang tamu hendak pulang. Tetapi sebelum benar-benar keluar dari bingkai pintu yang terbuka, ia tiba-tiba saja membalikkan badannya, melihat meja tamu yang berantakan penuh bekas makanan.
Laki-laki itu kemudian menarik salah satu bibirnya, melangkah menghampiri meja itu. "Tan!" panggilannya menyerukan nama si pemilik rumah yang juga jadi markas geng tawurannya.
"Oii!" sahut Jonathan dari arah ruang tengah.
"Sosis buat Angkasa ya?" pinta Angkasa segera menyambar sosis yang masih rapih terbungkus. Dan sebelum Jonathan menyahuti, ia kembali bersuara, "makasih."
Dengan tampang tanpa dosanya ia segera melangkah ke luar rumah, menutup pintu dan pergi dari sana.
Angkasa menjilat bibir bawahnya. Memasukkan sosis ke dalam saku celananya sambil terus melangkah, melewati deretan rumah. Berjalan di atas jalan lingkungan yang sepi, daerah tempat tinggalnya memang sepi kendaraan. Sesekali ia menyapa ramah orang-orang yang dikenalnya.
Saat sampai di sebuah pertigaan, Angkasa tiba-tiba saja menghentikan langkahnya. Ia mendongak, diam memperhatikan langit di atas sana.
Rona jingga yang amat indah pada gugusan langit itu, sukses mengalihkan seluruh fokus Angkasa.
Swastamita jumantara milik semesta tidak pernah gagal membuat Angkasa kagum.
Meow... meow....
Kali ini Angkasa menunduk, merasakan sentuhan lembut pada kakinya. Seekor kucing kecil sedang menyendul-nyendul manja di bawah sana. Angkasa meraih sosis pada saku celananya kemudian berjongkok, membuka kemasan sosis dan memberi makan kucing kecil itu.
Si kucing kecil berwarna putih itu mengeong pelan, kemudian memakan potongan-potongan sosis dari Angkasa.
Usai memberikan seluruh sosis itu, Angkasa mengusap lembut kucing tersebut. "Makan yang banyak ya kucing kecil, biar nggak gizi buruk, iiih liat kurus banget. Jelek tau kalo kurus!" ucapnya setengah mengejek.
Angkasa kemudian berdiri, sekali lagi memandang pada langit di atas sana.
Ia sudah hendak melangkah tetapi urung begitu mendengar suara seseorang yang berteriak kesal dari arah seberang jalan.
"Anin nggak mau turun! Kakak lama banget nyusulnya!"
Angkasa mengangkat kedua alisnya, melihat Anindya di balkon rumahnya sedang menunduk seraya mengomel pada seorang laki-laki di halaman rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raja Muda Angkasa
Novela Juvenil"Raja muda angkasa itu, ditakdirkan untuk selalu mengagumi langit." update once a week Copyright © 2021, faystark_