Angkasa 30: Angkasa di sini

77 20 4
                                    

Sahmura melangkah, perlahan membuka kenop pintu kamar Angkasa. Gadis itu menghela napasnya berat sebelum akhirnya memasuki kamar sang abang dan duduk di atas tempat tidurnya.

Ia kemudian mengambil ponsel Angkasa dari dalam laci di samping tempat tidurnya.

"Liat deh, foto ini bagus. Boleh abang pake buat wallpaper hp nggak?"

Sahmura ingat sekali pertanyaan itu terlontar dari mulut Angkasa seraya menunjukkan sebuah foto langit jingga dengan siluet Sahmura terlihat di sana. Sahmura mengagguk mengiyakan, maka wallpaper ponsel yang semula foto Angkasa kecil bersama kedua orang tuanya itu telah berganti dengan foto langit jingga bersiluet Sahmura.

Dan sekarang wallpaper itu telah berganti dengan foto dirinya bersama Sahmura yang diambil saat keduanya bermain ke pantai bersama.

Sahmura tersenyum, kini membuka ponsel yang tidak terkunci itu dan melihat isi galerinya.

Ada banyak foto Sahmura di sana yang diam-diam Angkasa ambil, juga Anindya, fotonya bersama Anin, bersama Sahmura, satu foto keluarga saat dirinya masih kecil, dan foto bersama Sahmura juga nenek yang diambil saat hari lebaran. Sisanya kebanyakan foto langit.

Gadis itu kemudian kini beralih membuka notes pada ponsel itu, hanya ada satu catatan di sana. Pada tanggal tepat saat pulangnya Angkasa setelah kabur selama satu bulan.

'Tuhan tolong buat Sahmura bahagia, ambil semua bahagianya punya Angkasa untuk Sahmura pun tak apa. Tolong maafkan Angkasa.'

Sahmura tersenyum membacanya, tetapi hatinya ngilu hingga tanpa sadar membuat air matanya menetes begitu saja.

Angkasa bahkan rela mengorbankan kebahagiaannya untuk Sahmura. Rasa-rasanya semesta harus memberikan yang lebih untuk Angkasa.

Sahmura kini menyimpan kembali ponsel Angkasa pada tempatnya. Ia menaikkan kedua kakinya dan menidurkan tubuhnya di atas tempat tidur Angkasa, tangannya bergerak meraih foto di atas nakas.

Kenapa Sahmura yang selalu ditinggalkan?

Sahmura terisak pelan, kini memeluk foto itu. "Sahmura juga pengen ikut, Sahmura pengen ikut abang," lirihnya dengan suara bergetar.

"Sahmura??"

Sahmura menoleh, menatap ke arah pintu yang di sana terdapat sosok nenek lengkap dengan wajah khawatirnya. Perempuan paruh baya itu berjalan, menghampiri Sahmura dan turut merebahkan tubuhnya di samping gadis itu.

"Kenapa Sahmura selalu nggak di ajak ya nek? Kenapa selalu Sahmura yang ga bisa ketemu sama ayah bunda?" ucap Sahmura dengan suara bergetar, mengeluarkan segala rasa sesaknya kepada nenek. "Sahmura juga pengen ikut."

Nenek menggeleng, menatap sendu pada Sahmura. Tangannya yang keriput kini meraih sebelah tangan Sahmura. Perempuan itu mengusap lembut pada perban yang menutup pergelangan tangan cucunya itu.

"Jangan ikut, nanti nenek nggak ada temen," ucap nenek, sejenak merasakan sesak pada hatinya. "Jangan gini lagi ya? Nenek gamau kehilangan orang yang nenek sayang lagi." Lanjutnya seraya mengusap pergelangan tangan Sahmura.

Tangisan Sahmura semakin pecah mendengar ucapan itu. "Nenek juga jangan dulu pergi, Sahmura nggak mau sendiri," pintanya seraya menggeleng dengan tatapan penuh permohonan.

Sahmura mohon Tuhan, jangan rebut siapapun lagi dari Sahmura.

Nenek mengangguk, seraya kini memeluk Sahmura. "Nenek di sini, nenek nggak kemana-mana."

"Janji! Harus janji," kata Sahmura.

Terakhir kali Sahmura mendengar ucapan itu dari abangnya, dan ia tidak berjanji.

Raja Muda AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang