Apa yang diharapkan dari sekolah dan lingkungan baru?
Yah, seenggaknya hidupku akan tenang dan berjalan lancar saja. Rahasiaku tetap aman dan aku bisa menjalani kehidupan normal yang sebenar-benarnya normal di sini. Aku nggak mau berharap akan adanya teman baru. Palingan mereka hanya akan menjadi teman tegur sapa saja. Akan lebih beresiko jika aku terlalu dekat dengan mereka yang bukan dalam circle awalku. Dan, kurasa itu bukan mindset yang buruk. Aku nggak merantau ke luar negeri. Tempat tinggalku dengan kota baru ini hanya dua jam saja. Naik bus sekali sampailah. Jadi sebenarnya aku nggak merasa kesepian yang sebegitunya sampai butuh teman dekat.
"Silakan perkenalkan diri, ya."
Seorang guru laki-laki yang tadi menuntunku ke sebuah kelas memberikan perintah yang segera kulaksanakan. Aku pun memperkenalkan diri layaknya murid baru. Setelah itu, aku dipersilakan duduk di bangku kosong yang sudah ditunjuk pak guru itu. Entah mengapa nggak ada sesi tanya-jawab seperti yang aku bayangkan sebelumnya.
Murid yang lain pun bersikap seolah kedatangan murid baru bukanlah perkara spesial. Maksudku, biasanya mereka akan berbisik-bisik, terutama para gadis. Sementara laki-lakinya akan melempar tatapan waspada seperti kawanan serigala kemasukan alpha baru.
Tapi ini nggak kayak gitu. Semuanya berjalan gitu aja.
Apa aku terlalu banyak menonton web toon?
Okelah. Abaikan saja. Toh, begini malah lebih bagus.
Eh, aku salah. Rupanya memang ada bisik-bisik manja antargadis di bangku pinggir dekat tembok. Walau nggak melirik, tapi dari sudut mataku sudah jelas mereka sesekali menoleh ke arahku.
Hehe. Aku suka mode damai seperti tadi tapi kalau emang ada yang tertarik, it's okay-lah. Ada kebanggaan tersendiri gitu. Man's Pride!
Lalu, aku pun mulai mengikuti pelajaran yang disampaikan guru laki-laki di depan sana. Oh, ternyata beliau mengajar Matematika. Pak Harun namanya.
Jam terus bergulir hingga akhirnya waktu istirahat tiba. Karena aku malas keluar jadi aku stay di kelas saja. Itung-itung sambil mengulang kembali mapel matematika tadi, sekalian beradaptasi dengan kelas baru.
"Hai."
Sapaan seseorang mengalihkan atensiku dari buku. Rupanya dua gadis yang berbisik-bisik tadi menghampiri. Mereka duduk di bangku depanku yang ditinggal penghuninya.
"Hai," balasku, berusaha sesopan mungkin.
"Kenapa pindah?" tanya salah satunya yang rambutnya dikuncir kuda.
"Iya, kenapa pindah? Nanggung banget lho udah kelas tiga." Yang satunya menyahut. Gadis itu punya hidung yang bagus, mancung mungil. Eh? Tunggu, deh. Kenapa rasanya ada hawa nggak enak di sini?
"Umh, ada sesuatu yang bikin aku pindah," jawabku sedapatnya. Memang nanggung sekali kepindahanku ini. Kalau bukan karena si bocil krucil itu. Meski aku juga ikut andil salah, sih.
Aku pun mengedarkan pandangan, berusaha mencari hawa negatif yang bikin hati ini nggak nyaman.
Nihil?
Ini aneh. Perasaanku nggak tenang di sini, kayak ada sesuatu tapi nggak ketemu.
"... gimana? Mau?"
"Hm?" Aku yakin saat ini wajahku cengo banget soalnya nggak denger apa yang si gadis kuncir kuda itu katakan.
"Ke kantin bareng. Mau?" katanya mengulang.
"Oh." Aku menggeleng. "Nggak, makasih. Masih kenyang, kok."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghost, Away! (TAMAT)
ParanormalNamaku Topan. Dan aku bisa lihat hantu. Padahal dari silsilah keluargaku sendiri nggak ada yang punya bakat itu. Suatu hari aku terpaksa pindah sekolah, bukan karena perihal dinas bapak, tetapi karena aku habis menghajar satu bocah tengil. Salahnya...