Jadi, nggak perlu dijelaskan lagi lah, ya. Yang jelas, bisa lihat hantu atau yang orang-orang sebut indigo, indihome, indomi--segala merek apa kusebut ini--atau apa lagi itu nggak sekeren itu. Apa sih yang bikin mereka kelihatan keren? Karena mereka punya kekuatan?
Guys, mereka nggak bisa ngilang secara tiba-tiba, kecuali emang niat nge-ghosting anak orang. Nggak bisa jadi transformer. Nggak bisa muncratin api dari mulut. Ada juga jigong, tuh.
Intinya mereka juga manusia biasa. Emang sih mereka punya kelebihan yakni bisa lihat hal gaib yang nggak bisa dilakukan kebanyakan manusia lainnya.
Tapi bukan berarti itu keren.
NGGAK SAMA SEKALI!
Coba bayangin, deh. Saat kalian lagi boker, tiba-tiba ada satu Mister Poci berdiri santuy di depan pintu, melototin kalian, dan udah gitu aja terus sampai si boker selesai. Mau pura-pura nggak lihat tuh kok ya segede itu. Mau nyapa pun nggak enak. Entar doi tambah meringis kan hamba bisa menangis.
Rasanya tuh mirip pas lagi ngupil terus kepergok crush yang mau nyamperin tapi akhirnya nggak jadi.
Dang!
Tapi, secanggung apa pun itu kalau emang kebelet ya mau gimana lagi. Masa mau dimasukin lagi "itunya"?
Dah, sampai sini aja ghibahin hantu. Sekarang scene beralih ke samping, yakni: Aku!
Aku, ekhem! Namaku Topan. Lengkapnya: Topan Ari Laksana.
Cakep, 'kan? Cakep dong! Aku akui, aku emang cakep. Seriusan.
Hidungku tuh mancungnya keturunan bapak, yang mbangirnya kayak orang Arab. Tinggiku juga dari Bapak, meski sebenarnya Mamak juga nggak pendek amat untuk ukuran perempuan. Kalau bibirku yang tipis menggoda ini mirip punya mamak. Body goals alias proposional. Eits, bukan berarti aku rajin nge-gym. Boro-boro! Badan yang padat dan cukup berotot di usiaku yang masih remaja ini kudapat karena seringnya aku menjadi kuli panggul.
Benar, Kawans. Kalian nggak salah baca.
Kuli panggul.
Aku bukan dari keluarga berada. Jadinya sedari kecil aku terbiasa membantu bapak atau mamak. Biar bisa tetap makan dan hidup keesokan harinya.
Bapakku kerjaannya mungutin sampah di rumah-rumah yang udah berlangganan. Sedangkan mamakku buka usaha londri. Londri di sini bukan usaha yang pakai mesin cuci dengan banyak karyawan. Nggak. Mamakku nggak punya mesin cuci jadi semuanya dicuci pakai tangannya yang makin rapuh itu. Usaha beliau memang nggak ramai. Pelanggannya pun bisa dihafal, ya itu-itu saja, yang aku yakin setia sama jasa mamakku karena kasihan.
Ya gimana juga ya. Kalau manual gitu kan selesainya juga lama. Sementara pelanggan pastinya penginnya cepet bisa dipakai lagi.
Makanya aku ini lagi ngumpulin uang biar bisa beliin mamak mesin cuci.
Aminkan dong wahai kawanku yang budiman!
Tapi apa pun itu, aku bersyukur punya orang tua macam mereka. Bapak nggak pernah main tangan. Nggak pernah bicara kasar. Beliau sabar banget bahkan saat tahu aku nyuri uang di celengan beliau.
Kalau mamak, umh... gimana yah. Yah namanya juga emak-emak, ya. Jadi kalau agak cerewet nan bawel ya dimaklumi aja. Tapi aku tahu beliau sayang sama aku. Tiap kebutuhanku selalu berusaha dipenuhinya, meski nggak semuanya berjalan sesuai rencana.
Kayak misalnya pas aku lagi butuh sepatu buat ikutan latihan baris-berbaris. Waktu itu sekolah mewajibkan semua yang ikut latihan memakai sepatu dengan merek yang telah ditentukan. Gonjang-ganjing lah itu para siswa, termasuk aku. Sepatu hitam buluk yang saat itu kupakai adalah satu-satunya yang kupunya. Tapi aku nggak punya pilihan lain. Saat itu aku masih SD kelas empat dan belum tahu solusi tepat untuk mendapatkan sepatu baru itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghost, Away! (TAMAT)
ParanormalNamaku Topan. Dan aku bisa lihat hantu. Padahal dari silsilah keluargaku sendiri nggak ada yang punya bakat itu. Suatu hari aku terpaksa pindah sekolah, bukan karena perihal dinas bapak, tetapi karena aku habis menghajar satu bocah tengil. Salahnya...