Setelah Perjalanan Penuh Perjuangan Itu, Akhirnya....

20 1 5
                                    



Ini sudah hari ke enam Agni absen. Rasanya makin nggak enak hati ini. Aku juga merasa aneh sama diri sendiri. Kok bisa-bisanya kayak hilang semangat semenjak ditinggal Agni. Apa aku sudah jatuh suka?

Hehe. Ngaco! Mungkin saja ini cuma perasaan khawatirnya seorang teman.

Si Nirmala juga nggak nongol lagi. Kali dia lagi mukbang energinya Bu Karin atau ngintilin Pak Arman.

Hari ini pun nggak ada job padahal kupikir bisa mengalihkan perhatian ke sana daripada mikirin Agni terus.

"Kiri, Pak!" pintaku kepada supir angkutan yang kutumpangi.

Sebelum turun, aku sempat melihat sebuah mobil yang rasanya familiar sekali. Dan setelah makin dekat, aku yakin jika itu adalah mobil milik---

"Topan!"

"Agni?"

Aku segera menyusul Agni yang baru turun dari mobil sambil dadah-dadah. Wuih, rasanya seneng banget, Bray! Kayak lega saja gitu melihat dia baik-baik saja. Syukurlah.

"Kamu ke mana aja?"
"Kamu gimana kabarnya?"

Kami langsung terdiam saat nggak sengaja ngomong barengan. Lalu dia pun tersenyum malu. Ah, sama aku juga. Aku pun mengisyaratkan kepadanya untuk bertanya lebih dulu. Ladies first, right?

"Kamu apa kabar?" tanyanya sambil menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. Manis banget, ya, hehe.
Eh? Dia ganti warna rambut? Jadi ungu.

"Baik. Kamu ke mana aja? Nggak kasih kabar," sahutku lalu menunjuk ke rambutnya. "Ganti?"

Dia mengangguk.
"Bagus nggak?"

"Bagus, kok."

Dia malah cengengesan lalu aku pun memintanya untuk masuk ke indekos. Bukan masuk ke kamar ya karena di lantai satu sudah ada area khusus buat nongki gitu. Aku mengambilkan minum di mesin pendingin. Sempat ibu kos yang menjaga stand menggodaku tapi ah, sudahlah.

"Jadi? Bisa cerita?" kataku menuntut. Sudah nggak sabar akunya pengin tahu apa yang terjadi.

Agni mengangguk setelah meneguk minumannya. Dia berdeham dan itu makin membuat suasana menegang.

"Seminggu ini aku coba bujuk Papa," katanya memulai cerita. "Nggak mudah sih. Ditolak mentah-mentah malah pas awal aku jelasin. Pokoknya beliau batu banget. Nggak mau dibuka lagi kasusnya."

Aku agak kecewa mendengarnya. Padahal lewat Pak Tarjib, ada secuil info  tentang bukti keberadaan Pak Arman saat kejadian. Beliau mengaku baru ingat jika sempat melihat mobil Pak Arman meninggalkan sekolah ketika dia kembali dari membeli nasi.

Meski begitu aku maklum dengan pola pikir papanya Agni itu. Bahkan kesaksian Pak Tarjib nggak cukup.

"Tapi beliau akhirnya setuju kok."

"Kok bisa? Serius papa kamu mau kasusnya dibuka lagi?" tanyaku memastikan.

"Benar, kok. Beliau mau. Malah kalau perlu, beliau mau nyewa detektif swasta. Sekarang tinggal ngumpulin saksi lain, Pan." Agni menjawab dengan santai tapi terkesan tegas.

Aku nggak bisa langsung menanggapi. Entah kenapa aku merasa ada hal lain yang disembunyikan Agni.

"Ge," panggilku akhirnya. Dia pun menoleh dengan wajah penuh tanya. "Kamu nggak apa-apa?"

Ketika pertanyaan itu meluncur, kulihat ada perubahan di wajah gadis itu. Agni jadi murung.

"Lulus sekolah nanti, aku bakal lanjut kuliah ke Jepang."

Oh, Man! Rasanya semuanya seakan berhenti tepat setelah Agni menyelesaikan kalimatnya itu. Aku tahu harusnya biasa saja atau kasih selamat tapi rasanya kaget banget. Kaget setengah mati! Dan... ada sedikit saja perasaan nggak rela. Kayak, hey kenapa mesti ke luar negeri? Kayak di negeri sendiri nggak ada kampus yang baik saja.

Ghost, Away! (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang