High School - Love On [12]

2.2K 258 20
                                    

Kepergian Ayahnya yang meninggalkan Wonwoo sebatang kara di gubuk tua cukup membuatnya terpukul. Wonwoo lagi-lagi menyalahkan diri atas semua kejadian yang menimpa. Tak cukup Tuhan mengambil harta, Tuhan juga membiarkan pergi orang tuanya.

Keadaan Wonwoo cukup menyedihkan. Hanya terdiam dan menangis semalam suntuk di ranjang dingin. Hari ini seharusnya ia pergi ke sekolah, namun ia urungkan karena keadaan yang tak memungkinkan.

Setelah bangun, Wonwoo hanya bisa mendudukkan diri di pinggiran ranjang sembari memasang wajah dengan tatapan kosong; menghadapi kenyataan.

Bukan berarti ia tak bisa hidup sendiri, hanya saja situasi ini terlalu baru untuknya yang biasa bersama keluarga. Di umur semuda ini, Wonwoo harus meratapi kesedihan ditinggal orang tercinta.

Dan di hari itu Wonwoo berusaha keras untuk memulai semua dari awal, menata kehidupan sesuai keinginan Ayahnya; hidup dengan layak.

Keadaan sekolah tak jauh berbeda dari hari biasa, hanya saja kelas tampak sepi karena kehilangan satu murid yang absen; itu Wonwoo.

Mingyu sedikit memaklumi pemuda itu yang tak memasuki sekolah (mungkin tubuhnya masih lemah atau ia tak ingin pergi) jadi ia bersikap santai. Toh, Mingyu juga tak terlalu ingin terlihat begitu peduli meskipun ia mau.

"Senang sekali kelas ini terasa damai." Ucap Seungkwan sembari bergelayut manja di lengan Mingyu. Oh ya, mungkin sebagian besar murid sekolah tak tahu (bahkan Chan juga) kalau Seungkwan sebenarnya menaruh rasa pada pemuda berparas dewa ini. Sikapnya yang protektif kepada Mingyu tak diendus terlalu tajam oleh yang lain, karena Seungkwan bersembunyi di balik status teman baik Mingyu.

"Apa maksudnya?" Balas Chan.

"Biasanya kita akan melihat anak badung membuat onar, tapi kali ini tidak."

"Hei, itu tidak adil. Wonwoo sama sekali tidak membuat onar, hanya saja para pengganggu itu yang memulai duluan." Blas Chan lagi tak terima. Ia hanya tak suka Seungkwan selalu memandang sebelah mata tanpa mau tahu.

"Tetap saja. Kau tahu, Chan? Ini yang disebut karma. Sangat mengerikan." Chan memutar kedua bola mata malas menanggapi Seungkwan. Menurut pemuda itu apa yang ia katakan harus benar tanpa cela.

"Apa Wonwoo sakit lagi?" Pertanyaan Chan yang dilontarkan kepada Mingyu sepertinya menjadi obrolan menarik—setidaknya Mingyu ingin bergabung dengan pembahasan Wonwoo di dalamnya; tanpa memojokan.

"Sepertinya begitu." Balas Mingyu singkat dan padat.

"Apa kita harus menjenguk?"

"Huh. Buang-buang waktu menjenguk anak badung itu." Sela Seungkwan yang tampak menguping.

"Diam Seungkwan, aku tidak berbicara denganmu."

"Sama saja, aku mendengar kalian!" Chan kembali menghela nafas berat dan mengalihkan pandangan ke papan tulis—terlalu malas melihat Seungkwan.

"Kalau sampai besok Wonwoo belum masuk, aku akan ke sana." Ucap Mingyu yang membuat Seungkwan mendecih tak suka.

"Terus saja perhatian dengan anak itu, menyebalkan." Dan Mingyu menanggapi ucapan Seungkwan seperti angin lalu.

Jam sudah menunjukkan pukul enam sore dan Wonwoo sama sekali belum mengisi perutnya sesuap nasi. Sungguh nahas memang, namun mau bagaimana lagi? Ia bahkan tak bisa hidup sendiri, bagai kucing ditinggal induknya.

Lantas Wonwoo memaksakan diri untuk keluar rumah setelah membongkar dapur dan tak menemukan makanan instan sama sekali.

Posisi sekarang punggungnya masih sakit namun ia bisa menahan untuk beberapa saat. Namun masalahnya mau mencari makanan ke mana? Ia bahkan tak mengenal siapa-siapa di sini. Jangankan tetangga, saudara saja tak punya.

"Bagaimana ini..." Lirihnya dengan melangkahkan kaki panjang menyusuri jalan. Terbesit pikiran untuk menjadi buruh cuci di restauran siap saji namun ia terlalu takut untuk memulai pembicaraan atau meminta hal itu; Wonwoo bahkan tak pernah menyentuh dapur. Lalu niatnya ia urungkan.

Wonwoo menghadapi perdebatan batin yang begitu memusingkan. Di satu sisi ia lapar dan ingin melakukan apa saja untuk mendapat makanan, hanya saja ia tak tahu bagaimana memulai untuk meminta itu. Ia hanya tak terbiasa.

Langkahnya kemudian memelan dan beban tubuhnya seakan semakin berat. Dengan langkah asal ia menyusuri lorong kota dan berhenti di tempat dengan cahaya menyilaukan mata.

Wonwoo tak bodoh, ia tahu kalau yang dilihatnya sekarang adalah Pub. Meskipun malam belum terlalu larut, para tamu terlihat berdatangan silih berganti. Wonwoo juga bisa melihat beberapa pekerja di sana tampak sedang bersiap-siap. Wonwoo hanya bisa melihat dari kejauhan dan berharap seseorang berbaik hati memberikannya makan.

Lalu tak lama Wonwoo mendapat tepukan di pundak dan bergegas membalikkan badan untuk mengetahui siapa orang yang dengan lancang menyentuhnya.

"Kau siapa?" Alih-alih pertanyaan itu dilontarkan Wonwoo, justru Wonwoo lah yang mendapat pertanyaan itu. Lantas Wonwoo hanya mengeryitkan kening tanda bingung.

"Kenapa anak kecil berkeliaran di sekitar Pub?" Tanyanya lagi memperjelas. Dari raut wajahnya, Wonwoo bisa menebak pria ini terlihat seperti umur 40-an.

"Oh itu..." Wonwoo menjeda kalimatnya sebentar. "Aku hanya berjalan lewat sini dan tak sengaja melihat Pub."

"Ah... begitu ya? Aku kira kau mau melamar pekerjaan di sana." Mata Wonwoo langsung membulat.

"Apa ada lowongan di sana?" Pria itu mengangguk pelan.

"Kebetulan aku membutuhkan beberapa host, karena ini adalah Pub cabang baru." Wonwoo kira pria ini sedang mencari petugas kebersihan, kalau saja yang dicari itu mungkin ia akan mendaftar sekarang juga.

"Apa tak ada posisi lain?" Pria itu tampak menautkan kedua alis.

"Kau ingin bekerja di sana?" Wonwoo mengangguk. "Hanya untuk makan setiap hari dan aku harus mengganti uang temanku." Dari raut wajahnya, pria itu seperti tertarik memperkerjakan Wonwoo. Lantas ia mengalungkan tangan besarnya ke bahu dan mengajak Wonwoo untuk masuk ke dalam.

"Oke, karena aku baik dan kau seperti anak anjing kesepian, kau boleh bekerja di sini."

"Tapi aku tidak ingin menjadi host...." Wonwoo tahu itu terlau berisiko, apalagi usianya belum memasuki usia legal. Selain itu, Wonwoo juga tak ingin memperburuk keadaan dengan terjun terlalu dalam di dunia malam.

"Tenang, tugasmu hanya mengantar minuman, bagaimana?" Terlihat mudah. Wonwoo mengangguk setuju sebelum akhirnya dentuman musik memenuhi seluruh pendengarannya.

Yang ia tahu hanya bertahan hidup.

Dan mungkin ini adalah salah satu cara untuk menyambung tali kusut dari nasib yang Wonwoo hadapi.

—tbc.

Author note's:Haiii!!! Huhu maaf bgt lama updatenyaa😭 btw kita udah memasuki chapter yg seru🔥 karena setelah chapter ini kita bakalan lihat gimana usaha Mingyu buat jadi heronya Wonwoo🥺

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Author note's:
Haiii!!! Huhu maaf bgt lama updatenyaa😭 btw kita udah memasuki chapter yg seru🔥 karena setelah chapter ini kita bakalan lihat gimana usaha Mingyu buat jadi heronya Wonwoo🥺

Makasih yg masih setia nungguin dan suka kasih vote & komeen. Voment kalian berarti buat boosterku up lagii😆

See u next chap!

High School - Love On [Meanie]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang