Chapter 3

39 5 0
                                    

Wanita paruh baya itu menghampiri Jiya yang sedang menangis. Ia cukup terkejut dengan kejadian tadi. Tidak menyangka efeknya akan seperti itu.

"Sudah jangan menangis lagi. Hyuga tidak apa-apa. Maafkan aku yang mengiyakan segala ucapan Hyuga. Karena aku tahu jika aku menolak atau mengatakan yang sebenarnya, ia akan kembali collapse seperti ini."

"Maafkan aku. Aku tidak bermaksud menyakiti putra anda. Hanya saja ia mengatakan tentang pernikahan tadi."

Nyonya Mallory menghela nafasnya. "Nak, bagaimana jika kau menikah saja dengan Hyuga? Bukan aku bermaksud jahat, hanya saja kau tahu bahwa mantan kekasih Hyuga itu sangat ingin menikahinya karena ingin menguasai harta putraku. Aku sangat tahu itu. Jika kau menikahinya, dia tidak akan berani mendekat. Terlebih jika dia mengetahui bahwa Hyuga hilang ingatan. Ia akan lebih senang."

Jiya benar-benar terkejut dengan ucapan wanita paruh baya di hadapannya ini. Apa maksudnya? Bisa-bisanya ia meminta Jiya untuk menikahi Hyuga. Lelaki yang tidak ia kenal.

"Maaf nyonya, aku tidak bisa." Jawab Jiya.

"Kenapa? Apa kamu memiliki calon suami?"

"Bukan itu, namun apakah nyonya tidak sadar bahwa yang nyonya minta untuk menikahi putra anda adalah seseorang asing? Aku bahkan tidak pernah bertemu dengan putra anda sebelumnya. Aku tidak mengenalnya. Anda juga tidak mengenalku. Bisa saja aku adalah orang jahat."

"Tidak, aku yakin kau tidak jahat. Aku percaya kau adalah orang baik. Lagipula aku menyayangimu. Aku tidak tahu mengapa, namun sejak pertama kita mengobrol berdua, aku rasa aku menyayangimu."

Jiya menggeleng lagi. "Maafkan aku, tapi aku tetap tidak bisa. Lagipula aku memiliki mimpi yang ingin ku capai."

"Apa itu?"

"Aku ingin menjadi model."

"Ah, itu bukan masalah. Hyuga adalah direktur dari sebuah perusahaan advertising. Kau bisa menjadi model disana. Kau bisa tetap menikah dengan Hyuga dan juga mencapai impianmu bukan?"

"Aku tetap tidak bisa, nyonya."

Nyonya Mallory sedikit berkaca-kaca. Ia menghela nafasnya. "Baiklah, maaf aku memaksamu. Aku akan belajar merelakan Hyuga kalau begitu."

"Maksud anda?"

"Yaa, mungkin setelah kejadian ini kau akan menghilang atau mungkin mengatakan pada Hyuga bahwa kau tidak ingin menikahinya. Aku bersiap untuk kemungkinan terburuk. Jika Hyuga collapse lagi, mungkin ia tidak akan bertahan." Jawab nyonya Mallory sambil mendongakkan kepalanya menahan airmatanya agar tidak jatuh. "Terima kasih nak. Kau bisa pulang. Maafkan aku merepotkanmu." Lanjut nyonya Mallory lagi setelah menguasai dirinya.

Jiya pamit dan kemudian kembali ke apartemennya. Sepanjang perjalanan ia benar-benar tidak bisa berhenti memikirkan perkataan nyonya Mallory tadi.  Jiya menjadi gelisah sendiri dan memikirkan hal macam-macam.

***

Beberapa hari berlalu, Jiya tidak mendengar kabar apapun dari nyonya Mallory maupun Hyuga. Ia benar-benar takut. Padahal ia sama sekali tidak mengenal Hyuga dan juga tidak ada hubungan dengan mereka semua. Namun, perkataan nyonya Mallory beberapa hari lalu membuatnya sulit tidur. Jiya menghubungi nyonya Mallory namun tak kunjung ada jawaban. Maka ia memutuskan untuk pergi ke rumah sakit. Menjenguk Hyuga disana. Apapun yang terjadi, ia harus melihatnya meskipun sebentar.

Jiya mengeluarkan ponselnya dari tas. Sebuah pesan masuk saat ia dalam perjalanan menuju rumah sakit. Dari agensi yang tempo hari ia mencoba casting. Gadis itu tersenyum hambar. Ia gagal lagi. Mereka menolaknya. Miris. Gadis itu tersadar saat taksi yang ditumpanginya sampai di rumah sakit. Aroma obat menguar, menyapa indra penciumannya. Jiya berjalan cepat ke menuju ruangan Hyuga. Saat akan berbelok di koridor ia melihat Jake sedang meremas rambutnya di depan ruangan Hyuga. Perlahan gadis itu menghampiri Jake.

Butterfly Effect [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang