Chapter 4

41 6 2
                                    

Tak terbayang betapa bahagianya nyonya Mallory saat Jiya menyetujui hal itu. Ia langsung mengatakan pada Hyuga dan menyemangatinya agar segera pulih. Jiya juga selalu ada di samping Hyuga. Menemaninya sampai ia sembuh. Seperti saat ini, Hyuga baru saja akan kembali dari rumah sakit. Jiya ada disana.

"Semuanya sudah?" Tanya Jiya lagi. Hyuga mengangguk.

"Sudah sayang. Aku benar-benar merindukan rumah." Hyuga tersenyum lebar. "Aku juga ingin segera pulih. Aku ingin segera menikah denganmu." Lanjut Hyuga mendekat pada Jiya. Hyuga mengambil rambut yang menghalangi wajah Jiya dan menyelipkannya ke belakang telinga gadis itu. Jiya benar-benar terkejut. Ternyata Hyuga adalah lelaki yang menyukai skinship. Jiya belum pernah diperlakukan seperti ini oleh siapapun. Jiya hanya tersenyum kaku. Jantungnya berdegup dua kali lebih cepat.

Mereka sampai di kediaman Mallory. Meskipun Hyuga memiliki rumah sendiri, namun nyonya Mallory meminta putranya tinggal bersamanya sampai Hyuga benar-benar pulih. Lelaki itu hanya menyetujuinya.

Hari demi hari berlalu, Hyuga sudah pulih dan ia sudah kembali ke pekerjaannya. Persiapan pernikahan juga sudah matang. Hanya tinggal beberapa hari lagi sebelum pernikahan. Jiya menginap di rumah Bianca. Gadis itu benar-benar ingin menghabiskan waktunya bersama sahabatnya. Ia takut setelah menikah, ia justru tidak bisa leluasa bertemu Bianca lagi.

"Apa kau benar-benar yakin, Ji-yaa?" Tanya Bianca memastikan. Jiya mengangguk.

"Sudah menghitung hari. Aku tidak bisa mundur kan?"

"Tidak. Kau masih bisa mundur."

"Maka akan banyak pihak yang kusakiti perasaanya."

"Lalu bagaimana perasaanmu?"

Jiya terdiam. Benar juga. Lalu bagaimana perasaanya?

"Sudah kuduga. Kau terlalu memikirkan perasaan orang lain hingga kau lupa untuk menjaga perasaanmu sendiri." Lanjut Bianca.

"Aku berdoa ini yang terbaik."

"Apa kau akan bahagia?"

"Aku tidak tau, Bi-yaa. Tapi mudah-mudahan. Lagipula nyonya Mallory menjanjikan pekerjaan model untukku. Juga ia akan memberikanku apapun yang aku inginkan."

Bianca mendesah kesal. "Baiklah kuharap itu yang terbaik. Aku akan mendukungmu apapun keputusanmu."

"Terima kasih, Bi." Jiya memeluk sahabatnya itu.

Sore hari, Jiya menyempatkan untuk pergi ke makam ibunya. Ia membawa seikat mawar putih, bunga kesukaan ibunya.

"Bu. Beberapa hari lagi aku akan menikah. Aku akan menjadi istri orang lain. Ibu apakah ini benar? Aku tak tahu. Aku melakukan ini hanya untuk menyelamatkan nyawa seseorang. Ibu doakan aku dari sana. Agar hidupku bahagia. Entah apa yang akan ku jalani nanti. Kuharap ini bukan mimpi buruk." Jiya mengusap batu nisan pusara ibunya tersebut. Ia meletakkan seikat mawar diatasnya.

"Bu, sampai jumpa, aku akan sering kemari. Doaku selalu menyertai ibu. Aku menyayangimu. Aku pergi dulu." Jiya mengusap sudut matanya yang sedikit berair lalu meninggalkan pemakaman.

***

Hari yang mereka tunggu akhirnya tiba. Jiya tampak cantik dengan gaun berwarna putih tulang nya. Ia memilih gaun yang sederhana. Juga Hyuga memilih yang ini karena tidak mengekspos bagian tubuh Jiya. Bianca selalu setia di sampingnya. Ia tidak mempunyai siapa-siapa untuk mendampinginya selain Bianca.

Tuan Mallory masuk kedalam ruangan mempelai wanita. Ia mengulurkan tangannya. Karena Jiya tidak memiliki siapapun, tuan Mallory yang akan mendampinginya dan menyerahkannya pada Hyuga. Acara pernikahan ini memang private. Jiya memintanya agar tidak terlalu banyak perayaan. Lagipula kondisi Hyuga baru pulih. Pestanya mengusung tema garden party. Yang datang hanya kerabat, saudara dan beberapa kolega saja. Sedangkan dari pihak Jiya, hanya dihadiri oleh Bianca dan orangtuanya. Jiya tidak mempunyai siapapun. Ibunya adalah anak tunggal. Neneknya sudah tidak ada. Ayahnya tidak tau dimana. Jadi Jiya hanya memiliki Bianca dan keluarganya.

Butterfly Effect [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang