Chapter 5

31 6 0
                                    

Kecanggungan itu begitu terasa. Mereka dalam satu rumah namun dengan dunia masing-masing. Jiya menatap jam dinding di kamarnya. Sudah pagi, ia setidaknya harus melakukan peran seorang istri bukan? Ia bergegas mandi dan segera ke dapur untuk memasak makanan. Kurang lebih satu jam, beberapa jenis makanan sudah tersaji di meja makan. Jiya memutuskan akan membangunkan Hyuga untuk sarapan bersama. Baru akan mengetuk pintu, Hyuga keluar dari kamarnya lengkap dengan setelan jas kerjanya. Jiya mengeryitkan dahinya. Bukannya ini masih masa cutinya?

"Apa kau akan bekerja, Hyuga?" Lelaki itu hanya mengangguk. Ia berjalan melewati Jiya dan pergi ke dapur. Jiya mengikutinya. Hyuga mengambil air minum dan menenggaknya.

"Aku pergi." Ucap Hyuga. Jiya mengangkat alisnya.

"Ayo sarapan dulu, aku sudah memasak." Ajak Jiya dan menunjuk makanan yang berada di atas meja.

Hyuga menatapnya dingin. "Aku akan sarapan di kantor." Balasnya kemudian berlalu.

Tidak ada yang dapat mendeskripsikan bagaimana kecewanya Jiya. Dia telah memasak untuk Hyuga sejak pagi, namun Hyuga mengabaikannya. Jiya mengangkat kepalanya. Berusaha menahan tangisnya. Ia benar-benar sedih. Apa sebegitu bencinya Hyuga padanya hingga ia bisa mengabaikannya seperti ini?

Jiya akhirnya duduk sendiri dan memakan masakannya. Entah apa yang harus ia lakukan saat ini. Yang jelas, Hyuga sudah melarangnya untuk bekerja paruh waktu lagi. Jiya akhirnya hanya membereskan rumah dan kembali masuk ke kamarnya untuk sekedar berselancar di sosial media.

Hyuga tiba di kantornya. Ia menuju ruangannya di lantai  delapan. Beberapa kali ia berpapasan dengan karyawannya yang memberinya hormat. Hyuga hanya membalas sekedarnya. Ia merebahkan tubuhnya di kursinya. Ia benar-benar pusing. Bingung dan masih memproses apa yang terjadi.

Peristiwa ini begitu cepat. Ia benar-benar merasakan perubahan yang terjadi dalam hidupnya hanya dengan waktu singkat. Belum lagi ibunya selalu menanyakan keadaan Jiya. Hyuga tidak tahu mengapa ibunya begitu sayang dengan Jiya sedangkan dengan Jihan dulu, ibunya sangat tidak suka. Hyuga bingung dengan semuanya. Ia terus memikirkan apa tujuan Jiya mau menikahinya dan menyelamatkannya. Hyuga berfikir bahwa Jiya mempunyai tujuan lain. Karena itu, Hyuga selalu bersiaga dengan segala kemungkinan yang terjadi nanti.

Saat petang Hyuga tiba di rumah. Ia masuk kedalam rumah dan melihat rumah dalam keadaan rapi. Tidak biasanya, karena Hyuga tidak memiliki ART. Jadi biasanya rumahnya akan sedikit berantakan. Tapi suasana berbeda dilihatnya hari ini. Rumah dengan keadaan rapi dan wangi. Jiya menghampiri Hyuga yang baru saja masuk. Jiya tersenyum. Hyuga melihat gadis di hadapannya ini dengan tatapan datar. Meskipun ia curi-curi pandang untuk memperhatikan Jiya. Wanita di hadapannya ini terlihat sangat segar. Dengan baju tidurnya yang bergambar kucing berwarna biru dan rambutnya yang sedikit basah. Wangi di tubuhnya menguar. Aroma buah yang segar tapi lembut. Sepertinya Jiya baru selesai mandi. Itu membuat Hyuga menelan ludahnya.

"Hyuga. Kau sudah pulang?" Sapa Jiya ramah. Meskipun Hyuga sangat dingin, tapi Jiya berusaha tetap ramah untuknya. Karena ibunya bilang bahwa seorang istri harus bersikap baik pada suaminya.

Hyuga hanya menjawab pertanyaan itu dengan anggukan. Lalu kemudian masuk ke kamarnya. Ia ingin mandi. Namun saat ia masuk ke kamarnya, suasananya sangat kontras. Disini sangat berantakan sekali. Berbeda dengan di luar kamarnya yang sangat rapi karena dirapikan oleh Jiya. Hyuga menghembuskan nafasnya kasar.

Jiya sedang menyiapkan makan malam saat Hyuga keluar dari kamarnya. Jiya tertegun beberapa saat ketika melihat Hyuga yang baru selesai mandi. Dengan kaus hitamnya yang kontras dengan kulit putihnya dan celana tidur berwarna coklat. Jiya  menggelengkan kepalanya setelah ia menguasai dirinya.

"Hyuga. Ayo kita makan bersama." Ajak Jiya. Hyuga hanya meliriknya singkat kemudian berjalan menuju ruang tengah dan duduk di sofa menonton televisi.

"Aku tidak lapar." Balasnya singkat. Jiya sedikit kecewa dan memajukan bibirnya. Tapi akhirnya ia menarik kursi dan bersiap untuk makan malam sendirian. Hyuga sebenarnya lapar. Tadi ia tidak sempat makan. Hanya saja ia gengsi untuk menerima tawaran Jiya, ia masih berfikiran negatif padanya. Berfikir bahwa Jiya mempunyai tujuan lain. Namun jarak ruang makan dan ruang tengah sangat dekat. Hyuga bisa melihat Jiya yang menyantap makanannya dengan nikmat. Hyuga menjadi sangat lapar melihatnya. Apalagi tadi Hyuga sempat melihat sepertinya Jiya memasak daging. Hyuga sangat menyukai daging.

Butterfly Effect [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang