Chapter 8

35 6 6
                                    

"Kau tahu? Satu-satunya kesalahan terbesarmu adalah kau hadir dalam hidupku." Balas Hyuga dingin.

Jiya tersenyum miring. "Baiklah, aku lelah. Kita akhiri saja semuanya. Aku akan menemui ibu dan ayahmu untuk mengakhiri semuanya." Lanjut Jiya meninggalkan Hyuga yang terpaku sendirian.

Hyuga tersadar dan Jiya sudah terlebih dulu melangkah. Hyuga menarik tangan Jiya hingga gadis itu tersentak dan kembali berhadapan dengannya.

"Kau gila? Ibuku sedang sakit. Kau ingin membebaninya lagi? Kau ingin membuatnya semakin sakit?" Ujar Hyuga.

"Itu semua kemauanmu. Aku hanya mengikuti apa maumu kan? Lepaskan aku, Hyuga."

"Tidak. Aku tidak akan melepaskanmu untuk menemui ibuku!"

"Lalu apa maumu?"

"Jangan temui ibuku sekarang."

Jiya tersenyum tipis. Kemudian pergi meninggalkan rumah itu. Hyuga saat ini benar-benar bingung. Ia juga masih lemas karena efek alerginya. Jiya tetap melanjutkan langkahnya. Tak peduli lagi dengan Hyuga.

Gadis itu berhenti di sebuah halte. Bertengkar dengan Hyuga memang melelahkan. Jiya mencari sebuah kontak di ponselnya dan menelepon seseorang. Tak lama kemudian mobil hitam itu berhenti di depan halte yang ia duduki. Seseorang melambaikan tangannya, Jiya tersenyum tipis dan masuk ke dalam mobil.

"Kau ada masalah?" Tanya seseorang itu Jiya mengangguk.

"Iya." Lelaki itu tersenyum. Dave memang meminta Jiya untuk menghubungi dirinya jika ada sesuatu. Jadilah dia disini sekarang. Jiya memang baru bertemu beberapa kali dengan Dave namun gadis itu sudah merasa nyaman dengannya. Dave sangat bisa memberinya ketenangan. Dave juga berusaha selalu ada untuk Jiya.

"Ini sudah malam. Bagaimana jika ke rumahku?" Tanya Dave. Jiya mengangguk. Jujur ia benar-benar tidak punya tempat untuk singgah. Bianca sedang berlibur dengan orangtuanya ke luar kota. Jadi Jiya tidak bisa menemui Bianca untuk saat ini.

Dave menghentikan mobilnya. Mereka masuk kedalam sebuah rumah mewah. Jiya takjub melihatnya. Ya ini lebih mewah daripada rumah yang ia tempati dengan Hyuga. Wajar saja, Dave adalah seorang pemilik perusahaan fashion. Ayah ibunya sudah meninggal. Ia hanya satu-satunya putra dari keluarga itu. Jadilah ia yang meneruskan semuanya.

"Ayo masuk." Ucap Dave membuyarkan lamunan Jiya. Dave sedikit terkekeh melihat gadis itu hanya mematung di depan pintu. Jiya mengangguk dan ikut masuk kedalam.

Mereka disambut dua orang asisten rumah tangganya Dave. Sepasang suami istri yang sudah bekerja dengan keluarga Dave sejak belasan tahun lalu.

"Ah bibi, paman, ini temanku. Dia akan menginap disini. Tolong siapkan makan malam dan kamar tamu." Ucap Dave pada mereka. Mereka berdua hanya membungkukkan tubuhnya. Begitupun Jiya.

"Tunggu disini saja. Nanti kita akan makan malam. Aku akan mandi dan berganti pakaian sebentar." Ucap Dave sambil menunjuk sebuah sofa besar di ruang tengah. Jiya mengangguk. Suasana rumah ini membuatnya merasa nyaman entah mengapa.

Sementara Hyuga, ia khawatir Jiya akan menemui ibunya jadi ia putuskan untuk menelepon ibunya. Tentu saja nyonya Mallory terkejut saat Hyuga menanyakan keberadaan Jiya. Nyonya Mallory terkejut dan menanyakan apa yang terjadi. Hyuga menjawab bahwa ia hanya sedikit berselisih paham. Ia tentu memarahi Hyuga mengapa Jiya bisa sampai pergi tanpa mengatakan apapun.

"Bagaimana bisa kau membiarkan istrimu pergi sendirian, hah? Kau suami macam apa? Kau tahu? Jiya menelepon mama sambil menangis saat kau tak sengaja memakan udang. Dia terus menerus meminta maaf. Kau pasti menyalahkan Jiya kan?"

"Tidak. Kami hanya salah paham saja."

"Mama tidak peduli. Kau harus mencarinya. Kau sudah tidak apa-apa kan? Cari dia! Kau membuat mama makin sakit kepala saja."

Butterfly Effect [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang