09

874 158 62
                                    

Memang dasar punya tetangga agak sableng. Tingkah laku juga bikin naik darah. Veedan sampai tak mengerti gimana bisa bertemu para manusia seperti tetangganya. Kalau dia tahu, sedari dulu ogah banget minta mas Naren bantuin cari rumah. Soalnya trio pasangan yang saat ini sedang mengeling anak Veedan sangatlah menyebalkan.

Sudah tahu anak yang baru jebrol kemarin nangis kejer karena kaget sama suaranya mereka yang sudah seperti toa masjid. Rose pun mau buka bra buat beri asi agak gimana gitu. Soalnya ada tiga orang lelaki asing diruangannya. Akhirnya, sang anak menderita dengan elingan para manusia yang mengaku sebagai si tante dan om terunyu di dunia.

"Tarat tarat anak ganteng kok nangis sih. Hayo raum-raum nanti dimakan cecak." Juliah membuka tutup wajah dengan tangan. Namun, bukanya si bayi berhenti nangis malahan suara tangisan semakin keras.

"Oek, oek." Rose meng-puk-puk sang putra. Dia menarik senyum terpaksa.

"Ih, mbak Jul, mukamu nakutin. Biar tante Lisa aja yang ngeling. Wleeh."

Lisa menarik kedua sudut bibirnya dan memelototkan mata. Gemblung memang orang satu itu. Jelas saja bayi Veedan dan Rose makin takut.

"Hue...oek...oek." Veedan semakin emosi. Sudah kirim tatapan sama Rose dan bersiap ancang-ancang ambil posisi.

"Hiyash! Menjauhlah kalian. Anakku harus minum susu." Kontan Veedan menghentak kaki seraya rentangkan tangan seperti ninja. Berjalan seolah dia sedang berhadapan dengan para zombie pemakan daging manusia.

Veedan duduk di depan Rose sambil buat pertahanan. "Kalian semua ya! Awas jangan pada ngintip." Titahnya melirik ke belakang. Pandangannya kembali pada Rose. "Ayo deh bunda disusuin dulu."

Jeni misuh-misuh. Veedan memang terlalu berlebihan reaksinya. "Halah kalau kita enggak ada, paling kamu ikutan nyusu kan!" Lidah Jeni pantas dapat predikat tersilet. Belum lagi si suaminya, mas Naren ikut-ikut jadi provokator.

Naren berucap. "Tapi deh mami, kan emang boleh mam?"

Mendengarnya, Jinan menimpali.
"Aku dulu sering." Ucapnya menatap Juliah yang sudah malu-malu kucing sampai merah padam wajahnya.

Rose sejak tadi diam, cuma geleng kepala. "Telinga anakku sudah kena noda oleh pembahasan dewasa para manusia itu." Lirihnya.

Sudah, memang paling betul semua orang di ruang itu Veedan tendang sampai terjungkal ke planet jupiter. Veedan total jengah, tapi Rose beri instruksi lewat lirikan mata agar dia tetap kalem.

"Kalian pada gak kerja apa gimana sih? Kok ke sini seperti manusia kurang kerjaan." Veedan gantian julid.

Naren dan Jeni terkekeh. "Iyadong. Kalau kita sih karena endorse beras dari Raffi Ahmad sama Atta Gledek, omset beras langsung melejit. Dari sabang sampai merauke pada kasih order. Lain kali dek Veedan bisalah undang artis lebih gede. Itung-itung bantuin tetangga." Ucap Naren.

Juliah menimpali. "Kalau aku sama mas Jinan lagi free. Suami tercinta ku yang adalah perwira kepolisian  dapet cuti." Sombong mbak Juliah, menggandeng tangan Jinan.

Lisa dan Haidar bersitatap, tak mau kalah. "Mas Haidar juga hari ini libur karena dapat awards. Awards dokter terdedikasi."

Veedan dan Rose elus dada mereka saat mendengar para tetangganya tengah pamer satu sama lain. Pada tidak sadar kalau ada yang lebih dari mereka. Siapa lagi kalau bukan Rose dan Veedan sendiri?

"Kalian pada hebat." Ujar Rose demi meredam kesombongan yang telah membabi buta dalam darah Juliah, Jeni, Lisa, beserta para suami. "Aku bangga deh punya tetangga seperti kalian."

Selepas baby Veero terlelap, Veedan bisa bernafas lega. Dia kembali lebih tenang dan untung tadi minta para tetangga kecilkan volume suara.

Veedan sedari tadi nutupi sang istri yang lagi menyusui, tidak sempat tengak-tengok. Rose sama fokusnya kasih asi ke Veero.

Senja dan Fajar[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang