07

843 153 17
                                    

"Ini nanti jadi Raffi Ahmad sama Atta Halilintar yang jadi MC acara mitoni Rose?" Jeni bertanya pada Naren, sang suami.

Naren yang sedang bersiap kontan mengangguk. "Iya ma. Gila sih itu acara mitoni habis berapa ratus jeti ya?"

Jeni mengenakan antingnya. "Halah penting pakai beras kita buat acara mitoninya. Sekalian kali ya pah kita minta mereka endorsin beras kita?"

.

.

.

Haidar menyisir rambutnya. "Mami, mandimu lama sekali? Ayo cepat nanti telat. Acara mitoni Rose ini ada Atta Halilintar loh mi."

Dari dalam kamar mandi, Lisha lalu berteriak. "Bentar papi. Baru bilas badan."

"Pi, anak kita udah pakai baju bagus belum?" Lisha bertanya dari balik kamar mandi.

"Sudah, darling."

.

.

.

Jinan dan Juliah tengah menunggu anak mereka bersiap-siap. Memang dasar anak muda lama sekali. Tidak cak-cek. Mendadak Juliah teringat sesuatu.

"Eh mas. Nanti fotoin aku sama Raffi Ahmad ya? Mau kupload di IG. Siapa tahu aku jadi selebram. Mau pansos hahaha."

Sang suami yang sedang membaca koran geleng-geleng. "Hilih. Mending foto sama aku aja bun. Dijamin nanti followersmu nambah."

"Ih followers dua ratus aja sombong kamu mas."

.

.

.

Rose menatap cermin. Perias saat ini tengah menata rambunya. Rose sudah memakai gaunnya. Memang ini acara mitoni cukup megah dari pada acaranya Aurel Hermansyah beberapa waktu lalu. Orang dia saja pakai Atta Halilintar buat jadi MC.

"Mbak, aku mau rambutnya dibuat kayak ratu victoria ya?" Ucap Rose sambil memakan camilannya. Dia padahal sudah dandan cantik, tapi masih saja makan. "Eh mbak, aku ini kok malah mirip Rose blackpink ya kalau didandani?"

Mbak perias hanya senyum-senyum terpaksa. Oknum yang dia dandani memang cerewet sekali. Dari tadi ngomong terus. "Eh bentar mbak, aku bikin story instagram dulu. Biar eksis gitu mbak."

Cekrek....Cekrek....Cekrek

"Aduh, kok kelihatan gendut ya? Hm, mbak bisa geser dulu enggak? Ini tangan mbak tadi kelihatan." Suruh Rose pada mbak perias.

Perias itu hanya mengambil seluruh oksigen dengan brutal karena agak kesal. Rose berusaha mendapat sisi foto terbaiknya. "Yesh, ini baru seni. Sini mbak lanjut riasnya."

"Bunda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bunda. Cantik sekali kamu." Veedan melangkah dari ambang pintu. "Wah udah kayak ratu eropa aja ya bunda."

Senyuman Rose terpancar bagai sinar mentari yang menghias fajar. Kecantikan paripurnanya membuat Veedan seperti terhipnotis. Sungguh bidadari dunia. Sudah pasti nanti jika anak mereka lahir, parasnya sangat indah.

Mbak perias selesai sengan Rose lantas undur diri. Dengan segara Veedan memegang pundak Rose dan mengecup pucuk kepala sang istri.

"Bintang tamu kita barusan dateng bun. Raisya sama Lesti." Veedan rela merogoh kocek demi mendatangkan kedua orang itu. "Raffi Ahmad sama Atta Halilintar juga udah dateng. Ini mitoni termewah kali ya bun yang ada di Surakarta." Sombong Veedan.

Rose geleng kepala. "Eh eh, hayoloh mas enggak boleh sombong." Ucap Rose. "Mas, aku kok jadi kepengen lahiran di Edinburgh ya." Mendadak ide itu muncul begitu saja di kepala Rose.

"Hah Edinburgh? Enggak Madrid aja bunda? Sekalian nonton bola hehe."
Tawar Veedan.

Alis Rose naik ke atas. Lantas dia usap perutnya. "Nak. Kamu mau ke Edeiburgh atau Madrid? Oh katanya di Surakarta aja mas."

Lubang hidung Veedan kembang kempis. Percuma jauh-jauh bahas kota estetik kalau ujungnya tetap Surakarta yang jadi kota pilihan.

"Hih bunda emang minta dicium. Gemes deh aku jadinya." Ujar sang suami kemudian pindah posisi di samping istrinya.

"Kak Veedan! Tamu udah dateng semua itu." Suara sang adik, Rena, membuat Veedan gagal berciuman.
Veedan berdecak pada Rena, tapi adik kandungnya itu malah berkedik bahu. "Mesra-mesraan terus. Dasar manusia." Julid Rena.

Telak Rose tertawa, berbeda dengan Veedan yang melotot. "Dah yuk bun, keluar. Dayang kita sudah memberi kabar."

Rena yang baru saja balik badan, kian berhenti. Menoleh pada sang kakak. "Mulutmu pedes banget si bang. Euh."

Di aula hotel yang sudah disewa itu, kedua pasangan berjalan pelan. Kini semua mata tertuju pada mereka. Di sana, MC Raffi dan Atta menyambut kedatangan dua tokoh utama malam ini.

"Wah ini nih ta, romeo dan julietnya acara malam ini." Ucap Raffi Ahmad.

Atta Halilintar mengangguk. "Ashiap bener tuh a'. Mari sambut Veedan Arfajar dan Rose Senjakala."

Semua orang di sana bertepuk ria. Rose kemudian naik ke panggung yang tidak cukup tinggi itu. Begitu pula dengan Veedan.

Sebelum masuk pada acara inti mitoni dengan tradisi jawa, kedua anak manusia itu diajak ngobrol santai dulu sama Raffi dan Atta.

"Jadi mbak Rose. Sekarang gimana? Senengkah terharu?" Raffi sodorkan mic pada Rose.

Agak demam panggung apalagi ada artis tersohor yang mewawancarai dirinya. "Seneng banget sih. Terharu. Makasih suamiku." Rose mengusap lengan Veedan.

"Ashiap. Cie cie cie, saling melempar tatapan." Atta memprovokasi. Wajah Veedan merah padam karena gugup.

Detik demi detik berlalu, mereka kini melakukan tradisi mitoni sesuai adat jawa. Semua berjalan lancar sampai akhir.

"Tidak terasa nih, tradisi mitoninya mbak Rose selesai. Boleh dong kita minta mereka saling mengutarakan harapan." Raffi berikan waktu dan tempat pada sang pemilik acara ; Veedan.

Degupan jantung Veedan semakin gencar seperti serangan bom nuklir yang mampu hancurkan Hiroshima dan Nagasaki. Dia menatap semua tamu, sebelum akhirnya menaruh seluruh atensi pada Rose. Veedan serongkan badan hingga sekarang menghadap Rose sepenuhnya. Lalu dia sedikit membungkuk untuk cium perut sang istri.

Semua orang di sana berteriak riuh karena adegan yang sangat penuh cinta. Veedan kemudian kembali lagi pada posisi tegak. Menarik tangan Rose dengan salah satu tangannya.

"Bunda. Aku berharap kamu lancar lahirannya dan bayi kita lahir dengan selamat termasuk kamu. Semoga anak kita nanti menjadi orang yang baik akhlaknya, berbakti, dan juga berguna untuk diri sendiri maupun orang lain." Veedan kecup kening Rose. Lama sekali karena dia amat senang sekarang.

Di sana, Jeni dan Naren sampai tak bisa menahan air mata. Akhirnya teman mereka sebentar lagi punya anak. Padahal Naren overthinking takut Veedan menua tanpa adanya keturunan.

"Pah," Lirih Jeni. Naren kontan toleh kepala. Lewat alis yang naik turun itu seolah bertanya ada apa. "Ini kapan merek beras kita diendorse Raffi dan Atta?"[]









Senja dan Fajar[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang