Memory - 08

1.6K 292 1
                                    

"Pak Chadi.... Pak Chadi... Bangun, Pak, sudah siang."

Mata Chadi terasa berat. Lamat-lamat ia membuka mata dengan paksa. Sinar matahari menembus masuk dari jendela kamar. Tirai dan gorden telah terbuka lebar. Chadi mengerang dan menutupi silau dengan punggung tangan.

Ia mendudukkan dirinya dengan tegak, kemudian mengusap wajah. Beberapa detik ia habiskan untuk menguap dan mengucek mata. Lalu tiba-tiba saja saat Chadi menyadari sekelilingnya, ia langsung tergemap di tempat.

Di lantai, di kasur, dan di udara... kapuk dan kapas putih memenuhi semua tempat di kamar ini. Saat merasakan tangannya sedang memegang sesuatu yang lembut, Chadi menunduk dan melihat bantal putih robek dengan isi yang terhambur keluar.

Chadi menghembuskan napas panjang. Ia baru ingat apa yang terjadi. Semua ini akibat konsultasi dengan Rumi tadi malam.

"Pak Chadi," Pak Fahrid yang daritadi berdiri di depannya memanggil.

Chadi mengusap wajah sekali lagi. Baju yang ia kenakan sangat kusut dan celana panjangnya terlalu panas digunakan untuk tidur. Namun Chadi tidak memedulikan pakainnya. Ia memikirkan cara untuk bertanggung jawab atas kamar berantakan ini. Bisa gawat kalau Rumi menolak kedatangannya pada sesi kedua minggu depan hanya karena kesalahan ini.

"Pak Chadi," Pak Fahrid memanggil lagi.

Kali ini Chadi baru menanggapi, "Maaf, Pak," Ia bangkit berdiri. "Saya bisa jelasin kenapa kamarnya berantakan."

"Nggak apa, Pak, biar saya bereskan," Pak Fahrid merelakan. "Apa saya perlu bilangin ke Ibu kalau Bapak—"

"Oh, jangan, jangan, Pak," Chadi melambaikan tangan sambil menggeleng cepat. "Jangan bilang apa-apa ke Ibu. Rahasiaiin tentang ini ya, Pak. Nanti saya yang tanggung jawab," ujar Chadi.

Pak Fahrid mematuhi. "Kalau gitu apa Bapak butuh bantuan?" tanyanya. "Atau saya telepon Ibu—"

Chadi menggeleng lagi, "Nggak perlu, Pak," Ia tidak ingin Rumi tahu ia telah merusak rumahnya. "Jangan panggilin Ibu ya. Setelah ini saya balik ke apartemen saya, kok. Saya cuma ketiduran di sini tadi malam."

Pak Fahrid lagi-lagi mengangguk, "Oke, Pak, kalau ada apa-apa saya di luar membersihkan kolam renang ya, Pak," sahut pak Fahrid sembari melangkah pergi. "Kalau Bapak perlu sesuatu juga bisa panggil Bu Tuti. Sarapannya juga sudah ada di meja."

Chadi menggaruk tengkuknya. "Makasih ya, Pak."

"Siap, sama-sama, Pak," Lalu pak Fahrid menutup pintu kamar dan tak terlihat lagi.

Sekali lagi Chadi mengedarkan pandangan. Pada kerusuhan yang ia buat.

Chadi baru akan masuk ke kamar mandi ketika ia melihat catatan kuning kecil di atas HP-nya. Chadi mengambil dan membaca tulisan di kertas itu.

Maaf aku nggak bangunin kamu, habis kamu lelap banget tidurnya.

Aku juga nggak bisa sarapan bareng karena harus berangkat ke kantor.

Bu Tuti sudah siapin sarapan di bawah. Jangan lupa makan sebelum pergi ya.

Hubungi aku lagi kalau kamu tertarik ambil sesi selanjutnya

- Rumi

Chadi tersenyum kecil membaca secarik kertas itu. Apakah itu artinya Rumi sudah melihat kekacauan yang ia buat di kamar ini?

Mengambil langkah menuju kamar mandi, Chadi bersiul senang. Akan sangat menyenangkan andai tadi bukan pak Fahrid yang membangunkannya, tetapi Rumi sambil menyodorinya kopi panas.

Starting OverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang