Memory - 22

1K 222 3
                                    

Chadi menerima kembaliannya. Sambil menenteng tas plastik berisi nori ia keluar dari minimarket. Ia belum bisa melupakan kisah yang Rumi tulis pada diarinya. Bahkan ketika ia berjalan pulang menuju apartemen, pikirannya dihantui oleh pertanyaan dan umpatan yang terlalu menyakitkan.

Pertanyaan terbesarnya adalah, apabila Rumi benar-benar hamil, lalu di mana bayi mereka sekarang? Chadi Kharisma pasti pria tak berguna. Bukankah umur anak mereka sekarang sudah dua tahun? Chadi Kharisma pasti pria pengecut. Pria itu pasti kabur dengan menceraikan Rumi. Ia pasti meninggalkan Rumi karena sesuatu yang berhubungan dengan ini. Chadi Kharisma memang pengecut! Mati saja! Chadi lagi-lagi merasa risi berada di tubuh ini.

Sesungguhnya, Chadi sudah tahu apa jawaban dari semua pertanyaannya. Tapi ia tidak mau mengakuinya. Ia bahkan berhenti membaca diari Rumi. Ia tidak ingin dugaannya nyata.

Chadi merasa dadanya sesak. Kepalanya berat. Napasnya serasa berhenti, seolah ia tidak memiliki jantung dalam tubuhnya. Apa bisa jantungnya tiba-tiba hilang?

"Dokter Chadi?" Seseorang menyebut namanya. Seorang pria yang tak sengaja berpapasan dengannya di pinggir jalan. Chadi tidak mengenalinya.

Pura-pura terlihat santai, Chadi berhenti memegangi dada. Ia merasa sedang tidak enak badan. Ia tak mau berbicara. Yang ia inginkan hanya cepat sampai di apartemen.

"Dok, ini gue... Barjo..." kata pria itu, menepuk diri sendiri, "Barjo yang kerja di apotek Rumah Sakit. Ingat, Dok?" tanyanya.

Chadi kehilangan fokus. Kepalanya masih terasa pusing.

"Dok?" Barjo bertanya lagi. Keningnya mengerut, "Lo sakit?"

Mendadak, suara tubrukan keras terdengar tepat dari jalan raya tempat mereka berdiri. Sebuah mobil menabrak pria kantoran yang sedang menyeberangi jalan.

Barjo terperangah, "Dok, ada kecelakaan, Dok!" ia menunjuk titik keramaian.

Chadi tidak dapat berkonsentrasi. Dengan mata menyipit pusing, ia mengamati dari jauh lokasi kejadian. Ada dorongan dalam dirinya untuk segera berlari menuju tempat terjadinya perkara dan memeriksa korban kecelakaan itu. Namun Chadi mengekang minatnya. Justru Barjo lah yang langsung berlari ke sana, membantu pria korban tabrak lari yang terkapar pada aspal depan mobil.

Entah mengapa Chadi punya prasangka buruk. Ia membayangkan... Bagaimana kalau kandungan Rumi gugur karena sebuah kecelakaan tabrak lari? Bagaimana kalau Rumi keguguran karena perbuatan Chadi Kharisma? Lagipula laki-laki macam apa yang bercerai dan meninggalkan istrinya terpuruk sendirian setelah keguguran? Tapi apakah semua dugaannya di atas itu benar? Apa jangan-jangan bayi mereka masih hidup? Apa Rumi sengaja menyembunyikan anaknya darinya?

Chadi tidak tahan lagi. Ia tidak bisa menyimpan semua pertanyaan ini. Ia harus menanyakan hal ini langsung pada Rumi. Wanita itu seharusnya sudah tiba di apartemennya.

Dengan terburu-buru Chadi berlari. Ia bergegas menuju ke lantai apartemennya, membuka pintu, dan masuk ke dalam. Namun ruangan itu masih gelap. Tidak ada siapapun di sana. Rumi belum datang. Chadi merasa kosong. Ia merasa hampa.

Teringat HP, Chadi langsung menghubungi nomor Rumi. Namun wanita itu tidak mengangkatnya. Berulang kali dihubungi, namun wanita itu tidak juga menjawab panggilan Chadi.

Chadi mencoba menenangkan diri. Kehampaan yang diselimuti kecemasan ini harus segera dihilangkan. Ia tidak nyaman dengan perasaan ini. Ia harus tahu kelanjutan dan alasan mengapa ia tak melihat bayi mereka sekarang.

Berusaha tegar dan tabah, Chadi kembali membuka buku diari Rumi. Pasti ada penjelasan di dalam catatan pribadi Rumi ini. Dan barangkali itu bisa menenangkannya. Itu bisa membuat perasaan cemas dan takut yang Chadi rasakan ini menghilang.

Starting OverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang