Seorang anak perempuan, pendek dengan seragam Gryffindor, berjalan pada suatu pagi di musim semi yang dipenuhi oleh sinar matahari yang sangat menghangatkan. Bunga-bunga bangkit dari gugurnya dengan kelopaknya yang warna-warni. Aroma wanginya yang sangat memikat hati bagi siapa saja yang mencintai musim semi. Musim dingin yang pergi masih menyisakan rasa dingin dalam dirinya. Sesekali dia menatap pemandangan dari jembatan kayu Hogwarts itu. Musim semi sama sekali tidak bisa membuatnya melupakan kejadian itu. Memang matanya menatap itu namun pikiran berjalan bagaikan hanyut dalam samudera yang sangat kelam. Masa lalunya yang kian semakin menghantui setiap harinya. Drama demi drama tanpa berhenti menyapanya. Dia masih teringat ketika serangan kata telah menyiksa hatinya yang kini sudah tidak tahu lagi bagaimana lagi membuatnya utuh. Dia mengambil pena bulu dan menulis perasaannya dengan tinta.
Dear diari,
Hari ini, diatas jembatan ini, aku menulis perasaan ini yang tak seindah musim semi. Kali ini sudah musim semi yang kesekian kalinya aku tanpa dirinya. Diari, dia dimana? Dia selalu hadir di setiap tidurku. Andai saja semesta menemukan aku lagi dengan dirinya. Aku sangat merindukan senyumnya. Aku butuh pelukannya. Tidak ada yang mau memelukku disini. Tidak ada. Semua yang bisa memelukku telah membeku dalam es yang telah terkutuk itu. Itu semua karena aku. Ingin rasanya aku pergi dari sini. Banyak sekali drama yang kualami tanpa berhenti. Aku menyukai berjalan di bawah derai langit biar tiada seorangpun bisa melihat perasaan ini. Terkadang, tamparan kata-kata lebih mengiris perasaan hati daripada ditampar wajahku hingga merah hati. Dulu ku tersenyum dengan tulus. Kini ku tetap tersenyum meski hati terluka. Luka yang kau beri, pengirisan di hati.
Tiba-tiba seorang burung hantu datang menemuiku dengan sebuah gulungan kertas yang terikat pada kedua kakinya. Aku mengambilnya, membukanya, dan langsung membaca apa isinya. Apa yang terjadi kemudian membuat aku berlari bagaikan angin yang berhembus tanpa rasa sesal. Aku tidak memikirkan apa-apa selain pergi dari tempat itu secepat cahaya. Kakiku langsung berhenti ketika sampai di ruang umum Gryffindor. Disana aku bertemu dengan dirinya. Dia menatapku dengan sangat tajam dan tanpa lengkungan di wajahnya. Wajahnya yang berwarna cokelat dan rambut ikat belakang membuat aku hampir tidak bisa bernapas. Dia mengenakan baju seragam Hogwarts dengan lencana berwarna merah bertulisan 'P'. Dia membisu seribu bahasa sejenak dan kemudian dia meledak.
"Ternyata rumornya benar."
"Ru-mor a-pa?" balasku dengan getaran hebat di dalam mulutku.
"Rumor tentang perilakumu yang pergi ke ruang terkutuk es itu. Kamu tidak bisa membohongiku. Kamu aja tidak bisa berkata satu katapun tanpa gemetaran."
"A-aku h-hanya m-m-mem-b-bu-t-tuhkan ses-s-uatu ya-ng ha-ngat un-tuk di-pakai."
Angelica menatapku dengan penuh tanda tanya. Aku merasa ada sesuatu yang ingin dia tahu tentang aku. Aku tidak tahu maunya dia apa menanyakan aku tentang ini. Memang sudah lama waktu itu dan untuk apa lagi dibahas tentang itu. Aku tidak mau mendengarnya lagi. Aku sudah cukup rasanya menjadi seseorang yang wajahnya setiap hari ada di depan halaman utama Daily Prophet. Aku tidak tahu siapa sebenarnya yang mengambil foto itu dan menuliskannya menjadi sebuah berita. Rasanya ada seseorang yang tahu rencanaku tetapi aku tidak tahu siapa.
"Banyak kali drama kamu. Jika memang rumor itu salah, bagaimana mungkin ada foto kamu dengannya di depan halaman Daily Prophet. Kamu jangan membohongiku Julie. Aku adalah perfectmu disini. Aku berhak tahu apa semua dibawah asrama ini tanpa kecuali. Ini semua aku lakukan untuk melindungi warga asrama ini dari bahaya. Perilakumu yang sangat aneh belakangan ini telah menjelaskan semuanya. Sebenarnya kamu ada masalah apa sampai-sampai harus pergi disana dengan seseorang yang jelas-jelas kakak leting kamu malam-malam. Apa kamu tidak berpikir bagaimana malunya Gryffindor menjadi kabar angin setiap harinya karena perilakumu? Aku rasa kamu memang mau menodai asrama ini sekaligus menghancurkan satu Hogwarts."
"Itu semua salah. Aku pergi kesana untuk memecahkan kutukan es sekaligus mencari jawaban atas apa yang terjadi tentang kakakku. Aku mengajaknya untuk pergi denganku karena aku membutuhkan seseorang yang dapat membantuku"jelasku membela diri.
Namun, bagaimanapun aku membela diri, aku terus diserang oleh Angelica seakan-akan kami berdua tengah bermain catur. Bedanya aku adalah seorang yang biasa saja sementara dia adalah seorang Grandmaster. Semua taktikku telah dibaca semuanya.
"Sejauh ini, kamu adalah seorang Gryffindor yang banyak sekali drama daripada dia. Aku menyadari bahwa tahun ini sangat berat buat kamu, Julie, tetapi aku ingin untuk kali ini jangan membuat lagi. Kamu masih beruntung masih bisa selamat dari ini semua. Kamu telah mencelakakan tiga Gryffindor karena ikut denganmu kesana. Syukurlah tidak ada yang sampai meninggal karena ulah tanganmu. Jika sampai ada, aku tidak tahu apa lagi yang harus aku lakukan terhadapmu Julie. Ingat Julie! Satu drama lagi kamu buat, aku tidak segan-segan menuntutmu ke pengadilan sihir Hogwarts."
KAMU SEDANG MEMBACA
Julie Carter & The Cursed Vaults
FanfictionJulie Carter tidak menyangka bahwa tahun keduanya di Hogwarts akan terjadi tragedi yang sangat mengejutkan. Apalagi tahun kemarin yang masih menyimpan tanda tanya yang masih belum terpecahkan hingga sekarang. Bersama sahabatnya Rowan, Julie melakuka...