2. Tumbuh dan Mengecil

9 2 0
                                    

Kamu dimana? aku rindu.

Ku cari dirimu dimana-mana

Ku tanya angin namun tiada jawabnya.

Jalan mana yang harus ku pergi untuk mencari dirimu

Pena itu perlahan berhenti menari diatas kertas putih tanpa noda. Suara goresannya menemani aku yang tengah hanyut dalam lautan kata yang tanpa suara. Aku terdiam menatap lukisan perasaan itu tanpa berhenti seolah-olah aku tengah berada dalam taman puisi yang tiada bertepi. Aku berjalan dalam taman tersebut mencari nama, nama yang membuat aku kehilangan arah utara. Tiba-tiba semua berubah seketika, kabut menyelimuti semuanya. Rasanya aku seperti berada dalam segitiga bermuda. Ingin berteriak namun tidak ada siapa-siapa. Hanya aku sendiri tanpa siapa-siapa. Perlahan diujung sana ku lihat cahaya namun sayang aku terjatuh dengan begitu dalamnya sebelum sampai kesana. Akhirnya semua perlahan sirna ketika aku menutupnya dan saat itulah aku kembali ke dunia. 

Matahari menyapa dari balik jendela dan didepanku ada sebuah sepotong kue kata yang tadi kucerna isinya. Kue itu sudah ku telan dengan entah berapa kali, namun belum ada titik terangnya yang ku ingini. Kalau bukan karena dia, mungkin aku tidak harus memakan ini yang belum pada waktunya. Kue itu membuat tanganku ingin menari, mengayunkan perasaan ini dengan sepenuh hati. Jam seakan tidak mau berhenti, berlari dengan sangat kencang namun pasti.  Berita tentangnya selalu ku dengar hingga kini namun apa yang terjadi dengannya  tidak pernah kutemui. Namanya bergema di seluruh sekolah ini membuat aku seperti alien yang berjalan di muka bumi.

Memang banyak sekali kejadian aneh yang terjadi semenjak kehilangannya. Banyak yang mengatakan bahwa ini adalah kutukan yang akan mengancam sekolah. Sebelum terjadi kejadian ini aku sempat bertemu dengan Rowan beberapa waktu yang lalu. Beginilah ceritanya. Waktu itu aku sedang berada diruangan yang sama seperti sekarang ini untuk melihat mantra-mantra apa yang bisa digunakan untuk rencanya. Sambil menyelam disana, tiba-tiba sebuah burung hantu menyapa dengan sebuah pesan kecil yang terikat pada kakinya. Aku buka isinya dan ternyata waktunya telah tiba. Aku ambil semuanya dan berlari menuju menara barat tepatnya ke Ruang Umum Gryffindor. Disana dia telah menunggu aku dengan wajahnya yang manis.

"Hai Julie! Apakah kamu ada mendapatkan informasi apa saja tentang Ben?" tanya Rowan dengan wajahnya yang penuh penasaran. 

"Belum, tetapi jika kamu bisa membantuku mencari cara agar kita bisa pergi ke ruang umum Slytherin, aku yakin Black Quill itu bisa membantu kita menemukan dia."

Aku ambil duduk pada sofa empuk yang berwarna merah dalam posisi tepatnya di depan Rowan. Seketika itu, kami memulai meeting yang paling penting melebihi rapat dari asrama kami sendiri. Kami sangat beruntung karena tidak ada seseorang sama sekali di dalam ruangan itu sehingga kami lebih leluasa untuk  membicarakannya tanpa seorangpun yang mengetahuinya. Rowan kemudian menuangkan idenya sementara aku mendengarkannya dengan seksama. 

"Aku ada kesulitan dalam menemukan idenya sampai saya mengingat tentang Shrinking dan Engorment Charm."

"Oke, lantas apa yang terlintas dalam pikiranmu?"

"Dan, pertandingan besar Quidditch antara Gryffindor dan Slytherin!"

"Aku tidak terlalu mengikuti pertandingan itu Rowan"

"Aku tahu tapi saat pertandingan itu berlangsung semua orang akan pergi kesana. Itu adalah kesempatan yang bagus bagi kita untuk mengambil Black Quill itu. Bagaimana menurutmu?"

"Kelihatannya sangat kompleks, berbahaya, dan sangat gila. Apa ini ide yang paling bagus yang bisa kamu temukan?"

"Aku kira itu ide yang bagus Julie. Aku ada juga terpikir tentang menyamar menjadi siswa Slytherin. Itu bisa kita lakukan dengan menggunakan Polyjuice potion agar kita bisa menyerupai seseorang dari asrama lain, namun itu membutuhkan waktu sebulan baru bisa digunakan."

Aku berpikir sejenak dan memikirkan idenya. Memang benar yang dikatakan sahabatku itu namun apa mungkin Ben bisa menunggu selama itu. 

"Aku rasa Ben tidak ada waktu lebih lama dari itu Julie. Aku akan melakukan riset mantra-mantra untuk memastikan semuanya aman, dan aku aku berada disana sepanjang waktu untuk jaga-jaga."

Entah mengapa aku masih ragu tentang idenya. Bagaimana jika aku hanya bisa mengecil namun tidak bisa kembali seperti normal kembali. Apalagi seumur hidupku belum pernah menjadi kecil kemudian membesar kembali seperti Alice in Wonderland. Rowan pasti mengetahui bahwa aku masih berpikir apakah ini akan berhasil atau tidak dari raut wajahku.   

"Kamu harus percaya padaku Julie. Ini akan berjalan denngan baik." 

"Aku percaya padamu Rowan, Aku akan pelajari mantra-mantra secepat mungkin"

"Tapi ada satu hal lagi, Julie"

Rowan menatapku seperti ada rahasia yang telah lama dipendamnya.

"Prefect Slytherin itu sangat mahir dalam mengawasi pintu gerbang. Dia akan tahu bahwa ada Gryffindor akan membuat prank di depan pintu masuk ruang umum Slytherin. Jika dia kembali pada saat kita masih berada di dalam, kita akan berada dalam masalah yang besar."

"Aku akan memastikan hal itu tidak terjadi. Ayo kita finalisasi rencananya Rowan!"

Begitulah pertemuan aku dengan Rowan untuk yang terakhir kalinya. Sampai saat ini aku hanya berharap bisa bertemu lagi dengannya. 







Julie Carter & The Cursed VaultsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang