Suara dering ponsel mengusik tidur lelap Jaemin. Pria dengan rambut berwarna ash-blue itu membuka matanya dengan malas dan berusaha untuk mencari dan mematikan panggilan yang baru masuk ke ponselnya. Setengah sadar Jaemin menggeser layar ke warna merah untuk menolak panggilan di pagi hari dari Taeyong. Kemudian ia mengumpulkan nyawanya beberapa saat hingga ia merasa tangannya menggenggam sesuatu.
Jaemin mengangkat tangannya dan matanya membulat ketika ia menyadari ia tenfah menggenggam jari seseorang. Ia pun semakin terkejut ketika ia melihat siapa yang ia genggam.
What the f...
Itu adalah Jeno yang masih menutup matanya di atas karpet dibawah sofa yang ia tempati. Banyak pertanyaan muncul dikepalanya. Saat ia hendak melepaskannya, entah mengapa ia malah tertarik kebawah menyebabkan tubuhnya jatuh ketempat Jeno. Wajahnya tepat diatas wajah Jeno beberapa jarak senti lagi. Jaemin membuka matanya dan melihat dengan jelas mata Jeno yang sudah terbuka lebar dan menatapnya dengan khas.
"Apa aku sangat tampan hingga kau sangat memperhatikan wajahku?" tanya Jeno dengan suara khas orang bangun tidur.
Grep.
Jaemin hendak melepaskan tubuhnya menjauh, jika saja ia tidak merasa lengan kekar Jeno menahan pinggangnya untuk tetap berada diposisi ini. "Yah, lepaskan aku," pinta Jaemin penuh penekanan. Jeno bahkan tidak berniat melepaskannya dan hanya menatapnya jenaka.
"Lee Jeno," peringat Jaemin dengan tatapan tajamnya.
"Bukankah kau seharusnya berterima kasih? Aku yang menemanimu saat kau meracau tidak jelas semalaman dan tangan ini...," ujar Jeno melirik tautan tangan mereka yang belum lepas, "...itu ulahmu," jelasnya. Jaemin memutar bola matanya malas. "Aku tidak memintamu untuk melakukannya," dengan kasar Jaemin melepaskan diri dari posisi tersebut.
Jeno kemudian mengikuti Jaemin, ia duduk dan memperhatikan pria didepannya itu yang sibuk melepaskan selimut. Setelah itu berdiri dan menatap Jeno kesal. "Sekali lagi kutegaskan, aku tidak memintamu untuk melakukan apapun semalam!" Ujar Jaemin sebelum menaiki tangga. Jeno hanya mengernyitkan dahinya dan membereskan semua barang yang berserakan.
Jaemin masuk kedalam kamar, dadanya bergemuruh cepat bukan hanya karena ia yang berlari ke lantai atas, tetapi karena fakta bahwa semalam ia bisa tidur tanpa merasakan kalut seperti biasanya hingga ia memerlukan obat tidur. Jaemin sudah terbiasa tidur terganggu seperti itu, maka dari itu ia malah beruntung bisa tertidur disela kesibukkannya saat ada di lokasi syuting.
Di malam hari ia tidak bisa tertidur dengan lelap, selalu ada yang menggangunya. Tetapi semalam, fakta bahwa ia bisa tertidur -walau semapat meracau tidak jelas jika memang benar yang dikatakan Jeno seperti itu- membuat Jaemin terkejut. Bagaimana bisa? Ia bahkan tidak ingat mimpi buruk yang selalu ia mimpikan setiap ia menutup mata.
Tok tok
Ketukan di pintu membuat Jaemin terlonjak kaget, ia dengan segera mengunci pintu kamar tersebut. Ia belum berani bertemu Jeno walaupun tidak ada alasan yang kuat untuk menguncinya.
"Bisakah kau membuka pintunya? Aku perlu mandi! Dibawah staff-ku sudah menunggu, apa kau belum selesai mandi?" Tanya Jeno dibalik pintu. Jaemin semakin frustasi. Ia kemudian menutup mata dan menarik serta mengeluarkan nafas berusaha tenang. Setelah beberapa kali melakukan hal tersebut ia kembali memasang tampang datarnya dan membukakan pintu kamar itu.
Terpampang jelas Jeno dengan wajah datar yang menahan kesal dengan dua buah selimut dan bantal ditangannya. Bekas mereka berdua semalam. Pria itu juga berjalan dengan kesal kedalam kamar dan melempar bawaannya keatas kasur. "Kali ini kau harus berterima kasih kepadaku karena membereskan barangmu," ujar Jeno.
KAMU SEDANG MEMBACA
So, I Married My Anti-Fan? - nomin
FanficDua aktor papan atas yang selalu bersaing untuk memenangkan posisi paling atas dan diam-diam saling membenci satu sama lain. Tapi, bagaimana jika mereka harus berpura-pura menjadi pasangan menikah dalam satu acara variety terkenal, We got married? ...