Bab 2

2K 452 29
                                    

Persembahan perdana tahun baru, aku dobel update buat pembaca setiaku.
Terima kasih sudah setia 💜

**

Rima menoleh ke menantunya.

"Maksud Mama, bukan sama anaknya. Pakdemu itu punya banyak teman. Kali aja ada yang cocok sama Banyu."

Lisa mengangguk mengerti.

"Ma, kita masuk yuk. Lisa tadi barusan buat puding," ajaknya.

"Hmm, iya. Kamu masuk dulu aja. Nanti Mama nyusul! Suruh Imah ke sini bawa pupuk yang baru Mama beli kemarin, Lisa!"

"Ya, Ma."

Lisa masuk hampir bertabrakan dengan Imah. Asisten rumah tangga bertubuh subur itu memekik latah.

"Imah! Kamu kenapa?"

"Eh, maaf Nyonya Muda. Nganu, ada nganu."

"Nganu? Nganu apa?"

"Ada tamu nyari Nyonya besar."

"Tamu? Nyari Oma?"

"Iya, Nyonya."

"Siapa, Bik?"

"Nganu, keluarga Hartono, Nyonya."

Lisa mengerutkan kening.

"Nganu, Nyonya. Sepertinya ini keluarga yang sengaja diundang Oma kemarin."

Lisa menatap Imah meminta penjelasan. Dari mulut perempuan subur itu meluncur cerita bahwa Oma dua hari yang lalu menelepon kolega bisnis almarhum suaminya dulu.

Menurut Imah, Oma mengharap anak dari keluarga Hartono datang ke kediamannya untuk berbincang tentang perjodohan. Masih menurut Imah, Oma bercerita bahwa cucu perempuan keluarga itu ada yang cocok di matanya untuk  Banyu.

"Kamu kabari Oma kalau begitu!" Lisa menarik napas panjang seraya menggeleng. Dia tahu seberapa besar rasa sayang mertuanya itu pada Banyu.

**

Seruni menatap layar komputer malas. Pikirannya  belakangan ini tak bisa diajak kompromi. Ucapan mamanya kali ini sangat mengganggu. Teringat wajah mamanya sangat memohon agar dia segera menikah sebelum usia tiga puluh.

Menarik napas dalam-dalam, Seruni menyandarkan tubuhnya di bahu kursi. Sambil memainkan pulpen matanya menerawang memikirkan apa yang harus dilakukan agar mamanya bahagia.

Tepukan di bahu membuatnya tersentak.

"Nanti malam kita diundang! Lo gue jemput ya!" Wulan menyeret kursi lalu duduk di sebelah Seruni. "Kita diundang Sandra ke pestanya!"

Perempuan yang mengenakan blouse berwarna pastel itu menoleh malas. Melihat reaksi Seruni, mata Wulan menyipit.

"Lo kenapa? Sakit?" tanyanya sambil meletakkan punggung tangannya ke dahi Seruni.

"Nggak panas kok!" tuturnya heran, "kenapa, Seruni?"

"Nggak apa-apa, Wulan. Mood gue lagi buruk aja," sahutnya malas.

"Ck! Kenapa, Runi? Bilang ke gue! Siapa yang bikin mood lo kacau?"

Seruni menoleh menatap sahabatnya. Wulan adalah orang yang paling mengerti dia setelah sang mama, saat dia benar-benar patah waktu itu. Wulanlah yang selalu ada untuknya memberi semangat agar dia bisa bangkit.

"Seruni? Lo kenapa sih! Jangan bilang lo ingat lagi soal Andro ...."

"Berhenti membahas itu, Wulan! Bukannya lo yang melarang untuk mengingat dia?"

Deadline untuk Seruni (Tamat -segera terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang