Bab 24

740 229 19
                                    

Banyu membuka pintu mobil dengan senyum manis dia mengisyaratkan agar Seruni masuk. Tampak ada keraguan di wajah Seruni. Melihat itu, Banyu seperti paham apa yang dipikirkan.

"Aku nggak mungkin bawa kamu malam-malam begini naik motor, bisa masuk angin nanti. Tenang, ini mobilku, motor sudah aku suruh ambil sama Diki satpam rumahku. Ayo masuk!"

Tak menyahut, Seruni mengikuti titah Banyu. Setelah memastikan Seruni duduk dengan nyaman, dia menutup pintu mobil dan melangkah ke sisi yang lain lalu duduk di belakang kemudi.

Pria itu membuang napas perlahan dari mulutnya, lalu menoleh menatap Seruni yang terlihat tegang.

"Wangi banget sih?" godanya mencairkan suasana.

Andai saat itu Seruni bisa melihat wajahnya sendiri, dia pasti akan berusaha menyembunyikan warna merah merona di pipinya. Namun, tentu saja hal tersebut mustahil dilakukan, karena tidak ada cermin dan tidak mungkin bagi Seruni untuk melakukan itu.

Rona merah terbaca jelas oleh Banyu, dia hanya tersenyum sembari mulai menjalankan mobilnya.

"Kenapa kamu yakin banget kalau aku terima?" Seruni mengalihkan pembicaraan soal dirinya.

"Karena aku tahu," jawab Banyu santai.

Jawaban itulah membuat Seruni menoleh tepat saat pria di balik kemudi itu juga menatapnya singkat. Banyu menarik bibirnya lebar.

"Dari mata. Aku sudah bisa memahaminya."

"Sejak kapan jadi cenayang?"

Tawa kecil terdengar dari Banyu.

"Sejak kenal kamu."

"Aku serius!"

"Aku lebih dari serius."

Merasa kalah debat, Seruni menarik napas dalam-dalam. Banyu baginya memang paling bisa menempatkan di mana dia harus bersikap. Melihat tingkahnya saat ini, sama sekali berbeda ketika dia berada di kantor dan di depan para klien juga karyawan.

"Lalu apa menurutmu aku salah?" Kali ini Banyu menepikan mobilnya.

Tampak Seruni gugup saat pria di sebelahnya itu memiringkan tubuh menghadap padanya.

"Apa aku salah mengartikannya?"

Seruni menunduk, napasnya memburu dengan degup jantung yang memompa lebih cepat. Tak bisa dipungkiri jika desir indah itu semakin nyata dia rasakan untuk Banyu. Percuma saja dia memasang tembok tinggi jika pada akhirnya dia membohongi diri dan perasaannya kali ini.

"Kenapa diam? Kamu bisa katakan apa yang seharusnya aku lakukan atau ...."

"Kamu nggak perlu melakukan apa pun!" selanya cepat.

Dahi Banyu berkerut dengan mata menyipit dia kembali tersenyum. Pembawaan Banyu yang tenang benar-benar membuat Seruni tak bisa berkutik.

"Lalu?"

"Aku takut." Suara Seruni lirih terdengar.

"Apa yang kamu takutkan? Kamu takut aku nggak serius? Kamu takut semua hal buruk akan terjadi lagi?"

Seruni menunduk, ada air mata perlahan menetes. Mengingat apa yang pernah terjadi baginya itu terlalu menyakitkan. Kepercayaan yang sedemikian rupa ditanamkan pada sosok Andromeda serta merta dirusak begitu saja. Kebahagiaan yang begitu dia idamkan hancur berantakan karena pengkhianatan.

Semenjak itu Seruni jadi antipati terhadap pria terlebih tentang cinta dan segala hal yang membersamainya. Semuanya bagi Seruni adalah kepura-puraan yang dibalut dengan manis dan indah pada awalnya dan akan terlihat kusam dan buruk pada akhirnya.

Deadline untuk Seruni (Tamat -segera terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang