Seringai nakal tercetak di bibir Banyu. Tepat di telinga Seruni, dia berbisik, "I love you, Seruni!"
Seperti dipasung, kaki Seruni kaku tak bergerak, beruntung jantungnya masih berada di tempatnya, meski dia merasa desir jantung itu berlomba dengan kupu-kupu yang tiba-tiba menggelitik perutnya. Tak ada kalimat atau bahkan kata yang ke keluar dari lisannya, hingga Banyu masuk ke mobil dan membunyikan klakson.
Pria itu seperti tahu apa yang dirasakan Seruni. Kembali seringai nakal muncul di bibir Banyu.
"Get well soon, Seruni. Sampai ketemu di kantor besok ya."
Mobil Banyu menjauh, sementara dia masih mematung tak tahu harus berkata atau berbuat apa.
Tepukan lembut di bahu menyadarkan Seruni. Sang mama mengernyitkan dahi menatapnya.
"Kenapa bengong?" tanya mamanya mengedarkan pandangan kemudian kembali menelisik Seruni.
"Eum ...," balasnya mencoba memikirkan jawaban, "nggak bengong kok, Ma. Cuma ...."
"Cuma apa? Mama perhatikan kamu sejak tadi diam berdiri aja di sini."
"Nggak kok,"balasnya seraya merapikan rambut. "Seruni ke kamar dulu ya, Ma." Mengambil langkah seribu dia meninggalkan sang mama yang sebenarnya tahu apa yang terjadi tadi.
**
Sejak jam kerja dimulai, Seruni memilih bungkam, meski Wulan terus mengajaknya bicara. Merasa respon yang diterima tidak biasa, sahabatnya itu memiringkan kepalanya memindai Seruni. Setelah dirasa tidak ada Mery yang mengawasi, Wulan bangkit dengan cepat dia menyentuh kening Seruni.
"Wulan! Lo kenapa sih?" serunya terkejut bercampur kesal.
Wulan nyengir, sembari membulatkan matanya dia berucap syukur.
"Akhirnya ...."
"Akhirnya apaan?"
"Akhirnya lo bersuara juga!"
Mendengkus, Seruni kembali ke laptopnya.
"Lo pikir gue kesambet?"
Wulan terkikik geli.
"Lagian lo kenapa sih? Sejak tadi diem melulu? Gue udah cerita dari Sabang sampai Merauke, lo masih aja mode silent. Lo kenapa? Lo bilang udah sehat setelah ...."
"Gue nggak apa-apa, Lan!" Seruni menarik napasnya. "Cuma ...."
"Cuma kenapa?"
Mata Seruni menangkap sosok Banyu berjalan dari arah pintu masuk. Pria itu tampak tergesa-gesa. Wajahnya tegang seperti ada sesuatu yang dia pikirkan. Sementara di sebelahnya, Mery dan dua kliennya mencoba berjalan cepat mengikuti langkah Banyu.
Pria yang kemarin baru saja mengungkapkan perasaan padanya itu terus berjalan tanpa menoleh hingga melewati meja tempat Seruni bekerja. Pandangan Seruni terus mengikuti hingga mereka berdua menghilang di balik pintu ruang pribadi Banyu.
Melihat tingkah rekannya, Wulan mengernyit heran. Dia kemudian mengibas tangannya mengalihkan perhatian Seruni.
"Lo kenapa, Run? Lo ngelihat Banyu begitu amat?" tanyanya lirih khawatir terdengar yang lain.
"Nggak apa-apa, Lan! Udah lanjut kerja sono! Ketahuan Mery tahu rasa lo!"
Mencebik Wulan kembali ke belakang meja, tetapi matanya masih memindai Seruni.
"Gue yakin lo kenapa-kenapa, Run! Gue yakin ada yang lo sembunyikan dari gue. Lo utang cerita ke gue, Seruni! Awas lo!"
Mendengar ucapan Wulan, Seruni mengedikkan bahu seraya menarik bibirnya singkat. Wulan memang selalu heboh bahkan saat dirinya ingin sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Deadline untuk Seruni (Tamat -segera terbit)
Ficção GeralBercerita tentang seorang perempuan yang memutuskan untuk berhenti menjalin hubungan dengan lawan jenis karena luka masa lalu. Namun, keluarganya justru tak henti mendesak agar dia segera menemukan jodoh dan menikah sebelum usia tiga puluh. Saat dia...