Bab 23

743 223 25
                                    

Banyu tersenyum menanggapi wajah terkejut dari Seruni. Dia lalu memberi isyarat agar putri dari Pak Heru itu mengikuti langkahnya.

"Kenapa terburu-buru sih? Kenapa nggak tanya sama aku dulu?" gerutunya.

"Kata ustaz yang pernah aku dengar, jika sudah menyukai seseorang dan serius untuk menjalin hubungan, sebagai pria baik dan bertanggung jawab maka segeralah datang ke orang tuanya. Aku serius menyukaimu, aku pria baik-baik dan bertanggung jawab jadi ... salahnya di mana?" Santai Banyu menanggapi.

"Salahnya,  karena kamu nggak tanya aku dulu." Seruni terlihat kesal mesti jauh di hatinya ada rasa gembira yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

"Kenapa harus tanya ke kamu? Kalau aku sudah tahu apa yang kamu rasakan ke aku."

Seruni membulatkan matanya mendengar ucapan Banyu. Sementara pria berkulit bersih itu lagi-lagi hanya tertawa kecil. Andai Seruni tahu jika belakangan ini dia beberapa kali menggali informasi dari Wulan soal sahabatnya itu.

Sengaja dia meminta Wulan untuk menjelaskan seperti apa dan bagaimana Seruni dengan syarat jangan sampai perempuan yang dia kagumi itu tahu. Sementara Wulan tentu saja menyambut baik semua ide Banyu, dan jangan pernah meremehkan akting Wulan di depan Seruni. Karena terbukti semua rencana berjalan sukses dan lancar.

"Tahu apa? Perasaan aku? Perasaan apa?" sengitnya mencoba mengalihkan rona wajah yang kian memerah.

"Seruni? Kok tamunya nggak diajak masuk?" Ida sang mama muncul membuka pintu. Perempuan paruh baya itu tersenyum melihat siapa yang datang bersama putrinya. "Ayo, Nak Banyu, masuk!"

Banyu membungkuk sopan kemudian melangkah menuju pintu meninggalkan Seruni yang terheran-heran melihat interaksi sang mama dengan Banyu.

'Sebenarnya aku apa dia sih yang anaknya? Kenapa Mama baik banget sama Banyu?' gumamnya sembari melangkah masuk.

"Silakan duduk, Nak Banyu. Seruni, panggil papamu. Dia ada di halaman belakang tadi," titah Ida menatap putrinya yang baru saja masuk rumah.

Tak menyahut, dia mengikuti perintah Ida memanggil Heru papanya.

"Nak Banyu? Tumbenan jam segini kemari? Ada apa, Run? Kalian ada acara?" tanya Heru saat mendengar dari putrinya jika Banyu berkunjung ke rumah mereka.

"Eum ... nggak sih, Pa. Nggak ada acara, tapi ...."

"Tapi apa?"

"Eum ...." Seruni menggigit bibirnya. Dia seperti kesulitan untuk mengatakan apa tujuan bos-nya itu datang.

"Seruni? Tapi apa?"

Dia menggeleng, kemudian berkata, "Papa langsung ke ruang tamu aja. Biar Papa tahu apa maksudnya ke sini! Seruni mau mandi!"

Secepat kilat Seruni pergi meninggalkan papanya yang sebenarnya masih membutuhkan jawaban dari sang putri. Heru menarik napas dalam-dalam kemudian melangkah ke depan untuk menemui tamunya.

Sementara di kamar, bukannya mandi, Seruni justru duduk di bibir ranjang menekuri ponselnya. Sudah pasti apa pun yang dia alami, Wulan adalah nama paling penting yang dia hubungi.

[Wulan!]

Tak menunggu lama, chat-nya dibalas.

[Hmm]

[Dia di rumah gue sekarang!]

[Dia siapa?]

[Banyu.]

Andai Seruni tahu jika Wulan di tempatnya sana tengah terkikik geli membayangkan betapa terkejutnya Seruni saat Banyu memutuskan untuk bertemu dan berbicara serius dengan orang tuanya.

Deadline untuk Seruni (Tamat -segera terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang