Bab 25

743 232 22
                                    

Dari bibir Lisa akhirnya dia Seruni tahu siapa Rachel. Nama yang dulu pernah dia dengar. Dari cerita itu dia tahu jika Banyu cukup lama move on dari almarhum kekasihnya tersebut.

Seruni tersenyum setelah Lisa mengakhiri ceritanya, sementara Banyu justru terlihat tidak nyaman dengan inisiatif sang mama bercerita. Lisa yang mengetahui gesture putranya itu menarik napas dalam-dalam.

"Seruni."

"Iya, Tante?"

"Kamu nggak apa-apa, kan kalau Mama cerita tentang Rachel? Eum ... maksud Mama supaya kamu tahu aja, sebab Oma Rima itu memang sedikit keras kalau bicara tentang menantu cucunya."

"Nggak apa-apa, Ma. Seruni paham, kok."

"Kamu jangan berpikir macam-macam ya. Kami orang tua Banyu mendukung penuh apa yang jadi pilihan dan keputusan dia, kalau sekarang dia memilih kamu, itu artinya ... dia nggak main-main dan ya memang kamu yang jadi pilihannya."

"Betul itu. Meski sebagai papanya jarang mengamati Banyu, tapi mamanya nggak pernah absen untuk menceritakan tentang Banyu ke papanya." Fery menimpali.

Wajah Banyu terlihat cerah tidak seperti tadi, tak lama asisten rumah tangga mereka keluar membawa minuman dan penganan.

"Banyu bilang kamu pintar melukis ya?" tanya Fery.

"Nggak pintar, Om, cuma bisa dan hobi," elaknya. Seruni merasa Banyu telah banyak bercerita apa pun tentang dia pada Fery dan juga Lisa.

"Lukisan kamu bagus kok! Pernah ikut kompetisi?'

"Nggak, Om. Nggak pede."

"Kenapa nggak pede? Kamu belum nyoba aja."

Seruni tersenyum tipis, meski merasa disambut baik oleh Fery dan Lisa, tetapi hatinya belum nyaman karena sampai hampir tiga puluh menit di sini dirinya belum melihat Rima.

"Nggak usah, Pa. Nanti kalau dia ikut kompetisi dan menang, pasti banyak pria yang mendekat, dan ... Banyu kalah saing nanti," timpal Banyu yang sedari tadi diam.

Mendengar ucapan putranya, mereka berdua tertawa, sementara Seruni tampak tersipu.

"Yuk di minum dulu, Seruni. Ini tadi Mama nyoba bikin puding roti, perdana ini. Nggak tahu enak atau nggak. Kalau kata Papa sih enak, nggak tahu deh," tutur Lisa menyodorkan piring kecil berisi puding buatannya

"Mama, kenapa cuma Seruni, buat Banyu mana?"

"Kamu bisa ambil sendiri, Banyu."

Seruni tersenyum melihat tingkah bosnya. Mereka berempat terlihat lebih rileks mengobrol sembari menikmati hidangan. Tak lama terdengar suara mobil berhenti.

"Itu pasti Oma."

"Emang Oma pergi sama sopir atau sama siapa, Ma?" Banyu menelisik Lisa.

Perempuan paruh baya itu menggeleng.

"Oma tadi dijemput Wina. Sejak sore mereka hunting tanaman hias, terus mampir ke pameran tanaman juga gitu katanya," terang Lisa sembari bangkit dari duduk.

"Hai, gimana, Win? Oma dapat tanaman yang dicari?" Lisa menyambut keduanya hangat.

"Nggak ada, Tante, tapi Oma dapat tanaman yang lain. Iya, kan, Oma?" Wina menoleh ke perempuan sepuh yang mengenakan baju terusan berwarna hijau itu.

"Iya, Oma capek, tapi happy!"

Lisa tersenyum, lalu mengajak mereka duduk dan memberitahukan kehadiran Seruni. Dengan sopan, Seruni menyalami Rima, lalu Wina. Wajah perempuan itu terlihat masam saat menyadari jika Banyu duduk dekat di samping Seruni. Dia hanya menarik bibir singkat lalu duduk di sebelah Rima.

Deadline untuk Seruni (Tamat -segera terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang