Bab 7

1.5K 438 31
                                    

💚💚

Seruni fokus membuat persiapan presentasi. Tinggal hitungan hari dia dan bos barunya akan berhadapan dengan klien yang kali ini cukup potensial. Sejak jauh hari dia sudah membuat beberapa catatan yang bisa diandalkan nanti saat di ruang meeting.

Beberapa hari belakangan, dia sengaja datang lebih pagi agar bisa fokus memulai pekerjaan. Sebab jika Wulan sudah datang, bisa dipastikan konsentrasi akan terpecah. Bagaimana tidak, setiap hari rekan kerjanya itu tidak pernah absen membahas Banyu, bos baru mereka.

Seruni sebenarnya malas meladeni, tetapi Wulan selalu mendesaknya agar mau mendengar. Sehingga suka tidak suka dia mengikuti pembicaraan apa pun yang keluar dari mulut rekannya.

Terakhir kabar tentang kejomloan Banyu yang menjadi topik pembicaraannya. Mengingat semuanya Seruni hanya menggeleng dengan bibir sedikit tertarik.

Persiapan untuk presentasi sudah selesai dia kerjakan. Bosan berselancar di ponsel. Dia mengambil kertas kosong lalu mengeluarkan cat air yang sengaja dia siapkan di laci meja kerjanya. Tak lama tangannya sudah sibuk melukis apa saja yang ada di kepalanya.

Ingatannya tiba-tiba berhenti pada bunga seruni yang juga menjadi namanya. Kata sang papa, bunga seruni itu memiliki filosofi yang sangat istimewa.

Menurut papanya, bunga seruni berarti rahasia, kasih sayang, kebahagian dan persahabatan. Selain itu juga, melambangkan ungkapan perasaan, suka cita dan kesetiaan.

Bibirnya mengembang saat coretannya hampir setengah jadi.

"Pagi, Seruni."

Sapaan seseorang yang sama sekali tak disangka membuatnya menelan ludah. Pria berpostur tegap dengan senyum ramah dan mata berbinar tengah memindai wajahnya. Pelan dia bangkit dari duduk.

"Pagi," jawabnya dengan senyum mencoba tak terlihat kaku.

Setelah beberapa kali bertemu, baru sekali ini dia begitu dekat berhadapan dengan bosnya. Aroma citrus yang segar dan elegan menguar dari tubuhnya.

Wulan benar, Banyu memiliki paras rupawan. Bentuk rahang yang kukuh dengan tatapan mata lembut mengartikan dia bukan pria yang memaksakan kehendak. Kulit bersih, dada bidang mengisyaratkan dia type pria yang menjaga kebersihan juga penyuka olahraga.

"Kamu sedang meneliti penampilan saya?" tanya Banyu.

Merasa ketahuan tengah mengamati penampilan Banyu, dia segera menggeleng.

"Sepagi ini kamu sudah di kantor?"

Seruni mengangguk lalu cepat menggeleng. Jawaban Seruni membuatnya menyipitkan mata.

"Itu apa?" tanyanya saat melihat hasil goresan Seruni.

"Bukan apa-apa!" Seruni meremas kertas hasil karyanya.

"Eh, sini! Kenapa diremas? Sini! Coba lihat!" Banyu meminta agar dia menyerahkan kertas itu.

Tersenyum Banyu kembali merapikan kertas yang hampir lecek, alisnya terangkat dengan bibir menyungging senyum.

"Kamu suka melukis?"

"Cuma gambar biasa itu, bukan lukisan."

"Saya tahu beda gambar dengan lukisan."

Sambil merapikan rambut, Seruni tersenyum ragu.

"Bagus!" tuturnya menatap Seruni. "Boleh saya bawa ke ruangan saya?" Senyumnya kembali merekah.

Mendengar permintaan Banyu, dia menggeleng cepat dengan dahi berkerut.

"Jangan, Pak! Itu jelek banget! Lagipula belum selesai."

Deadline untuk Seruni (Tamat -segera terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang