=
Leandra tidak bisa tidur 5 hari belakangan ini. Insiden tabrak lari malam itu membuatnya hampir gila. Dia tidak tahu apa mayat itu sudah ditemukan oleh orang lain atau belum. Karena jalanan itu sangat sepi, jarang ada orang yang lewat. Leandra juga tidak mengerti, kenapa orang itu bisa ada di sana.
Padahal tidak ada apa-apa di sana, hanya ada jalanan dan lapangan luas di kanan-kirinya.
"Lean!"
Gadis itu menoleh, ia menaikkan salah satu alisnya saat sang ibu memanggilnya. Ceryl memberi kode pada Leandra untuk ikut dengannya. Leandra menghela nafasnya malas.
"Ada apa sih mam?" tanya Leandra sesudah mereka sampai di ruang tamu.
"Gue mau pergi dulu ke Canada. Mungkin satu bulan gue di sana, lo di rumah sendiri kaga apa-apa kan?" ucap Ceryl.
Eum, Ceryl memang menyebut lo-gue dengan anaknya. Leandra sih tidak masalah. Sifat ibunya memang seperti itu dari dulu. Dia juga tidak sakit hati kalau ibunya berkata kasar padanya. Bisa dibilang Leandra sudah kebal dengan semua itu. Mental dan fisiknya sudah dilatih sejak kecil.
"Hm. Biasanya juga Lean sendiri kan?"
"Gue sering ninggalin lo itu nyari duit, supaya lo bisa hidup enak. Ga kayak gue waktu dulu."
"Iya mam iya, dah sana deh pergi."
"Dasar!" Ceryl memukul bahu Leandra, sang empu terkekeh kecil. Leandra mengantar Ceryl sampai gerbang. Setelah Ceryl pergi, Leandra kembali masuk ke dalam rumahnya. Tak lupa untuk mengunci pintu, dia malas menerima tamu.
Setelah mengunci pintu, Leandra kembali ke kamarnya. Karena bosan Leandra menyalakan TV, mencari acara seru yang bisa membuatnya lupa akan kejadian tabrak lari malam itu. Namun tidak ada yang seru, dan berakhir ia menonton berita. Padahal dia tidak suka menonton berita.
Tapi, entah kenapa kali ini dia merasa tertarik.
Dan sialnya, berita itu memberitakan tabrak lari. Lokasinya sama persis dengan jalan waktu itu. Dan Leandra pastikan, itu kejadian dimana dia lah pelakunya. Namun disitu tertera kalau pelakunya belum ditemukan.
Di sana juga tidak ada CCTV, jadi sulit untuk mencari sang pelaku.
Niatnya ingin lupa dengan kejadian itu, dia malah semakin kepikiran. Leandra mematikan TV nya, gadis itu mengusap wajahnya kasar. Perasaannya tidak enak, Leandra jadi gelisah. Bagaimana jika dia tertangkap?
"Ya Tuhan, maafin Lean." gumamnya.
=
Leandra as Lisa
Ceryl as CL=
Hari demi hari Leandra lewati, gadis itu jadi jarang keluar rumah. Dia takut bertemu dengan orang-orang, di bayangannya, semua orang akan memaki-maki dirinya atau mereka akan membunuh Leandra juga. Leandra benar-benar hampir gila karena kejadian itu.
Ceryl sampai terheran, kenapa anaknya tidak pernah keluar rumah. Kalau ingin apa-apa pun pasti memesannya lewat online. Sudah bertanya, tapi Leandra hanya menjawab kalau dirinya baik-baik saja. Padahal itu sangat berbanding terbalik. Pikirannya tidak baik-baik saja.
"Lean! Keluar napa, biasanya juga lo olahraga atau ga main ama temen-temen lo. Ini malah ngerem aja di kamar." ucap Ceryl.
"Males."
"Ga biasanya."
"Udah ah mam, sana gih. Lean lagi ga mau diganggu." ujar Leandra sembari mengibaskan tangannya mengusir sang ibu.
"Lo lagi mikirin apa sih? Kejadian pas bapak lo kesini?" tanya Ceryl sambil masuk ke dalam kamar anaknya. Bukannya pergi, Ceryl malah menghampiri Leandra.
Gadis itu memutar bola matanya malas saat Ceryl duduk di ranjangnya dengan tidak santai.
"Bukan itu." jawab Leandra.
"Ya terus apa? Gue juga sering liat lo ngelamun, mikirin apa sih? Coba sini cerita. Biasanya juga lo suka curhat." ujar Ceryl.
Leandra mengulum bibirnya. Apa dia harus cerita pada Ceryl? Tapi Leandra takut dengan reaksi ibunya. Leandra siap kalau dimarahi habis-habisan oleh Ceryl, tapi, dia takut Ceryl sampai mengusirnya dari rumah atau melaporkannya pada polisi.
"Ga ah, lagi males ngomong."
"Yeu kampret! Ya udah lah, gue mau masak dulu. Udah minum obat belum?"
"Udah."
Ceryl mengacungkan jempolnya lalu pergi dari kamar Leandra. Leandra menghembuskan nafasnya lega, ibunya sudah terheran-heran dengannya. Dan Leandra bingung harus bagaimana. Dia tidak bisa untuk tidak memikirkan kejadian itu.
Bahkan wajah mayatnya saja masih terbayang-bayang di pikirannya. Darahnya yang mengalir, suhu tubuhnya yang dingin. Leandra menggelengkan kepalanya.
"Lupain, lupain!" gumamnya.
"LEAN, SINI LO!"
Leandra berdecak malas, dia pun pergi ke dapur. Ceryl tengah memakai apronnya. Pasti dia akan dimintai membeli sesuatu di warung.
"Beliin garem, gue lupa garemnya abis."
"Males mam."
"Lo kalau disuruh sama orang tua suka males mulu heran! Kemarin-kemarin juga begitu. Mataharinya ga bakalan bikin lo meleleh, cepetan ah. Tuh duitnya di meja, 3 bungkus ye."
Leandra menghela nafasnya, gadis itu meraih uang itu ragu. Sentakan dari sang ibu membuatnya segera mengambil uang itu lalu keluar dari rumah. Warungnya ada di blok belakang, karena malas jalan, Leandra pergi ke sana menggunakan sepeda.
Ia melirik mobilnya sekilas, semenjak kejadian itu. Leandra tidak pernah menyentuh mobilnya sama sekali. Bahkan ada niatan untuk menjualnya.
"JANGAN LAMA-LAMA, LE!"
Leandra segera mengayuh sepedanya cepat. Ibunya itu cerewet sekali sih.
=
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] ERROR
FanfictionLeandra memang bodoh, dia lari dari masalahnya. Seharusnya Leandra bertanggungjawab atas kesalahannya, dia tidak bisa berpikir jernih malam itu. Dan saat kejadian itu terungkap, saat semua sudah mengetahui kalau Leandra lah pelaku tabrak lari itu. D...