Tidak terasa satu hari telah berlalu. Pasangan suami istri tampak sibuk membawa beberapa koper menuju bagasi mobil.
"Oh ayolah Daddy, Mommy. Mengapa kita tidak memiliki pembantu? Sopir pribadi?" eluh Jane yang nyatanya dari tadi tidak melakukan apa-apa.
"Tidak penting." jawab sang Mommy mengacak-acak rambut putri nya itu.
"Selesai. Jenny. Jaga dirimu baik-baik. Begitu juga dengan mu, Jane."
"Baik tuan Lewis." jawab Jenny tegas membuat kedua pasangan itu tertawa ringan.
"Jane? Mana semangat mu?" ejek sang ibu.
"Jangan lupa bawa oleh-oleh."
"Dasar anak ini."
•••
Hari berganti hari, dan jam berganti jam. Tiga hari telah berlalu, tiga hari Jane menunggu. Tapi nyatanya apa? Kedua orangtuanya belum juga kembali.
Ia duduk termenung di sebuah sofa yang menghadap kearah jendela ganda di kamar. Ditatapnya datar langit-langit malam yang penuh dengan bintang.
KRIET
Suara pintu kamar dibuka. Sudah pasti itu adalah Jenny. Yah mereka satu kamar. Alasannya simpel, selain kembar ternyata Jane takut sendirian.
"Sudah jam 00.30. Belum tidur?" tanya Jenny menghampiri adiknya itu. Ia ikut duduk disebelah Jane. Menatap langit yang sama.
"Bagaimana aku bisa tidur ketika telepon Daddy dan Mommy tidak aktif."
"Oooh kau rindu ya?" ejek Jenny terdengar seperti ajak berantem.
"Tentu saja! Memangnya kau tidak?" kesal Jane mantap tajam wajah datar Jenny.
"....... tidak terlalu sih. Aku kan sudah biasa ditinggal sendirian di rumah. Tidak seperti mu yang tidak bisa jauh dari orang tua," ejek Jenny melengkungkan bibir kebawah. Mengolok Jane dengar ekspresi sedih yang dibuat-buat. Ia menoleh ke arah Jane. Cukup lama keduanya saling tatap-tatapan. Hingga akhirnya Jenny mengakhiri.
"Aku tidur duluan. Jangan lupa matikan lampu." perintah Jenny bangkit berdiri, berjalan menuju sebuah ranjang berukuran besar. Cukup untuk empat orang.
"Semoga kalian baik-baik saja." lirih Jane. Menutup tirai jendela dan berbaring di ranjang yang sama dengan Jenny. Tidak lupa mematikan seluruh lampu di kamar. Kecuali lampu tidur.
"Matikan itu juga Jane. Silau." perintah Jenny menenggelamkan seluruh tubuhnya dengan selimut.
"Oh ayolah jangan banyak tingkah." kesal Jane tidak peduli, juga ogah menuruti perintah Jenny.
"Dasar penakut." ejek Jenny yang tau bahwa sebenarnya Jane takut kegelapan.
•••
Jane tidak nafsu memakan sarapannya. Bisa-bisanya kedua pasangan tua itu tidak bisa dihubungi. Hingga sekarang.
"Jane, ini." Jenny duduk di sebelah Jane. Meletakkan iPad dihadapan keduanya.
"Hallo, Jane." sapa seorang wanita yang tampak tersenyum pada layar tersebut.
"Oh my God! Mommy!" pekik Jane kegirangan. Merebut paksa iPad tersebut lalu mulai memarahi wanita itu habis-habisan. Tidak lupa sang ayah yang tiba-tiba muncul di layar tersebut.
"Daddy minta maaf. Kami salah, oke?" tuan Lewis tertawa puas. Tampak suka melihat putrinya itu marah-marah.
"Kapan pulang? Jane merindukan kalian!" teriak Jenny yang sedang mencuci piring.
"Hari Minggu sayang." jawab Nyonya Lewis.
"WHAT? Sunday? Mengapa begitu lama? Kata Daddy hanya tiga hari. Mengapa jadi seminggu?" Jane begitu tidak terima.
"Tentu saja sayang. Kota ini terlalu bagus. Sayang untuk dilewatkan." saut Tuan Lewis.
"Jadi maksud kalian, kalian sengaja?"
"Yup! Jane pintar. Tenang saja oleh-oleh mu sudah kami siapkan." ejek Nyonya Lewis, ingin melihat putrinya itu kembali marah besar.
"Menyebalkan! Besok aku ada acara bersama teman ku. Malam hari. Jika kalian tidak pulang. Maka Jenny dia-"
"Ya pergi saja," potong Jenny cepat. "Jangan jadikan itu alasan Jane." Jenny telah menyelesaikan kegiatannya. Ia kembali ikut bergabung dalam Videocall tersebut.
Dilihatnya raut wajah kedua pasangan itu tampak sedih.
"Jenny, tapi-"
"Ayolah Daddy. Aku tidak apa-apa sendirian di rumah." Jenny meyakinkan.
"Bukan itu, lebih baik kau juga ikut." perintah Nyonya Lewis begitu khawatir.
"Mommy. Tentu saja aku tidak sudi bergabung dengan anak-anak baru puber seperti Jane ini."
"Hei kau!" teriak Jane tidak terima.
"Tidak bukan begitu. Ah baiklah Daddy dan Mommy akan pulang hari ini."
"Jangan Daddy!" potong Jenny. "Lanjutkan saja liburan kalian. Jarang-jarang pasangan tua seperti kalian berdua mesra-mesraan bukan?" ejekan Jenny mampu membuat dua pasangan itu tertawa lepas.
"Jenny, jika sudah begini Daddy tidak khawatir lagi. Kau benar-benar dewasa. Jaga diri baik-baik. Dan jaga Jane juga." ucap Tuan Lewis lega.
"Tentu Daddy. Oh sudah waktunya berangkat sekolah. Aku akhiri ya. See u."
"Baiklah Jenny, Love you." bisik sang ibu melakukan Kiss bye.
TUUUT
"Ayo Jane kita berangkat." Jenny sudah siap. Ia mengambil kunci mobil di atas meja makan. Lalu menarik paksa lengan Jane.
"Lepas!" kesal Jane, menyentak kasar lengannya.
Jenny menatap bingung. Apa dia telah melakukan kesalahan? Dimana? Kapan?
"Why? Kenapa kau begitu yakin baik-baik saja sendirian di rumah?" kesal Jane. Dadanya tampak naik turun. Jenny yang melihat itu menghela nafas berat.
"....... Aku tau, aku tau kau akan mengkhawatirkan ku. Tapi aku sungguh baik-baik saja Jane. Aku bisa menjaga diri, aku mandiri tidak seperti dirimu. Malahan aku khawatir dengan mu besok."
"Menyebalkan!"
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
KIDNAPPED [END]✓
Romansa(18+) Seorang pembunuh berantai tertarik kepada seorang gadis pada hari pertama keduanya bertemu, bukan menculik, ia hanya ingin gadis itu selalu berada disisinya. Namun mengapa orang-orang menganggap itu 'penculikan' ? _____________________________...