🌵Selamat membaca 🌵
•
•
•
•
•
•"MIT" terdengar suara berat tetapi nyaring dari arah dalam kamar.
Deg
Kenapa si om kalo manggilnya teriak_grutunya kesal.
"Siapa mit? Gue dengar yang manggil Lo suara cowok"
"Hah?!"
"Iya gue denger barusan, ada suara cowok yang manggil Lo" keukeh Digo dari sebrang sana.
"MITA CLARISSA ALDARA" panggil Axel kini suaranya sudah naik 2 oktaf dari sebelumnya.
Deg
Mita menatap Axel dengan tatapan memohon, lalu jari telunjuknya ia taruh di dekat bibir.
"Tuh kan ada yang manggil Lo"
"Ah, itu suara papi gue, ya p-papi gue" ucapnya lantang namun sedikit gugup.
Axel yang mendengarnya menaikan sebelah alisnya, meminta penjelasan.
"Plisss" cicit Mita pada Axel yang berada di pintu balkon.
"Ouh, papi Lo, gue kira siapa. Yaudah Lo temuin dulu papi Lo, kali aja penting"
"Yaudh gue tutup ya? Assalamualaikum" Mita segera mematikan panggilan telepon tersebut sebelum Digo menjawab salamnya dahulu.
Kini Mita beralih menatap kesal pada laki laki yang kini menjadi suaminya itu, "kenapa?" Tanya ketus.
"Telponan sama siapa?" Bukannya menjawab, ia malah mengajukan pertanyaan balik.
"Temen"
"Cewe atau cowo?"
"Cowo"
"Namanya?"
"Digo, Om kok kepo banget dah" setelah itu ia beranjak dari duduknya dan masuk ke dalam kamar, kebetulan udara di luar benar benar dingin.
Begitupun dengan Axel, ia mengikuti Mita dari belakang, "makan dulu" ucap Axel, kala melihat Mita naik ke atas kasur dan ingin merebahkan tubuhnya.
"Masih kenyang om"
"Makan Mita!, Saya lihat kamu belum makan apapun"
"Kenyang om" Axel tak menjawab, ia langsung berlalu dari hadapan Mita.
Sedangkan Mita ia langsung menutup seluruh tubuhnya dengan selimut lalu, ia menyetel ponselnya dengan Vidio asmr di YouTube. Ritualnya sebelum tidur.
Beberapa menit kemudian, sayup sayup Mita mendengar suara pintu terbuka dan, jejak kaki yang berjalan ke arah, denga spontan ia langsung mematikan Video asmr tersebut lalu memejamkan matanya.
"Bangun, ngak usah pura pura tidur, saya lihat ada cahaya di dalam selimut" ucap Axel.
Tak ada sautan dari dalam selimut, Axel menatap jengah "..., Bangun atau saya---- cium" dengan spontan Axel berbicara seperti itu.
Mita pun dengan spontan juga mengibaskan selimutnya, lalu, menatap nyalang axel.
"Makan" ucap Axel.
"Kenyang om"
"Makan nggak?"
"Ngak"
"Makan!" Axel menatap tajam sang empu, yang di tatap segera mengangguk lemas.
"Tapi suapin"
"Allah kasih kamu tangan buat apa?"
"Iyeeee" tanpa banyak bicara, Mita mengambil alih kasar piring yang berisi nasi berserta lauk pauknya.
Setelah menyelesaikan makannya ia membalikan kembali piring yang sudah tak tersisa habis pada Axel.
"Tidur" tegur Axel kala melihat Mita ingin mengambil ponselnya kembali.
"Belum ngantuk om"
"Tadi katanya mau tidur, hm?"
"Ya, iya juga sih" setelah berucap dengan nada kesal, ia membanting ponselnya yang masih di area kasur, lalu ia rebahkan miring tubuhnya sambil mendekap guling.
Tak lama setelah itu, Axel kembali dan ingin naik kasur, mata Mita membelalak terkejut.
"Om mau ngapain?" Tanya Mita.
"Mau tidur" Axel merebahkan dirinya.
"Eh, satu kasur berdua maksudnya?"
"Seterah, saya ngantuk mau tidur"
"Mita tidur dimana om?," Axel tak menjawab lontaran pertanyaan Mita.
Ia mendecak kesal sekaligus berdesis, "..., ihss, om," panggilnya sekali lagi, tetap saja tak ada jawaban dari sang empu.
Ia pun menghela nafasnya "..., Masa gue tidur di sofa, ya kali, udah Sofanya kecil ngak muat sama badan gue yang babon"
"..., Jangan ada yang ngelewatin batas, kalo om lewatin harus denda" ucapannya sambil membenarkan guling yang ia taruh tengah mereka, sebagai perbatasan.
Axel mengintip kecil, dan benar saja di samping ad guling.
"..., Awas, lewatin gibeng" setelah itu ia merebahkan dirinya 10 cm dari perbatasan guling.
Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, tetapi mata Mita masih terbuka lebar sambil menatap langit langit kamar.
MITA POV
Entahlah malam ini, benar benar malam ter-canggung bagiku, kalian lihat saja di sampingku, laki laki itu memiringkan badannya menghadapku dengan mata terpejam.
Setiap kali ku pandang wajahnya ada rasa aneh, darah ku berdesir hebat, seperti saat ini.
Dan yang anehnya aku merasa nyaman ketika memandang laki laki di depan ku ini yang sudah berganti status menjadi suamiku, ah rasanya aneh kala mendengar aku menyebutnya dengan sebutan suami.
Flash back
"Kamu mau tau alasan saya menerima perjodohan yang bisa di bilang konyol ini?" Tanya om Axel di sampingku.
Aku mengangguk, sekaligus berdemem kecil.
"..., Saya menerima perjodohan ini atas dasar orang tua saya, orang tua saya terutama mamah yang terus membujuk saya untuk menerima perjodohan ini" kulihat pandangan om Axel sangat sendu sambil menatap malamnya Jakarta.
"..., Awalnya saya menolak, dan saya bilang, saya bukan anak kecil lagi yang ngak bisa milih mana yang baik buat saya, apa lagi ini menyangkut pautkan masa depan saya" aku hanya manggut-manggut kecil kepala.
"..., Entahlah itu kebetulan atau tidak, tubuh mamah saya ambruk seketika, saya benar benar panik ngak karuan saat itu"
"..., Setelah dokter datang, saya merasa sedikit agak lega"
Axel POV
"Mama saya ngak kenapa Napa kan dok?" Axel bertanya dengan nada khawatir pada dokter yang menangani mamanya.
"Alhamdulillah, Bu Eni sekarang sudah lebih membaik. Saya mau nanya obat Ayng saya berikan kemarin lusa apakah sudah di konsumsi?"
"Obat?" Beo Axel tak mengerti.
Min, 2 jan
VOTE DUNG PREN 😽🙆🏻♀️
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lecturer || On Going ||
Teen FictionStart: 6/12/21. End:? Jangan lupa tinggalkan jejak in here! ⚠️ DILARANG KERAS UNTUK PLAGIARISME⚠️