3. ACCIDENTALLY

1.9K 239 15
                                    

HAPPY READING!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

HAPPY READING!!


"Demon!"

Nama itu seolah menjadi racun yang tidak bisa ia lepaskan dengan mudah dari pikirannya. Namun, itu kesengajaan yang dilakukan Rahel karena rasa penasarannya yang tidak akan pernah membiarkan dia melepaskan nama itu begitu saja.

Ditambah peringai aneh dari keluarganya yang seolah menyembunyikan sesuatu tentang sang pemilik nama itu.  Dia nampak penting dan mematikan? Karena Ralena sampai berkata jika pria itu mungkin bisa mengontrol dirinya.

Ya, walaupun dalam hatinya dia hanya bisa mengakui seorang saja yang bisa membuatnya merasa terkontrol. Yakni, dia--seseorang yang ada pada malam itu.

Rahel menarik napas dalam. Tatapan-nya terus tertuju lurus pada sebuah buku  yang penuh dengan tulisan tangannya sendiri.

"Don't tell me if they're the same person," gumam Rahel.

Otaknya berputar, yang sedetik setelahnya, entah tengah memikirkan apa, gadis itu malah terkekeh pelan.

"Then, I will be the winner in this game..." penuh kepercayaan diri, Rahel menutup matanya dengan senyum penuh di wajah cantik itu. "Demon."

Teka-teki? Pemecah-nya dan juga tebak-menebak? Rahel mencintai semua hal itu. Karena itu, bermain dengannya sama saja menjerumuskan diri ke kegelapan kekalahan.

"Rahel!!"

Kelopak mata Rahel kembali terbuka ketika indra pendengarannya menangkap suara seseorang yang tengah memanggil namanya. Dan, yang pertama kali ia temukan adalah, wajah Amel tengah menatapnya dengan alis berkerut.

"Why?" Rahel bertanya, tatapannya kali ini beralih. Oh? Ternyata bukan hanya Amel, melainkan seluruh teman sekelasnya tengah memandanginya dengan seksama. Ekspresi mereka tidak jauh berbeda dengan Amel.

"Is there any problem?" tanya Rahel sekali lagi. Tidak ada ketenangan dan kedamaian dalam matanya, hanya ketajaman yang berhasil mengunci mereka yang bersitatap dengannya pada ketakutan.

Amel menelan kasar saliva-nya. Berdehem pelan, mencoba untuk menetralisirkan rasa takutnya.

"Nama lo udah dipanggil berkali-kali dari ruang informasi," kata Amel memberitahu.

Dahi Rahel berkerut seketika. "Ruang informasi?"

"Yups. Ada yang nunggu lo di sana."

Rahel terdiam. Tanpa membalas, ia bangkit dari bangkunya hendak pergi sebelum tangannya dicegat oleh Amel.

"Mau gue temenin? Gak baik ke ruang tunggu sendiri. Entar ada anak-anak AdlES."

"AdlES?" Sebelah alis Rahel terangkat dengan ekspresi bingung.

BEHIND METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang